Kualitas bangunan di Indonesia, terutama rumah rakyat, mengkhawatirkan karena dibangun tanpa memenuhi kaidah bangunan tahan gempa dan kualitas material di bawah standar. Pemerintah diminta memperbaiki situasi ini agar gempa yang kerap terjadi tak lagi memicu banyak korban.
“Saya bekerja di bidang ini (rumah rakyat) selama 50 tahun, tapi keadaannya kian buruk. Mutu bahan bangunan dan pengerjaan tambah jelek. Tukang-tukang tak belajar dari contoh yang salah,” kata Teddy Boen, ahli konstruksi bangunan rumah rakyat, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Bukti buruknya kualitas bangunan di Indonesia adalah banyaknya bangunan yang rusak setiap gempa, mayoritas yang berbahan batu bata. Padahal, kata Teddy, 81 persen dari 30,2 juta rumah di perkotaan ada pada zona gempa kuat. Adapun rumah di pedesaan pada zona gempa kuat sekitar 85 persen dari 30,8 juta unit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tanpa penegakan aturan membangun rumah tahan gempa, jatuhnya korban karena bangunan runtuh jadi bom waktu. Sekalipun Indonesia memiliki standar bangunan tahan gempa, hal ini jarang diterapkan.
“Selama hukum dapat diinterpretasikan atau diubah sesuai kepentingan segelintir orang, sulit menegakkan aturan. Contoh, hampir semua bata yang dijual di pasaran tak mengikuti SNI (standar nasional Indonesia), tetapi tetap beredar dan digunakan masyarakat,” kata Teddy, yang juga penasihat senior World Seismic Safety Initiative. Belum lama ini, Teddy mengembangkan bangunan tahan gempa dengan sistem penguatan melalui ferro cement.
Menurut Teddy, atas bantuan sejumlah lembaga internasional, ia melatih banyak tukang tentang teknik membangun rumah tahan gempa. Namun, banyak yang ikut karena uang saku, setelah itu ditekan mandor dengan mengabaikan detail tahan gempa.
Situasi sama disampaikan Guru Besar Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Sarwidi. Banyak tukang yang dilatih kembali membangun rumah tanpa mengindahkan standar tahan gempa. Selain ditekan mandor, juga diperparah rendahnya kesadaran warga. “Yang jadi standar justru bangunan tak tahan gempa sehingga dianggap kalau membangun rumah agar tahan gempa menjadi lebih mahal,” katanya.
Menurut Teddy, pemerintah harus mempunyai kemauan politik menegakkan aturan bangunan tahan gempa. Mekanisme izin mendirikan bangunan bisa dipakai sebagai perangkat memantau kualitas bangunan, bukan hanya pajak. (AIK)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Juni 2015, di halaman 14 dengan judul “Mutu Bangunan di Indonesia Mengkhawatirkan”.