UGM Tolak Usulan Pola Seleksi Baru

- Editor

Senin, 6 November 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Rektorat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menolak usulan pola seleksi baru dalam penerimaan mahasiswa baru berdasarkan kemampuan membaca dan menghafal kitab suci. Secara teknis, usulan itu akan sulit diaplikasikan dalam jalur seleksi calon mahasiswa berprestasi.

Akhir pekan lalu, di media sosial beredar foto lembaran surat terkait usulan penerimaan mahasiswa baru yang ditandatangani Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Eko Suwardi. Dalam surat tersebut dinyatakan FEB UGM bersedia menerima mahasiswa baru melalui jalur seleksi bibit unggul dalam bidang kemapuan baca kitab suci dan hafalan kitab suci.

Saat dihubungi pada Sabtu (4/11), Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan UGM Djagal Wiseso Marseno mengatakan, usulan tersebut muncul dalam rapat evaluasi penerimaan mahasiswa baru 2017 yang berlangsung pada Selasa (24/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Djagal, ide itu awalnya datang dari Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FEB UGM Mahfud Sholihin. Kemudian, dua hari berselang, Kamis (26/10), rektorat mendapatkan surat usulan dengan tanda tangan Dekan FEB UGM yang menyatakan fakultas bersedia menjadi tim penguji jika usulan tersebut diterima.

“Saat pertama kali muncul wacana itu, disebutkan spesifik untuk kitab suci Al Quran. Kemudian tidak lama berselang diterbitkan surat usulan resmi dengan perluasan menjadi seluruh kitab suci. Setelah dilakukan rapat terbatas, jajaran rektor akhirnya memutuskan untuk menolak usulan itu,” kata Djagal.

Menurut Djagal, proses seleksi berdasarkan kemampuan menghafal dan membaca kitab suci tidak mungkin dilakukan karena tidak semua kitab suci bisa dihafalkan dan dilantunkan secara seni. Lagi pula, UGM pun tidak mungkin membuat mekanisme seleksi mahasiswa baru secara eksklusif, khusus untuk satu agama atau golongan tertentu.

Pihaknya menyatakan UGM akan selalu berpedoman pada Pancasila, UUD 1945, dan ragam budaya Indonesia dalam menjalankan program pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pedoman itu juga menjadi patokan dalam proses penerimaan mahasiswa baru.

“Prinsipnya, semua orang dari berbagai latar belakang bisa kuliah di UGM. Namun, untuk kuliah di UGM, semua harus menjalani proses perekrutan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 ,” kata Djagal.

Kepala Bidang Humas dan Protokol UGM Iva Ariani mengatakan, pada dasarnya penyampaian usulan ataupun masukan adalah hal yang lumrah terjadi di kalangan internal UGM. Setiap usulan akan diolah sebagai bahan evaluasi bagi UGM untuk menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat).

“Semua kegiatan yang ada di UGM, termasuk sistem penerimaan mahasiswa baru yang ada di UGM, berangkat dari nilai keberagaman, pemerataan, kemandirian, dan nilai kebudayaan di Indonesia,” ujarnya.

Dekan FEB UGM Eko Suwardi mengatakan, terbitnya surat tersebut merupakan tindak lanjut dari usulan yang sebelumnya ditampung dalam rapat evaluasi penerimaan mahasiswa baru 2017. Rapat itu dihadiri wakil setiap dekanat UGM.

Menurut Eko, dalam usulan tertulis, pihaknya tidak secara spesifik menyebut kitab suci agama tertentu karena sifatnya yang baru sebatas wacana.

“Yang disampaikan dalam surat itu baru bersifat usulan sehingga belum resmi dan belum menyentuh hal-hal terkait kuota, indikator, dan sebagainya,” kata Eko.

Untuk masyarakat luas
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Intan Ahmad, yang dihubungi dari Jakarta, Minggu (5/11), menuturkan, syarat penerimaan mahasiswa baru sudah ditegaskan dalam Peraturan Menristek dan Dikti Nomor 126 Tahun 2016. Perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, hendaknya terbuka bagi masyarakat luas, bukan untuk kalangan masyarakat tertentu.

“Perguruan tinggi negeri yang dibiayai oleh rakyat harus terbuka untuk kepentingan bangsa,” ujarnya.

Karena itu, menurut Intan, syarat penerimaan tidak boleh berdasarkan latar belakang suku, bangsa, agama, status sosial, dan ekonomi seseorang. Ia menekankan, syarat penerimaan harus adil dan menitikberatkan pada kemampuan akademik calon mahasiswa baru. (DIM/DNE)

Sumber: Kompas, 6 November 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 16 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB