Hari Air Sedunia pada 22 Maret lalu bertema ”Menghargai Air”. Ini mengingat air merupakan kebutuhan mutlak makhluk hidup, termasuk manusia. Kebutuhan vital ini butuh jaminan keamanan dari sumber sampai aksesnya.
Seseorang mungkin bisa bertahan tanpa makanan selama beberapa hari, tetapi tidak tanpa air. Karena itu, air merupakan kebutuhan vital bagi setiap manusia. Air yang tersedia pun tidak bisa sembarangan. Agar bermanfaat, air harus terjamin kelayakan dan keamanannya.
Sayangnya, akses masyarakat Indonesia pada air, khususnya air minum yang layak dan aman, masih menjadi tantangan. Berdasarkan hasil Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga di Indonesia pada 2020, masih ada 7 persen rumah tangga di Indonesia yang tidak memiliki akses air minum yang layak. Bahkan, hanya 11,9 persen rumah tangga yang memiliki akses air minum yang aman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akses air minum di rumah tangga dinilai layak apabila sumber air minum yang digunakan antara lain berasal dari air kemasan, air isi ulang, leding atau perpipaan, sumur bor atau pompa, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi, penampungan air hujan, hidran atau terminal air, serta eceran dengan membeli. Sementara akses air minum disebut tidak layak apabila sumber air minum berasal dari sumur gali tidak terlindungi, mata air tidak terlindungi, dan air permukaan.
Adapun pengertian air minum yang aman adalah jika sumber air minum rumah tangga yang layak tersebut terjangkau karena berada di dalam rumah atau dalam kawasan pagar rumah. Akses air minum yang aman juga harus tersedia sepanjang waktu dan bebas dari kontaminasi.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN—Galon air Aquamor yang berada di Baumata, Kabupaten Kupang, NTT, siap didistribusikan pada Sabtu (15/2/2020). Usaha air minum kemasan itu milik keluarga Abilio Soares, mantan Gubernur Timor Timur.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Mium telah diatur sejumlah persyaratan untuk mengukur kualitas air minum. Persyaratan itu terdiri dari parameter wajib dan tambahan. Parameter wajib meliputi parameter yang berhubungan dengan kesehatan, seperti parameter mikrobiologi dengan kandungan Escherichia coli (E coli) dan bakteri koliform serta parameter kimia anorganik, seperti arsen, fluorida, nitrat, nitrit, dan sianida.
Selain itu, parameter yang tidak langsung dengan kesehatan, meliputi parameter fisik, seperti berbau, berwarna, keruh, dan berasa; parameter kimiawi, seperti mengandung aluminium, besi, klorida, mangan, dan seng. Adapun paramater tambahan, antara lain, terkait kandungan kimiawi, seperti air raksa, timbal, uranium, detergen, pestisida, dan radioaktif.
Tidak aman
Merujuk pada parameter tersebut, Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga di Indonesia pada 2020 menemukan, 81,9 persen akses air minum rumah tangga di Indonesia terkontaminasi bakteri E coli. Bahkan, di Papua dan Maluku tercatat akses air minum yang terkontaminasi bakteri tersebut lebih dari 90 persen.
KEMENTERIAN KESEHATAN—-Air minum terkontaminasi
Studi yang dilakukan pada 19.906 rumah tangga di 493 kabupaten/kota di 34 provinsi ini juga menemukan, 88,1 persen akses air minum rumah tangga tidak aman dari berbagai kontaminasi lain, seperti jumlah padatan yang terlarut (TDS), nitrat, nitrit, dan pH yang tidak sesuai.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Kementerian Kesehatan Doddy Izwardy, saat dihubungi di Jakarta, Senin (5/4/2020), mengatakan, kondisi akses air minum yang tidak aman di masyarakat sangat berkorelasi dengan tingginya angka tengkes (stunting) pada anak Indonesia. Air yang tidak aman berisiko menimbulkan berbagai penyakit, seperti diare, difteri, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan tifoid.
KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI—Pengunjung mengisi botol dengan air minum secara cuma-cuma dalam perhelatan Joyland Festival 2019 di Lapangan Panahan, kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (8/12/2019). Belakangan ini, beberapa penyelenggara acara menyediakan pengisian air minum untuk mengurangi pemakaian botol plastik sekali pakai.
