Program Studi Baru Diperketat

- Editor

Selasa, 20 Januari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ribuan program studi diusulkan dibuka oleh perguruan tinggi negeri dan swasta dalam lima tahun terakhir ini. Pemerintah sudah memperketat pemberian izin program studi baru walaupun tetap saja ada perguruan tinggi yang melanggar. Pengetatan itu dilakukan agar mutu pendidikan tinggi tetap terjamin.


Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dalam kurun 2008-2014 ada 8.689 usulan program studi (prodi) baru dari perguruan tinggi negeri dan swasta. Jika diambil rata-rata, ada sekitar 1.200 usulan prodi per tahun. Dari total usulan itu, hanya 3.932 yang direkomendasikan untuk mendapat izin dan menerima mahasiswa.

Minat membuka prodi baru dalam beberapa tahun ini juga tecermin dalam pantauan Kompas di sejumlah perguruan tinggi. Sejak 2013, Universitas Brawijaya (Malang) menambah 19 prodi dan akan mengusulkan 20 prodi baru tahun 2015. Di Universitas Pendidikan Indonesia (Bandung) dibuka 4 prodi baru, di Universitas Mulawarman (Kalimantan Timur) ada 10 prodi baru dalam dua tahun ini. Untuk universitas swasta, Universitas Komputer Indonesia (Bandung) tengah mengurus izin untuk Prodi Manajemen Perhotelan dan Pariwisata, Magister Akuntansi, serta Doktor Ilmu Manajemen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Peningkatan prodi biasanya diikuti dengan pertumbuhan jumlah mahasiswa. Jika tidak disertai ketersediaan fasilitas dan tenaga pengajar memadai, mutu pendidikan tinggi di institusi tersebut rawan terganggu.

Direktur Kelembagaan dan Kerja Sama Ditjen Dikti pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Hermawan Kresno Dipojono mengatakan, di Jakarta, Senin (19/1), pemberian izin perguruan tinggi dan prodi sudah diperketat dan selektif. Izin itu berdasarkan evaluasi dokumen dan syarat yang mengacu pada standar nasional pendidikan tinggi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Bahkan, evaluasi yang dikembangkan Ditjen Dikti dibahas bersama dengan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Perguruan tinggi yang mendapat izin akan memperoleh akreditasi minimal (akreditasi C) untuk akreditasi institusi dan prodi yang berlaku lima tahun. Setelah berjalan dua tahun, perguruan tinggi dan prodi bisa mengajukan akreditasi ke BAN- PT untuk peningkatan akreditasi. Akreditasi prodi dan institusi wajib dilakukan secara berkala.

Ada yang melanggar
”Pemberian izin tidak sembarangan. Kami mau perguruan tinggi mengedepankan kualitas,” ujar Hermawan.

Syarat pendirian prodi setingkat S-1, misalnya, minimal harus memiliki 6 dosen tetap dan pendidikan dosen minimal S-2, rasio dosen 1:30 untuk prodi non-eksakta dan 1:20 untuk eksakta, serta harus ada bukti memiliki anggaran minimal Rp 3,5 miliar.

”Dalam perjalanannya, ada saja perguruan tinggi atau prodi yang melanggar. Ada yang tidak dapat memenuhi syarat sehingga akreditasinya tidak memenuhi syarat,” kata Hermawan.

Tak terpenuhinya syarat untuk diakreditasi, lanjut Hermawan, antara lain karena pembelajaran dan fasilitas di prodi atau perguruan tinggi tersebut belum memenuhi syarat. Jika masih bisa dibina, akan diberi kesempatan sekitar satu tahun. ”Jika tidak, bisa diajukan untuk ditutup,” ujarnya.

Ketua BAN-PT Mansyur Ramly mengatakan, selama periode 2001-2014 ada 546 prodi yang tidak terakreditasi. Namun, pada tahun ajaran 2013/2014 jumlahnya berkurang menjadi 291 prodi yang tidak terakreditasi. Sebagian besar prodi yang tidak terakreditasi itu ada di perguruan tinggi swasta. Seharusnya, prodi yang tidak terakreditasi ditutup.

”Banyak perguruan tinggi yang abal-abal (asal-asalan). Bisa dapat akreditasi karena dulu awalnya bagus, semua standar dipenuhi. Tetapi, 1-2 tahun kemudian standar menurun sehingga tidak terakreditasi. Biasanya karena dosen tetap keluar satu per satu,” ujar Mansyur.

Sebuah institusi atau prodi dianggap asal-asalan apabila dalam waktu tertentu tidak ada proses pembelajaran, tetapi mahasiswa tetap membayar biaya kuliah dan mendapatkan ijazah.

Perguruan tinggi asal-asalan itu kadang mengakali asesor. ”Ada yang ketika kami datang dibawa ke laboratorium yang semua alatnya masih ditutup plastik. Katanya, mereka memperbarui peralatan enam bulan sekali. Ada juga yang kasih uang atau perhiasan. Yang macam begini, langsung kami beri sanksi tidak terakreditasi,” kata Mansyur.

Saat ini, BAN-PT memantau perguruan tinggi di Jakarta, Surabaya, dan Medan. Di kota-kota itu disinyalir paling banyak beroperasi perguruan tinggi yang tidak memenuhi standar.
(ELN/LUK/DNE/DIA/CHE/HRS/ABK/DEN/PRA/SEM)

Sumber: Kompas, 19 Januari 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB