Gempa berkekuatan Mw 7,8 yang mengguncang Jepang pada Sabtu (30/5) malam termasuk kuat. Karena pusat gempa amat dalam, mencapai 660 kilometer, hal itu tak memicu tsunami.
Namun, gempa besar tersebut harus jadi peringatan bagi negara-negara yang berhadapan zona subduksi, termasuk Indonesia, untuk mewaspadai ancaman tsunami. Untuk Indonesia, ancaman yang perlu diwaspadai ialah jalur subduksi di busur Sunda sepanjang sekitar 6.500 kilometer.
“Jika ada tsunami besar lagi, saya kira kita belum siap,” kata ahli tsunami dari Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Widjo Kongko, di Yogyakarta, Minggu (31/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Widjo, ketidaksiapan disebabkan sejumlah faktor. “Dari sisi ancaman, kajiannya minim. Peta ancaman tsunami yang ada datanya kasar sehingga belum bisa jadi acuan upaya kesiapsiagaan, seperti penyiapan jalur evakuasi dan tsunami shelter. Namun, kini dibuat jalur evakuasi dan tsunami shelter meski peta ancaman belum detail,” ujarnya.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Daryono mengatakan, diseminasi informasi tsunami kini sudah baik. “Kita punya 36 warning receiver system 36 unit dan 250 digital video broadcast di kantor BPBD dan instansi terkait serta BMKG membangun 39 sirene tsunami di Indonesia,” katanya.
Meski infrastruktur diseminasi peringatan dini tsunami ada kemajuan, kapasitas sumber daya manusia di BPBD dan pendidikan kebencanaan ke masyarakat perlu ditingkatkan. “Sejauh ini, yang bisa menerima hibah dan mengoperasikan sirene baru BPBD Bali. Beberapa BPBD tak berani membunyikan tes suara sirene yang mestinya dilakukan tanggal 26 tiap bulan,” katanya.
Gempa Jepang
Terkait gempa di Jepang pada Sabtu malam, dari hasil analisis BMKG, tak berpotensi menimbulkan tsunami di Indonesia. Pusat Peringatan Tsunami Pasifik (PTWC), Badan Meteorologi Jepang, dan tiga negara tsunami service provider, yakni Indonesia, India, dan Australia, tak mengeluarkan peringatan tsunami. “Namun, beberapa rekaman data offshore pressure gauge menunjukkan, gempa ini menimbulkan tsunami kecil setinggi 2 sentimeter di Jepang,” kata Daryono.
Menurut Aditya Riadi Gusman, peneliti Indonesia yang bekerja di Lembaga Riset Gempa (ERI) The University of Tokyo, pusat guncangan di area subduksi lempeng Pasifik dan lempeng Laut Filipina. Gempa punya mekanisme oblique-normal faulting (sesar turun-serong). Hiposenter gempa berada di kedalaman 660 kilometer. (AIK)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Juni 2015, di halaman 14 dengan judul “Waspadai Gempa Besar dari Zona Subduksi”.