”Terkadang ketika menemukan masalah kesehatan, seperti diare, kita hanya fokus pada pengobatan. Padahal, yang menjadi sumber utama penyakit tersebut adalah sumber air minum tidak aman yang telah terkontaminasi. Karena itu, permasalahan pada akses air ini perlu jadi perhatian bersama,” katanya.
Doddy menambahkan, kontaminasi pada sumber air minum juga berkaitan dengan jamban dan tempat pembuangan akhir tinja di masyarakat. Lokasi septic tank di setiap rumah harus diperhatikan. Selain itu, jenis septic tank yang dimiliki juga harus dipastikan kedap sehingga tidak terjadi kebocoran yang dapat mengontaminasi lingkungan, termasuk air tanah.
Air minum tidak sekadar air yang digunakan untuk keperluan minum, tetapi juga untuk keperluan masak, menyiapkan makanan, dan kebersihan personal. Akses air minum yang aman telah menjadi salah satu target yang harus dicapai dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Pada 2030 ditargetkan 100 persen rumah tangga di Indonesia sudah mengakses air minum yang layak serta 45 persen sudah mengakses air minum yang aman. Ketersediaan dan manajemen air bersih yang berkelanjutan dan sanitasi bagi semua juga masuk dalam tujuan keenam dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG).
Kepala Subdirektorat Wilayah I Direktorat Air Minum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Wijayanti mengatakan, 69 persen akses air minum masyarakat saat ini bukan dari perpipaan dan 20 persen berasal dari jaringan perpipaan. Perluasan akses sumber air minum dari perpipaan ini perlu ditingkatkan karena instalasi pengelolaan air untuk perpipaan sudah dipastikan terjamin sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
”Oleh sebab itu, jaringan perpipaan ini suatu strategi untuk menjadikan air minum masyarakat aman,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Pesatuan Perusahaan Air Minum Indonesia Agus Sunara menuturkan, pengawasan juga perlu ditingkatkan terutama oleh pemerintah daerah. Air minum merupakan kewajiban dari pemerintah daerah sehingga subsidi untuk pengadaan air tersebut amat diperlukan demi peningkatan perawatan dan pengelolaan pada sumber air minum.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS—Petugas dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih memeriksa sampel air dari Sungai Martapura di Kelurahan Sungai Bilu, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (30/9/2019). Sudah dua minggu, sumber air baku PDAM di lokasi tersebut tidak bisa diolah.
Kebutuhan air minum masyarakat Indonesia berdasarkan standar pelayanan minimum terhitung sekitar 60 liter per orang per hari. Namun, rata-rata konsumsi air minum di Indonesia sekitar 120 liter per orang per hari. Untuk kota besar, jumlahnya bahkan sudah mencapai 220 liter per orang per hari.
”Tugas kita bersama untuk mengamankan sumber air karena ancaman lingkungan dengan pembukaan lahan serta pencemaran limbah domestik menjadi tantangan besar untuk menyediakan air minum yang aman bagi masyarakat. Pengawasan terkait hal ini harus ditingkatkan,” katanya.
Tenaga ahli dari Komite Ahli Penanganan Masalah Kesehatan Lingkungan, Sri Irianti, menambahkan, pemanfaatan teknologi tepat guna juga amat diperlukan untuk meningkatkan penyediaan air minum yang aman. Penyediaan ini tidak hanya terkait kualitas, tetapi juga akses dan kepastian ketersediaan secara berkelanjutan.
”Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi, mengapa penampungan air hujan sebagai sumber air minum proporsinya sangat sedikit. Inovasi dan pemanfaatan teknologi bisa lebih diperkuat untuk mengatasi persoalan seperti ini,” ucapnya.
KEMENTERIAN KESEHATAN—-Sumber air minum masyakarat di Indonesia
Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga di Indonesia 2020 menunjukkan, sarana air yang paling banyak digunakan untuk minum bagi masyarakat Indonesia adalah air isi ulang (31,1 persen), sumur gali terlindungi (15,9 persen), sumbur bor atau pompa (14,1 persen), air leding atau perpipaan (13,1 persen), dan air kemasan bermerek (10,7 persen). Dari sarana ini, kita bisa menghargai air dengan menjaga kualitas sumber airnya.
Oleh DEONISIA ARLINTA
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 7 April 2021