Konstruksi Buruk Penyebab Tingginya Kerusakan

- Editor

Rabu, 25 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Buruknya kualitas konstruksi menjadi penyebab utama banyaknya kerusakan akibat gempa bumi berkekuatan M 4,4 di Banjarnegara, Jawa Tengah pada 18 April 2018. Temuan ini harus menjadi perhatian serius mengingat fenomena ini terus berulang, tetapi tidak ada perubahan signifikan.

Demikian temuan Guru Besar Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia dan Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sarwidi, setelah survei di Banjarnegara.

“Bangunan rumah dan sekolah yang roboh atau rusak berat tidak mengikuti kaidah-kaidah dalam membangun bangunan tahan gempa, diantaranya adalah sistem struktur yang kurang menyatu, dan mutu tembokan yang rendah, serta material kayu dan bambu yang lapuk,” kata Sarwidi, di Jakarta, Selasa (24/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), gempa di Banjarnegara menewaskan dua orang dan menyebabkan 19 orang luka-luka. Sedangkan bangunan rusak meliputi 316 rumah, 1 sekolah, dan 1 bangunan ibadah.

ARSIP BNPB–Dampak Gempa Banjarnegara

Menurut Sarwidi, di lokasi bencana banyak ditemukan bangunan dengan tulangan baja terlalu kecil dan tidak memenuhi standar. Bahkan, ada yang diganti dengan tulangan bambu dengan kondisi sudah lapuk.

Kualitas tembok juga tidak memenuhi syarat karena pasirnya bermutu rendah dan mengandung banyak tanah serta kurang semen. Selain itu, banyak bangunan didirikan di atas tanah yang kurang stabil.

“Untuk rangka beton pengekang tembok umumnya tidak lengkap dan tidak saling menyambung,” kata dia.

Sarwidi mengatakan, gempa kali ini tergolong kecil, namun cukup dangkal dengan kondisi tanah lunak cukup tebal sehingga memicu terjadinya amplifikasi atau penguatan guncangan. Namun demikian, kekuatan guncangan seharusnya tidak memicu kerusakan jika konstruksi bangunannya sesuai standar tahan gempa.

Banyaknya kerusakan akibat buruknya kualitas bangunan di Banjarnegara ini, menurut Sarwidi, juga terjadi dalam serangkaian gempa di Indonesia akhir-akhir ini. “Ada pola yang sama, yaitu umumnya korban meninggal dan kerugian harta benda diakibatkan oleh bangunan tembok yang tidak memenuhi standar,” kata dia.

Oleh karena itu, Sarwidi mendorong pentingnya upaya pengurangan risiko bencana dengan memprioritaskan pada antisipasi kerusakan bangunan tembok. Mengingat sebagaian besar permukiman masyarakat di Indonesia terancam bencana gempa, dibutukan gerakan nasional untuk meningkatkan kuliatas bangunan masyarakat dan fasilitas umum.

Sejarah gempa
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, gempa bumi di Kalibening, Kabupaten Banjarenegara ini mengingatkan pentingnya kewaspadaan di kawasan yang lama tidak dilanda gempa bumi.

“Sejauh ini belum ada catatan bahwa lokasi gempa merusak kali ini di masa lalu pernah mengalami gempa bumi,” kata dia.

–Sejarah gempa bumi merusak yang pernah terjadi di Jawa Tengah di masa lalu. Sumber: BMKG

Namun demikian, menurut Daryono, pada tahun 2009 di sekitar Kalibening pernah terjadi gempa kecil, berkekuatan M 3 dan pada 2011 terjadi gempa dengan kekuatan M 2,6, yang menandai aktifnya pergerakan tektonik di zona ini.

“Sebelum terjadi gempa pekan lalu, sebenarnya masyarakat Kalibening dan sekitarnya sudah lama beberapa kali merasakan aktivitas gempa kecil. Warga menduga aktivitas gempa kecil tersebut bersumber dari aktivitas vulkanisme Pegunungan Dieng,” kata dia.

Menurut Katalog Gempa Bumi Merusak BMKG, di Banjarnegara tidak tercatat pernah dilanda gempa besar dan merusak. Namun, di kabupaten sekitarnya tercatat pernah mengalami gempa yang memicu banyak korban.

Misalnya, pada tanggal 2 Desember 1924 tercatat terjadi gempa di Wonosobo dengan kekuatan yang tidak diketahui. Catatan Belanda menyebutkan, jumlah korban yang meninggal mencapai 727 orang dan rumah roboh mencapai 2.250 unit.–AHMAD ARIF

Sumber: Kompas, 25 April 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB