Tempe Makanan Pendamping ASI

- Editor

Jumat, 5 Desember 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tempe sebagai sumber daya lokal serta warisan budaya berpotensi menjadi sumber gizi untuk menekan kasus kurang gizi. Untuk itu, tempe perlu dijadikan sebagai unsur makanan pendukung air susu ibu bagi bayi sejak usia enam bulan.

Anggota Komisi Ilmu Rekayasa Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Purwiyatno Hariyadi memaparkan hal itu di Jakarta, Kamis (4/12). ”Tempe sebagai makanan asli Indonesia bisa digunakan untuk mengatasi masalah anak stunting (bertubuh pendek),” katanya.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi pendek di Indonesia pada 2013 mencapai 37,2 persen, meningkat dibandingkan tahun 2010 (35,6 persen) dan 2007 (36,8 persen). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), masalah kesehatan masyarakat dianggap berat jika prevalensi pendek 30-39 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Purwiyatno, potensi pemanfaatan tempe kuat karena dari berbagai hasil riset, tempe mengandung zat bergizi, seperti protein dan zat besi. Jadi, pemberian tempe perlu sedini mungkin, disertakan dalam makanan pendukung air susu ibu (MP ASI) pada bayi enam bulan yang sudah tak dalam masa ASI eksklusif.

Terkait hal itu, orangtua sebaiknya mengutamakan sumber makanan alami dibandingkan MP ASI buatan pabrik. Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman bergizi yang diberikan kepada bayi usia 6-24 bulan. Seiring bertambahnya usia, ASI kian tak memadai untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.

Selain itu, pemberian tempe sejak dini akan membuat bayi mengenal dan terbiasa dengan rasa tempe sehingga konsumsi tempe membudaya. Hal itu penting agar tempe tetap jadi kekayaan milik bangsa Indonesia.

”Tempe terbukti bagus sejak dulu, kenapa tak diberikan sejak dini,” ujar Purwiyatno. Jika menimbulkan masalah kesehatan, tempe seharusnya tak bertahan hingga ratusan tahun.

Nilai tambah
Jika telah membudaya, teknologi pengolahan tempe bisa berkembang lebih jauh sehingga meningkatkan nilai tambah produk makanan itu. Menurut Purwiyatno, dengan potensi manfaat kompleks, tempe bisa dijadikan produk bentuk lain, seperti obat dan kosmetik, lewat proses rekayasa teknologi.

Peneliti tempe sekaligus guru besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Mary Astuti, mengungkapkan, sejak puluhan tahun lalu, tempe diteliti untuk menemukan potensi khasiat bagi kesehatan. Potensi itu antara lain untuk pencegahan serta penanganan diare, anemia, dan anti kanker.

Ia mencontohkan, di Yogyakarta, tempe diberikan selama pengobatan diare pada anak. ”Di Rumah Sakit Sardjito dan Rumah Sakit Wirosaban, bubur tempe diberikan untuk mempercepat penyembuhan diare anak-anak yang dirawat,” ucapnya.

Ketua Komisi Ilmu Rekayasa AIPI FG Winarno meminta agar hasil-hasil riset tempe dikoleksi dan diarsipkan. Itu untuk menunjukkan kekayaan kandungan tempe serta memudahkan proses riset lanjutan guna meningkatkan nilai tambah tempe. (JOG)

Sumber:Kompas, 5 Desember 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB