Pemerintah Belum Jangkau 4.500 Perguruan Tinggi

- Editor

Senin, 2 Oktober 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penjaminan mutu di perguruan tinggi dilakukan dengan pemberian bimbingan pada perguruan tinggi yang meminta bantuan atau dilaporkan bermasalah oleh masyarakat kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Itu karena kementerian belum bisa mengawasi 4.500 perguruan tinggi di Indonesia.

“Hal pertama harus dipahami tiap PT dan program studi ialah 12 standar nasional pendidikan tinggi,” kata Direktur Penjaminan Mutu Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek dan Dikti Aris Junaidi, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Pemenuhan standar nasional pendidikan tinggi (SN dikti) dinilai oleh Badan Akreditasi Nasional PT. Jika akreditasi PT adalah C, Kemristek dan Dikti menyelidiki masalah di PT itu. Jika PT dan prodi itu dinilai tak layak mendapat akreditasi, kementerian akan membekukannya sehingga mereka tak boleh menerima dan meluluskan mahasiswa sampai ada pembenahan internal di bawah Kemristek dan Dikti.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dari segi sistem penjaminan mutu, Kemristek dan Dikti mengunjungi sejumlah PT. “Tentu tak bisa ke 4.500 PT. Terlalu banyak. Karena itu, partisipasi masyarakat seperti laporan dari internal PT hingga pihak di luar PT amat penting,” ujar Aris.

Laporan itu lalu diolah di Kemristek dan Dikti. Contohnya, menerjunkan Tim Evaluasi Kinerja Akademik di bawah Direktorat Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti untuk menyelidiki. Jika persoalannya terletak pada mutu dan rasio dosen, tim Direktorat Sumber Daya Iptek dan Dikti turun tangan.

Persyaratan
Direktur Pengembangan Kelembagaan PT Kemristek dan Dikti Ridwan menambahkan, dari semua proposal pendirian PT dan prodi baru, hanya 5 persen yang diluluskan. “Mayoritas gagal pada pemenuhan tenaga pengajar. Misalnya, untuk S-1, harus ada minimal 6 dosen yang S-2. Untuk pascasarjana disyaratkan minimal 4 dosen bergelar doktor dan dua guru besar, punya publikasi di jurnal internasional lima tahun terakhir,” katanya.

Direktur Riset Pusat Studi Kebijakan Publik Paramadina Totok Amin Soefijanto menilai, penjaminan mutu dan akreditasi bersifat formal dilihat dari kelengkapan berkas. “Prestasi akademis dan moralitas belum sepenuhnya jadi dasar penilaian,” ujarnya.

Hal itu karena dunia akademis tak hanya dinilai melalui peraturan, tetapi juga dari nilai kepatutan. Akibatnya, PT bereputasi baik kadang masih tergelincir di beberapa aspek. (DNE)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Oktober 2017, di halaman 12 dengan judul “Pemerintah Belum Jangkau 4.500 Perguruan Tinggi”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB