Potensi Pengembangan Etnobiologi Mangrove

- Editor

Rabu, 22 Juli 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto aerial hutan mangrove di kawasan ekowisata Jembatan Cinta, Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya , Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (31/5/2020). Sudah tiga bulan kawasan yang masuk dalam Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya Kabupaten Bekasi dan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) ini ditutup untuk pencegahan penyebaran Covid-19. Kawasan ini menawarkan jembatan sepanjang 230 meter untuk menikmati keasrian mangrove, wisata air dengan naik perahu keliling, perkampungan nelayan, dan pasar ikan. Sebelum pandemi, pada Sabtu dan Minggu, pengunjung bisa mencapai 1000 orang. Meskipun sebagian besar pengunjung dari Kabupaten Bekasi, lokasi ekowisata ini menjadi alternatif kita melepas penat dari rutinitas harian.

Kompas/Agus Susanto (AGS)
31-5-2020

Foto aerial hutan mangrove di kawasan ekowisata Jembatan Cinta, Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya , Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (31/5/2020). Sudah tiga bulan kawasan yang masuk dalam Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya Kabupaten Bekasi dan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) ini ditutup untuk pencegahan penyebaran Covid-19. Kawasan ini menawarkan jembatan sepanjang 230 meter untuk menikmati keasrian mangrove, wisata air dengan naik perahu keliling, perkampungan nelayan, dan pasar ikan. Sebelum pandemi, pada Sabtu dan Minggu, pengunjung bisa mencapai 1000 orang. Meskipun sebagian besar pengunjung dari Kabupaten Bekasi, lokasi ekowisata ini menjadi alternatif kita melepas penat dari rutinitas harian. Kompas/Agus Susanto (AGS) 31-5-2020

Bangsa Austronesia dan Melanesia tidak asing dengan bakau dan menjadi bagian dari peradaban. Bangsa Austronesia diyakini mengenal bakau dan pemanfaatannya sejak masih di Sundaland (dataran Sunda) pada 25.000-11.000 SM.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/AGUS SUSANTO—Foto aerial hutan mangrove di kawasan ekowisata Jembatan Cinta, Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (31/5/2020).

Mangrove memiliki pusat keragaman hayati di kawasan tropika Nusantara dan memengaruhi peradaban bangsa yang tinggal bersamanya. Namun, informasi terkait hubungan mangrove dengan peradaban masih rendah. Oleh karena itu, kajian ilmiah etnobiologi mangrove Indonesia perlu dikembangkan.

Peneliti pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ary Prihardhyanto Keim, dalam diskusi daring, Selasa (21/7/2020), menyampaikan, berdasarkan penelitiannya, mangrove berperan penting dan memiliki kaitan dengan peradaban bangsa, khususnya terkait jalur pelayaran masa lampau.

Sebagian besar pelayaran masa lalu dengan perahu bercadik dilakukan dengan cara menyusuri garis-garis pantai, terutama di kawasan yang memiliki mangrove. Hal ini dilakukan karena kawasan tersebut kaya akan sumber logistik berupa bahan makanan dan air tawar.

”Bangsa Austronesia dan Melanesia tidak asing dengan bakau dan menjadi bagian dari peradaban. Bangsa Austronesia diyakini sudah mengenal bakau dan pemanfaatannya bahkan sejak masih di Sundaland (dataran Sunda) pada 25.000 sampai 11.000 (tahun) sebelum Masehi,” ujarnya.

Ary menjelaskan, di kawasan dataran Sunda dan Sahul, evolusi mangrove, khususnya jenis Rhizophoraceae, mencapai puncaknya. Rhizophora ini merupakan jenis mangrove yang umum disebut bakau.

Mangrove jenis ini bermanfaat untuk bahan bangunan dan kapal, pewarna pakaian, hingga makanan serta obat-obatan. ”Intinya, bangsa kita berani berlayar karena ada bakau,” tambahnya.

Hubungan yang erat antara mangrove dan peradaban masa lalu juga ditunjukkan dalam relief di Candi Borobudur. Sejumlah relief menggambarkan ekosistem bakau dan fauna khasnya. Relief lain juga menunjukkan kegiatan perdagangan maritim Nusantara berpusat di kawasan pantai dan mangrove.

Dari sejumlah bukti sejarah tersebut, Ary menegaskan bahwa mangrove sangat penting untuk dijaga dan dilestarikan. Kajian ilmiah etnobiologi mangrove Indonesia juga perlu dikembangkan. Sebab, Indonesia merupakan pusat peradaban bangsa Austronesia dan Melanesia.

Pengembangan mangrove
Staf Ahli Manajemen Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Sahat Panggabean mengatakan, pihaknya memiliki sejumlah kegiatan terkait pengembangan mangrove. Kegiatan tersebut antara lain mendorong setiap provinsi memiliki rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

”Nanti peruntukannya dikaji terlebih dahulu. Jadi, jika ada yang menanam mangrove, sementara peruntukannya kawasan konservasi, saya pikir dia akan melanggar peraturan daerah,” ujar Sahat yang juga menjabat Ketua Indonesian Mangrove Society.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA—Tanaman mangrove yang rusak dan roboh di Desa Sriwulan, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (9/3/2020). Kawasan mangrove saat ini mulai dilestarikan kembali untuk melindungi kawasan pesisir agar terhindar dari abrasi yang kian parah.

Selain itu, dilakukan juga strategi rehabilitasi pada mangrove dengan kondisi baik dan buruk. Pada kondisi baik dilakukan pengelolaan berkelanjutan, pencegahan abrasi, membuat ekowisata, pengamanan hutan, dan penghitungan karbon.

Sementara pada mangrove dengan kondisi kritis, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi juga melakukan pemulihan dan rehabilitasi. Dalam upaya konservasi ini dilakukan pendekatan yang melibatkan masyarakat.

”Kami juga sedang membangun sistem informasi monitoring untuk semua kegiatan konservasi mangrove yang sedang dikerjakan. Para pihak dapat melaporkan kegiatan dan koordinatnya sehingga tidak ada duplikasi. Semuanya akan menjadi satu peta,” ungkapnya.

Oleh PRADIPTA PANDU

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 21 Juli 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 24 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB