Pencemaran plastik semakin meluas dan membahayakan. Kajian terbaru di Indonesia menyatakan, plastik ukuran meso dan mikro telah ditemukan di perairan dan perut ikan laut di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Sementara kajian terpisah di luar negeri menemukan, mikro plastik bisa tersebar melalui udara.
?Temuan tentang pencemaran plastik di perairan laut dan ikan di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau ini disampaikan Agung Dhamar Syakti, pengajar dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Jumat (19/4). Hasil kajian ini juga telah dipublikasikan bersama Iqbal Edmanda Noari Lubisdan Winny Retna Melani, dalam edisi daring proseding 1st International Conference on Material Science and Engineering for Sustainable Rural Development pada 17 April 2019.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO–Petugas Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta berupaya menyingkirkan sampah yang menyumbat Pintu Air Manggarai Jakarta, Jumat (5/4/2019). Saat debit air di sungai Ciliwung meningkat akibat hujan yang mengguyur kawasan Bogor dan sekitarnya, bisa dipastikan terjadi penumpukkan sampah di Pintu Air Manggarai. Sampah-sampah dari hulu Ciliwung itu mengalir sekitar 9-12 jam hingga tiba di pintu air Manggarai. Sebagian besar sampah yang menumpuk berupa kayu dan bambu, dan juga sampah plastik.–KOMPAS/WAWAN H PRABOWO (WAK)05-04-2019
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
?Disebutkan, plastik ukuran meso (5 milimeter – 2 centimeter) dan plastik mikro (kurang dari 5 mm) di seluruh perairan di Kota Tanjungpinang yang disurvei dengan jumlah 15,98 partikel per meter kubik (m3). Partikel plastik dalam ukuran meso dan mikro paling banyak ditemukan di daerah Laut Pelantar KUD sebanyak 6,82 partikel per m3.
?Penelitian yang dilakukan Mei 2018 hingga Januari 2019 itu juga menemukan ada kandungan plastik meso dan mikro dalam perut ikan sembilang (Plotosus canius) atau kerap disebut lele laut. Dari tiga lokasi perairan ini masing-masing diambil lima sampel ikan sembilang dan rata-rata, ditemukan plastik meso 17 partikel per ekor dan plastik mikro 162 partikel perindividu.
?“Plastik ini bisa masuk ke ikan sembilang bisa langsung dari air yang tercemar atau juga dari rantai makanannya,” kata Agung.
?Temuan tentang pencemaran plastik mikro pada ikan ini menguatkan kajian sebelumnya oleh tim dari Universitas Hasanuddin dan University of California Davis (2014 dan 2015) yang menemukan cemaran plastik mikro di saluran pencernaan ikan dan kerang yang dijual di tempat pelelangan ikan terbesar di Makassar, Sulawesi Selatan. Hasil riset dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional, Nature, September 2015.
?Berikutnya, plastik mikro pada garam dan ikan itu ditemukan melalui penelitian dua tim terpisah dari Unhasdan Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Kompas, 30/11/2018).
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Sebuah sampah plastik berupa kantong plastik transparan melayang-layang di kolom air di Perairan Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Minggu (27/1/2019). Sampah plastik ini rentan dimakan langsung oleh penyu maupun paus yang mengiranya sebagai ubur-ubur. Sampah plastik juga rentan terfragmentasi menjadi bagian kecil-kecil (mikroplastik) sehingga bisa dimakan/termakan ikan.
Melalui udara
?Penelitian terpisah oleh peneliti Inggris menemukan, plastik mikro bisa tersebar melalui udara. Temuan ini menambah jangkauan bahaya dari sampah plastik yang selama ini diketahui menyebabkan masalah bagi habitat di lautan. Dengan tersebar melalui udara, plastik mikro bisa langsung masuk ke pernapasan dan terserap ke aliran darah manusia.
