Akses terhadap Air Bersih Masih Terkendala
Tingkat keamanan pangan di Indonesia memprihatinkan. Kondisi itu ditandai terbatasnya akses warga terhadap air bersih dan keamanan pangan yang belum terjamin. Selain itu, tingkat kebersihan sejumlah produk air minum isi ulang belum terjaga sehingga tidak layak konsumsi.
Berdasarkan data Indeks Keamanan Pangan (Global Food Security Index) 2015 yang diterbitkan Economist Intelegensi Unit (EIU), Indonesia menempati peringkat ke-74 dari 109 negara di dunia yang disurvei. Untuk tingkat ASEAN, Indonesia berada di posisi ke-6 dari 8 negara, di atas Myanmar dan Kamboja.
Menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparringa, Senin (9/5), di Jakarta, rendahnya peringkat Indonesia terkait dengan sulitnya akses air bersih di sejumlah daerah. Besarnya tingkat kandungan logam berat dan mikroba dalam air turut jadi penyebab.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Hasil pemantauan kami, tak semua air isi ulang memenuhi syarat. Kami bekerja sama dengan pemerintah daerah, dinas terkait, seperti dinas kesehatan, dinas perindustrian dan perdagangan, serta Balai POM,” kata Roy saat menghadiri rangkaian acara Bulan Keamanan Pangan 2016 yang digelar BPOM.
Saat ini pihaknya baru melakukan pengujian sampel air minum isi ulang di sejumlah daerah secara acak. Menurut Roy, BPOM mendatangi dan menguji langsung depot air minum. Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam pengujian itu antara lain sumber air, proses pengisian, dan seberapa sering penggantian cartridge filter.
Roy menambahkan, selanjutnya pihak BPOM dan pemerintah daerah akan mendata jumlah depot air isi ulang di satu daerah. “Dalam evaluasi, kami akan menyampaikan secara spesifik kepada masyarakat. Sebab, pemerintah harus terus mengawal konsumen,” ujarnya.
Kerja sama
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Suratmono mengatakan, pihaknya akan menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintah daerah. Kerja sama itu guna memperkuat upaya menjamin keamanan pangan, khususnya air bersih, di sejumlah daerah.
Meski demikian, menurut Suratmono, hal utama saat ini bukan seberapa banyak nota kesepahaman yang dibuat dengan pemda. Kerja sama dengan jajaran pemda itu harus diawali dengan proyek percontohan di satu daerah sehingga nantinya bisa direplikasi di daerah lain. “Hal terpenting adalah pengawalan,” ucapnya.
Pada April hingga Mei 2016, BPOM menyelenggarakan Bulan Keamanan Pangan Nasional. Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM Halim Nababan mengatakan, kegiatan tersebut dilaksanakan untuk memandirikan masyarakat dalam keamanan pangan.
Halim menambahkan, sosialisasi keamanan pangan dilakukan melalui lokakarya, kuliah umum, pelatihan, dan bimbingan dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Sasarannya ialah masyarakat umum atau rumah tangga, industri rumah tangga, serta usaha mikro kecil dan menengah. “Mereka diharapkan bisa mengenali makanan, mana yang memenuhi syarat dan mana yang tidak,” ujarnya.
Selain itu, ada pelatihan bagi perwakilan Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Perindustrian. “Mereka diharapkan menyebarluaskan informasi tentang keamanan pangan, antara lain melalui media sosial,” ucap Halim.
Pentingnya sanitasi kebersihan dan tingkat higienis makanan dikedepankan selama Bulan Keamanan Pangan. Menurut Halim, praktik keamanan pangan yang baik dan konsisten diharapkan bisa diterapkan dari tingkat individu hingga industri. (C03)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Mei 2016, di halaman 13 dengan judul “Pantau Mutu Air Minum Isi Ulang”.