Perlindungan Gambut Dipertaruhkan

- Editor

Kamis, 2 Juni 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Rencana pemerintah merevisi regulasi perlindungan dan pengelolaan gambut dikhawatirkan justru memperluas kerusakan ekosistem itu. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global mengingatkan Presiden Joko Widodo pada komitmen perlindungan gambut tersisa serta memulihkan jutaan hektar gambut yang rusak dan terbakar.

Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dalam tahap harmonisasi. Koalisi Masyarakat Sipil khawatir pada isi draf final karena enam bulan terakhir tidak dilibatkan membahas.

Yuyun Indradi, pengampanye hutan Greenpeace Indonesia, Selasa (31/5), di Jakarta, mengatakan, sejak isu revisi PP Gambut menguat, muncul usulan melemahkan. Tinggi muka air gambut dari minimal 40 cm diperlebar jadi 80 cm dan menghilangkan kriteria gambut sedalam minimal 3 meter untuk dilindungi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Perlindungan gambut sedalam 3 meter merupakan komitmen dan konsekuensi Indonesia meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati. “Pembatasan tinggi minimal air muka gambut sangat penting untuk menjaga gambut tak mudah terbakar,” ujarnya.

Koalisi mengingatkan Presiden akan komitmen politik saat “blusukan asap” November 2014 di Sungai Thohor, Kepulauan Meranti, Riau. Saat itu, Presiden menekankan perlunya peninjauan ulang perizinan, penghentian perizinan di gambut, dan penyekatan kanal untuk restorasi.

Christian Bob Purba, Direktur Forest Watch Indonesia, menuturkan, perintah restorasi perlu jadi acuan utama mengatasi ketelanjuran pemberian izin/pemanfaatan lahan gambut. Selama 2009-2013, seluas 1,1 juta hektar gambut rusak.

Terkait revisi PP Gambut, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono menyebutkan akan memperkuat cara “pencegahan” kerusakan gambut, termasuk akibat kebakaran.

“Dengan penyiapan regulasi teknis, pengembangan sistem deteksi dini, penguatan kelembagaan pemerintah, ketahanan masyarakat, dan penegakan hukum,” lanjutnya. (ICH)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Juni 2016, di halaman 14 dengan judul “Perlindungan Gambut Dipertaruhkan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB