Pendaftar Beasiswa Bidikmisi Capai Dua Kali Lipat
Prestasi penerima Beasiswa Bidikmisi untuk mahasiswa tidak mampu, tetapi berprestasi, yang kuliah di perguruan tinggi negeri ataupun swasta, dinilai memuaskan. Sebagian besar penerima beasiswa ini memiliki indeks prestasi kumulatif di atas 3,00. Kuota penerima yang ditetapkan tiap tahun sekitar 60.000 orang.
Kepala Subdirektorat Program dan Evaluasi Pembelajaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Edi Siswanto, di Jakarta, Rabu (24/6), mengatakan, mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,00-3,49 lebih dari 50 persen. Adapun sebanyak 23 persen meraih cum laude dengan IPK 3,50-3,99 dan 0,5 persen penerima mendapat IPK 4,00.
Menurut Edi, kuota penerima Beasiswa Bidikmisi yang dimulai pada 2010 awalnya hanya 20.000 mahasiswa. Tahun ini, kuotanya jadi 60.000 orang. “Kuota bisa saja ditambah 3.000-5.000 orang dari hasil pengoptimalan anggaran. Itu karena untuk Beasiswa Bidikmisi, pendaftarnya bisa hingga dua kali lipat,” kata Edi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lulusan SMA/SMK/MA dari keluarga tak mampu, tetapi berprestasi bisa mengajukan Beasiswa Bidikmisi saat mendaftar lewat jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) yang mengandalkan prestasi sekolah, seleksi tulis lewat seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN), serta seleksi mandiri oleh setiap perguruan tinggi negeri.
Prioritas diberikan untuk pendaftar lewat SNMPTN, lalu SBMPTN. “Jika kuota masih tersisa, mahasiswa yang lewat seleksi mandiri juga bisa mengajukan,” ujar Edi.
Sejak dua tahun terakhir, kuota Beasiswa Bidikmisi tidak lagi diserahkan ke setiap perguruan tinggi. Skemanya dengan melihat jumlah mahasiswa yang mendaftar dan diterima di seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri, lalu memenuhi syarat kriteria “miskin” yang ditetapkan dalam Bidikmisi. Penerima gratis biaya kuliah hingga lulus diploma III dan strata I dan mendapat biaya hidup Rp 600.000 per bulan.
“Kalau kuota diserahkan ke perguruan tinggi, nanti jumlah penerimanya dipaksakan habis. Padahal, belum tentu memenuhi kriteria Bidikmisi. Oleh karena itu, sekarang kuota secara alami saja, tergantung dari jumlah mahasiswa yang memenuhi syarat untuk mendapat Bidikmisi,” tutur Edi.
Meski program Beasiswa Bidikmisi dinilai memuaskan karena anak-anak dari keluarga tidak mampu terbukti berprestasi baik, hingga saat ini belum ada rencana perubahan besaran biaya untuk penerima. Peningkatan dilakukan antara lain dengan memberikan beasiswa S-2/S-3 kepada lulusan Bidikmisi yang punya IPK minimal 3,50 dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.
Terkait dengan mahasiswa perguruan tinggi swasta, kata Edi, ada kuota 5.000 mahasiswa. “Biasanya tersisa 100-200 orang karena banyak perguruan tinggi swasta menolak,” ujar Edi.
Rochmat Wahab, Ketua Umum Panitia Pelaksana SNMPTN/SBMPTN 2015, mengatakan penerima Beasiswa Bidikmisi menjalani verifikasi kondisi keluarga di PTN masing-masing. Mahasiswa yang terbukti tak layak mendapatkan Bidikmisi diminta membatalkan pengajuan.
“Dalam pengajuan Beasiswa Bidikmisi ini, mahasiswa harus jujur dengan kondisi ekonomi keluarganya. Awalnya, ada yang mengaku miskin, tetapi setelah diverifikasi, ternyata mampu,” kata Rochmat yang juga Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
Rektor Universitas Sebelas Maret Ravik Karsidi mengatakan, saat pendaftaran ulang mahasiswa baru lewat jalur SNMPTN ada 600 mahasiswa yang minta keringanan. Setelah dicek ulang dengan melibatkan badan eksekutif mahasiswa, hanya 200 mahasiswa baru yang layak mendapatkan keringanan, termasuk Bidikmisi.
Rektor Universitas Andalas Werry Darta Taifur mengatakan, dari sekitar 4.500 mahasiswa baru yang diterima tahun lalu, Universitas Andalas memiliki 1.500 mahasiswa Bidikmisi. Werry menyatakan, kampus menerapkan pembayaran sesuai kemampuan untuk subsidi silang agar dapat membantu mahasiswa Bidikmisi untuk kebutuhan lain. (ELN)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Juni 2015, di halaman 11 dengan judul “Prestasi Mahasiswa Memuaskan”.