?Temuan penyebaran plastik mikro melalui udara ini dipublikasikan Steve Allen dari Department of Civil and Environmental Engineering, University of Strathclyde, Inggris dan tim di jurnal Nature Geosciencepada 15 April 2019. Disebutkan, potongan kecil plastik atau plastik mikro, yang berukuran kurang dari 5 mili meter, bisa terbawa dari kawasan perkotaan ke lokasi pergunungan terpencil yang berjarak hingga 95 kilometer.
?Temuan plastik mikro ini diperoleh para peneliti dari Stasiun Meteorologi Bernadouze, di Pegunungan Pyrenees antara Prancis dan Spanyol. Para ilmuwan ini mengunjungi stasiun ini sebulan sekali dari November 2017 hingga Maret 2018 untuk mengambil sampelendapan atmosfir, dan kemudian menganalisis partikel yang dikumpulkan untuk memisahkan, mengidentifikasi dan menghitung potongan plastik.
?Sebanyak 365 partikel plastik mikro per meter persegi per hari ditemukan mengendap di stasiun ini.“Tingkat ini mirip dengan apa yang terjadi di Paris,” kata Allen.
?Ukuran dan komposisi plastik mikro yang ditemukan di pedalaman ini berbeda dari data endapan atmosferik yang dilakukan dalam kajian sebelumnya di Paris dan Dongguan (China). Di dua kota ini, partikel plastik yang dominan berupa serat ramping yang lebih besar dari 100 mikron dan terdiri dari polypropylen atau polyethylen terephthalate, yang dikenal sebagai PET. Serabut seperti itu umunya berasal dari pakaian atau tekstil lainnya.
Sementara di Pegunungan Pyrenees, sebagian besar potongan plastik yang ditemukan lebih kecil dari 25 mikron dan sebagian besar terdiri dari fragmen polystyrene dan polyethylene yang umumnya berasal dari bahan kemasan. Polystyrene sangat rentan terhadap degradasi oleh cuaca atau sinar ultraviolet dari matahari, membuat partiklenya lebih mudah lapuk dan terbawa angin.
Meskipun penelitian ini tidak dapat mengidentifikasi sumber plastik, namun berdasarkan simulasi kecepatan angin dan arahnya selama periode waktu penelitian bisa diketahui bahwa plastik ini menempuh setidaknya 95 kilometer untuk mencapai Pegunungan Pyrenees. “Tetapi sangat mungkin plastik itu datang dari sumber lebih jauh lagi,” kata Allen.
?Johnny Gaspéri, ilmuwan lingkungan dari Université Paris-Est Créteil, yang juga terlibat dalam kajian ini mengatakan, temuan ini memiliki konsekuensi penting karena menunjukkan bahwa plastik mikro bisa tersebar secara luas melalui udara.
?Polusi plastik tidak bisa lagi dilihat sebagai masalah lokal, namun lintas batas. Bahkan, di lokasi terpencil, tingkat polutan plastik mikro bisa lebih tinggi, tergantung pada kondisi angin dan dinamika atomosfer.
?Temuan ini bisa menjadi parameter baru dalam pemantauan polusi udara. Selama ini sejumlah pencemar udara yang banyak dipantau karena dinilai bisa berdampak terhadap kesehatan di antaranya ozone (O3), nitrogen dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2), selain partikel-partikel kecil bercampur gas dengan konsentrasi tinggi. Partikel berukuran kurang dari 10 mikrometer (particullate matter/PM 10) atau lebih kecil lagi PM 2,5 menjadi sangat membahayakan karena bisa dengan bebas masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru dan kemudian mengikuti aliran darah.
?Karena ukurannya kecil, partikel plasik mikro bisa dimasukkan ke dalam PM 2,5, yang amat berbahaya karena bisa masuk ke pernafasan dan kemudian mengalir melalui aliran darah. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, setiap tahun polusi udara menyebabkan sekitar 7 juta jiwa meninggal dini, sebanyak 600.000 di antaranya anak-anak (Kompas, 17/4/2019).
Oleh AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 20 April 2019