Kuota Bidikmisi 2019 Meningkat 44 Persen

- Editor

Selasa, 15 Januari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menambah kuota Bantuan Pendidikan Siswa Miskin untuk tahun 2019 sebanyak 44 persen dibandingkan pada tahun lalu. Bantuan ini dinilai efektif memberi kesetaraan akses pendidikan tinggi bagi orang-orang dari kalangan ekonomi tidak mampu. Dari segi prestasi, peserta Bidikmisi juga rata-rata memiliki indeks prestasi kumulatif minimal 2.

Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ismunandar menuturkan, Bantuan Pendidikan Siswa Miskin (Bidikmisi) diperuntukkan bagi siswa jalur vokasi dan akademik. “Di dalamnya mencakup berbagai bidang, termasuk untuk Pendidikan Profesi Guru. Akan tetapi, rincian terkait pembagian kuota berdasarkan bidang masih dirumuskan,” katanya dalam acara pengumuman penambahan kuota Bidikmisi di Jakarta, Senin (14/1/2019).

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Kiri ke kanan: Ketua Tim Pengelola Bidikmisi Yonny Koesmaryono; Direktur Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Didin Wahidin; Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan pendidikan Tinggi Ismunandar; serta Kepala Subdirektorat Kesejahteraan dan Kewirausahaan Kemristekdikti Ismet Yus Putra mengumumkan kuota Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin 2019 di Jakarta (14/1/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kuota Bidikmisi tahun 2019 untuk 130.000 mahasiswa, adapun pada tahun 2018 untuk 80.000 mahasiswa. Tercatat per awal tahun ini ada 277.136 mahasiswa penerima Bidikmisi yang tengah aktif kuliah. Mereka tersebar di perguruan tinggi negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Setiap tahun, penerima Bidikmisi mendapat dana Rp 6 juta yang bisa mereka gunakan untuk meringankan biaya kuliah maupun biaya hidup.

Bidikmisi bukan beasiswa. Bantuan ini hanya menyaratkan bukti bahwa peserta tidak mampu secara finansial untuk menempuh pendidikan tinggi, dan memiliki ijazah lulus SMA maupun pendidikan sederajat. Adapun beasiswa umumnya menyaratkan capaian nilai rapor dan prestasi tertentu.

Menurut Ismunandar, PTN diamanahkan untuk melowongkan 20 persen dari kuota agar menerima mahasiswa dari latar belakang ekonomi lemah. Selain melalui jalur Bidikmisi, juga bisa melalui berbagai jalur beasiswa, baik dari pemerintah maupun lembaga swasta. Adapun untuk PTS, pemerintah tidak bisa memaksakan kuota karena sangat bergantung pada daya tampung kampus dan jumlah pelamar Bidikmisi di PTS tersebut. Aturan untuk PTS dikelola oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi yang merupakan pengganti Kordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis).

Verifikasi
Ismunandar mengemukakan, perguruan tinggi merupakan garda terdepan verifikasi kelayakan penerimaan Bidikmisi. Pelamar yang memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP) umumnya diterima karena memenuhi syarat ketidakmampuan pada aspek finansial. Dalam hal ini, Kemristekdikti berjejaring dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengharmoniskan data.

Kepala Subdirektorat Kesejahteraan dan Kewirausahaan Kemristekdikti Ismet Yus Putra mengungkapkan, peserta yang tidak memiliki (KIP) atau pun kartu dari Program Keluarga Harapan tetap bisa melamar. Caranya adalah dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu (SKTM).

“Kami menyadari SKTM bisa dipalsukan. Oleh karena itu, pelamar juga harus menyertakan bukti-bukti pelengkap berupa foto-foto kondisi rumah, rekening listrik, dan keterangan penghasilan orangtua,” katanya. Setiap perguruan tinggi juga sebaiknya mengutus staf untuk memastikan kebenaran informasi yang disampaikan pelamar dengan cara datang ke lokasi rumah dan melakukan verifikasi dengan tetangga.

Ketua Tim Pengelola Bidikmisi yang juga Guru Besar Institut Pertanian Bogor Yonny Koesmaryono mengatakan, umumnya penerima Bidikmisi mampu menjaga capaian indeks prestasi kumulatif (IPK) di atas 2. Ia mengakui ada segelintir yang memiliki IPK di bawah 2. Kampus melalui dosen pembimbing bertugas mendorong mereka untuk meningkatkan kinerja akademik agar bisa lulus kuliah.

LARASWATI ARIADNE ANWAR

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 15 Januari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB