Bidikmisi Berasas Pemerataan-Keadilan

- Editor

Jumat, 3 Juni 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pendistribusian kuota penerima beasiswa Bidikmisi bagi mahasiswa baru dari keluarga tidak mampu mengedepankan pemerataan dan keadilan. Hal itu karena jumlah perguruan tinggi milik pemerintah bertambah dengan adanya sejumlah perguruan tinggi negeri yang baru.

Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Intan Ahmad, di Jakarta, Kamis (2/6), menjelaskan, kuota Bidikmisi untuk mahasiswa baru pada tahun ini tetap 60.000 orang. Namun, karena mekanisme dalam penetapan kuota awal yang didistribusikan ke perguruan tinggi (PT) menggunakan rumusan baru, yakni 10 persen x daya tampung n-1, maka hasilnya terkesan kuota yang didapat PT lebih kecil daripada tahun lalu.

“Perubahan rumusan kuota awal ini dilakukan agar mekanisme pendistribusian kuota Bidikmisi lebih adil, merata, transparan, dapat dipertanggungjawabkan, dan mempertimbangkan penambahan 25 PTN baru sebagai pengelola Bidikmisi,” ujar Intan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Intan, terkait kekurangan kuota awal Bidikmisi di beberapa PTN akibat banyaknya pelamar, perguruan tinggi dapat mengajukan tambahan kuota. Namun, penambahan ini harus diverifikasi.

Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto berharap kuota Bidikmisi dikembalikan seperti tahun lalu. IPB menjadi salah satu PTN yang terdampak rumusan baru penetapan kuota Bidikmisi. (ELN)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Juni 2016, di halaman 12 dengan judul “Bidikmisi Berasas Pemerataan-Keadilan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB