Rektorat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menolak usulan pola seleksi baru dalam penerimaan mahasiswa baru berdasarkan kemampuan membaca dan menghafal kitab suci. Secara teknis, usulan itu akan sulit diaplikasikan dalam jalur seleksi calon mahasiswa berprestasi.
Akhir pekan lalu, di media sosial beredar foto lembaran surat terkait usulan penerimaan mahasiswa baru yang ditandatangani Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Eko Suwardi. Dalam surat tersebut dinyatakan FEB UGM bersedia menerima mahasiswa baru melalui jalur seleksi bibit unggul dalam bidang kemapuan baca kitab suci dan hafalan kitab suci.
Saat dihubungi pada Sabtu (4/11), Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan UGM Djagal Wiseso Marseno mengatakan, usulan tersebut muncul dalam rapat evaluasi penerimaan mahasiswa baru 2017 yang berlangsung pada Selasa (24/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Djagal, ide itu awalnya datang dari Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FEB UGM Mahfud Sholihin. Kemudian, dua hari berselang, Kamis (26/10), rektorat mendapatkan surat usulan dengan tanda tangan Dekan FEB UGM yang menyatakan fakultas bersedia menjadi tim penguji jika usulan tersebut diterima.
“Saat pertama kali muncul wacana itu, disebutkan spesifik untuk kitab suci Al Quran. Kemudian tidak lama berselang diterbitkan surat usulan resmi dengan perluasan menjadi seluruh kitab suci. Setelah dilakukan rapat terbatas, jajaran rektor akhirnya memutuskan untuk menolak usulan itu,” kata Djagal.
Menurut Djagal, proses seleksi berdasarkan kemampuan menghafal dan membaca kitab suci tidak mungkin dilakukan karena tidak semua kitab suci bisa dihafalkan dan dilantunkan secara seni. Lagi pula, UGM pun tidak mungkin membuat mekanisme seleksi mahasiswa baru secara eksklusif, khusus untuk satu agama atau golongan tertentu.
Pihaknya menyatakan UGM akan selalu berpedoman pada Pancasila, UUD 1945, dan ragam budaya Indonesia dalam menjalankan program pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pedoman itu juga menjadi patokan dalam proses penerimaan mahasiswa baru.
“Prinsipnya, semua orang dari berbagai latar belakang bisa kuliah di UGM. Namun, untuk kuliah di UGM, semua harus menjalani proses perekrutan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 ,” kata Djagal.
Kepala Bidang Humas dan Protokol UGM Iva Ariani mengatakan, pada dasarnya penyampaian usulan ataupun masukan adalah hal yang lumrah terjadi di kalangan internal UGM. Setiap usulan akan diolah sebagai bahan evaluasi bagi UGM untuk menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat).
“Semua kegiatan yang ada di UGM, termasuk sistem penerimaan mahasiswa baru yang ada di UGM, berangkat dari nilai keberagaman, pemerataan, kemandirian, dan nilai kebudayaan di Indonesia,” ujarnya.
Dekan FEB UGM Eko Suwardi mengatakan, terbitnya surat tersebut merupakan tindak lanjut dari usulan yang sebelumnya ditampung dalam rapat evaluasi penerimaan mahasiswa baru 2017. Rapat itu dihadiri wakil setiap dekanat UGM.
Menurut Eko, dalam usulan tertulis, pihaknya tidak secara spesifik menyebut kitab suci agama tertentu karena sifatnya yang baru sebatas wacana.
“Yang disampaikan dalam surat itu baru bersifat usulan sehingga belum resmi dan belum menyentuh hal-hal terkait kuota, indikator, dan sebagainya,” kata Eko.
Untuk masyarakat luas
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Intan Ahmad, yang dihubungi dari Jakarta, Minggu (5/11), menuturkan, syarat penerimaan mahasiswa baru sudah ditegaskan dalam Peraturan Menristek dan Dikti Nomor 126 Tahun 2016. Perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, hendaknya terbuka bagi masyarakat luas, bukan untuk kalangan masyarakat tertentu.
“Perguruan tinggi negeri yang dibiayai oleh rakyat harus terbuka untuk kepentingan bangsa,” ujarnya.
Karena itu, menurut Intan, syarat penerimaan tidak boleh berdasarkan latar belakang suku, bangsa, agama, status sosial, dan ekonomi seseorang. Ia menekankan, syarat penerimaan harus adil dan menitikberatkan pada kemampuan akademik calon mahasiswa baru. (DIM/DNE)
Sumber: Kompas, 6 November 2017