Lulus SMA, Kuliah di Mana, Ya?

- Editor

Minggu, 24 Oktober 2010

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hi MuDAers, buat yang mau lulus SMA pasti kebingungan menentukan tempat kuliah (selain jurusannya juga, ya, he-he-he). Kali ini kita mau ngebahas tentang kuliah di Indonesia atau luar negeri?

Kelulusan kita memang masih tahun depan alias 2011, tetapi persiapan yang matang buat mental, fisik, dan finansial harus kita lakukan dari sekarang. Itulah yang menyebabkan pilihan jurusan dan tempat kuliah menjadi penting, kita tak boleh asal pilih. Nah, bagi teman-teman yang lagi galau, simak lebih lanjut, ya!

Pertanyaan yang lazim dari orangtua (ortu) atau orang lain kepada kita yang sedang galau adalah mau kuliah di jurusan apa? Kuliah di mana? Ntar mau kerja di mana? Dan, pertanyaan lain yang semula tak terlalu kita pikirkan saat di kelas 10 atau 11 SMA.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi momok tersendiri. Bukan hanya untuk kita yang menjalani, tetapi juga buat ortu yang akan membiayai pendidikan kita (kecuali jika kita udah bisa bayar biaya kuliah sendiri, yaa, he-he-he).

Jadi beban pikiran kalau maksud hati kuliah di Fakultas Kedokteran tetapi dana terbatas, atau punya dana cukup untuk kuliah tetapi tempat kuliah terlalu jauh dari rumah. Kita harus memikirkan solusi terbaik buat masalah ini.

Ibu Gracia, guru Bimbingan Karier SMA Negeri 81 Jakarta, mengatakan, banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk memilih tempat kuliah yang pas. Ada faktor-faktor yang harus dipertimbangkan, seperti bakat dan minat kita, finansial keluarga, kesiapan mental ortu dan kita sendiri.

Faktor kesiapan mental ortu penting, loh. Bayangkan jika kita sudah tahu apa jurusan yang dimaui, tempat untuk kuliah juga sudah ada, tetapi begitu dibicarakan dengan ortu, eh ortu menolak karena faktor lingkungan, terlalu jauh, terlalu ramai, terlalu mahal biaya hidupnya, dan lain-lain. Bisa berantakan semua niat kita, dan tak jadi kuliah di tempat yang diimpikan.

Ibu Gracia memberi solusi agar tak terjadi salah pengertian antara kita dan ortu, yakni banyak berdiskusi dengan mereka, banyak bertanya dan minta masukan. Bagaimanapun, ortu tahu lebih banyak mana yang bagus dan tidak buat kita.

Akan tetapi, kalau hasil diskusi kita dan ortu tak cocok dengan yang kita mau, jangan ngambek. Tetaplah berusaha promosiin pilihan kita. Kalau promosi kita bagus, pasti akhirnya ortu bakal ngedukung.

Luar negeri

Kalau kita punya dana berlebih, mungkin berkeinginan kuliah di luar negeri. Alasan klasik, karena pendidikan di luar negeri dianggap lebih baik, lebih maju, dan lebih prestisius.

Buat kita yang tak punya dana buat kuliah ke luar negeri, jangan putus asa. Banyak beasiswa yang diberikan untuk siswa berprestasi agar bisa kuliah di luar negeri dengan gratis.

Namun, jika kita sudah menetapkan hati berada jauh dari tempat asal, kesiapan mental mutlak diperlukan. Kemandirian adalah modal utama. Seperti yang dituturkan Raditya Dika, bloger, penulis buku, dan pemain film yang sempat menimba ilmu di Adelaide University, Australia.

Bang Radit yang selulus SMA memang pengin menimba ilmu di luar negeri langsung mempunyai masalah dengan ortu, terlebih sang ibu. Meski sudah memakai jasa agen pendidikan yang biasanya mengurusi segala keperluan di Australia, sang bunda masih saja mengurusi segala urusan, terlebih yang berkaitan dengan tempat tinggal dan lain-lain, layaknya para ibu kita.

Jika ortu kita belum siap mentalnya, kita pasti tak diizinkan. Bang Radit pun tak mudah meyakinkan ortunya agar mengizinkan dia belajar di luar negeri. Ia sempat kuliah di Universitas Indonesia sebelum ke Adelaide.

Hal itu dimaksudkan untuk membuktikan kepada ortu bahwa ia bukan lari dari Tanah Air karena tak bisa diterima di negeri sendiri. Alasan yang membuat banyak orang bersekolah di luar negeri, kata Bang Radit, sebab kurangnya kepercayaan para ortu terhadap sistem pendidikan di Indonesia.

Ortu umumnya menginginkan anak mereka mendapat pendidikan yang baik, dan fasilitas pendidikan di luar negeri dianggap lebih bagus dan lengkap, termasuk sarana dan prasarana pendidikannya. Saat kembali ke Indonesia, mereka juga bisa bersaing dengan lulusan lokal.

Sayangnya, Bang Radit tak sempat menyelesaikan kuliahnya di Adelaide karena sakit, dan kembali kuliah di Indonesia. Namun, saat ditanya jika ia mempunyai kesempatan belajar di luar negeri atau di Indonesia lagi nantinya, ia menjawab mantap, ”luar negeri!”

Menentukan pilihan

Banyak yang bilang kalau mau langsung mendapatkan pe- kerjaan selepas kuliah, lebih baik kuliah dengan ikatan dinas, seperti di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Walaupun STAN itu program D-3, bukan S-1, tetapi begitu lulus kita bisa langsung ditempatkan di instansi pemerintah.

Eits jangan salah, walaupun STAN itu program D-3, tetapi saringan masuknya lumayan ketat dan tak mudah karena banyak peminatnya. Kita harus melalui serangkaian tes, tertulis dan fisik.

Kalau kita memilih program S-1, ada banyak perguruan tinggi di Indonesia yang bisa dipilih, seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, sampai Universitas Brawijaya. Selain itu, masih banyak perguruan tinggi swasta yang juga berkualitas.

Namun, tak berarti kuliah di perguruan tinggi negeri lebih murah biayanya dibanding swasta. Semua bergantung dari universitas dan jurusan yang dipilih. Kita harus rajin melakukan survei, mencari tahu berapa sih biaya kuliah di kampus yang diminati? Selamat bersiap-siap ujian akhir, dan memilih kampus masa depan, ya!

Tim SMAN 81 Jakarta: Rizka Melinda, Ika Fitriyana, Adelia Sukmawati, Vita Aprilina, Adani Shabrina.

Sumber: Kompas Muda, Jumat, 15 Oktober 2010 | 02:44 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB