PARA teknisi lokomotif elektrik terpaksa menempuh cara kanibal, mengorbankan suku cadang dari lokomotif elektrik lain demi mengaktifkan kembali lokomotif listrik pertama di Indonesia. Penggerak kereta api yang dikenal sebagai lokomotif bon-bon itu pertama kali digunakan pada 6 April 1925 saat pembukaan Stasiun Tanjung Priok yang baru.
Asal muasal istilah ’bon-bon’ banyak versinya. Antara lain, dari suara klakson lokomotif listrik itu berbunyi. boooon….boooon,” kata Rezza Habibie, anggota tim ahli sejarah pada Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur PT Kereta Api Indonesia/KAI (Persero), Jumat (21/3), di Balai Yasa Manggarai, Jakarta.
Lokomotif bon-bon tersimpan di antara gerbong kereta dan lokomotif yang memenuhi jalur-jalur rel untuk perawatan di Balai Yasa Manggarai. Lokomotif bon-bon masih dalam satu rangkaian dengan dua gerbong kereta Joko Kendhil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Rezza, rangkaian kereta itu yang digunakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sewaktu meresmikan hasil renovasi untuk peremajaan dan pengembalian fungsi Stasiun Tanjung Priok, 28 April 2009. Stasiun tersebut merupakan pengembangan dari Stasiun Tanjung Priok pertama yang dibangun di dermaga Pelabuhan Tanjung Priok dan diresmikan pada 3 November 1885.
”Tidak ada lagi suku cadang yang bisa dibeli untuk mengaktifkan kembali mesin lokomotif listrik bon-bon. Akhirnya menganibal mesin lokomotif listrik lain agar bon-bon bisa digunakan kembali,” kata Rezza.
Telantar
Lokomotif listrik bon-bon dan Stasiun Tanjung Priok pernah ditelantarkan. Keberhasilan pengaktifan kembali lokomotif bon-bon pada 2007. Dilanjutkan peremajaan dan pengembalian fungsi Stasiun Tanjung Priok pada 2009 membuktikan adanya kemampuan untuk melestarikan aset perkeretaapian yang bernilai sejarah.
”Sejak tahun 2003, kami dari komunitas pencinta kereta api mendorong supaya lokomotif listrik satu-satunya yang tertinggal itu dirawat dengan baik. Ternyata juga bisa diaktifkan kembali pada 2007,” kata Artanto Rizky Cahyono, sekretaris komunitas pencinta kereta api Indonesian Railways Preservation Society periode 2006-2009.
Lokomotif bon-bon dioperasikan sejak 1925 sampai 1976. Sejak 1976 mulai berdatangan kereta rel listrik dari Jepang menggantikan lokomotif-lokomotif listrik, termasuk bon-bon.
Mesin lokomotif listrik memiliki prinsip kerja mirip dengan kereta rel listrik (KRL). Perbedaannya, mesin listrik pada lokomotif listrik menggerakkan kereta hanya dari lokomotif saja, sedangkan pada KRL mesin listrik menggerakkan setiap kereta atau gerbong.
Menurut peneliti perkeretaapian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Taufik Hidayat, lokomotif listrik pertama kali dirancang ahli mesin Jerman Werner van Siemens pada 1881. Sebelumnya, digunakan lokomotif dengan penggerak mesin uap.
Pada 1804, dikenal Richard Trevithick, insinyur pertambangan Inggris yang membuat lokomotif uap pertama di dunia. Inilah bibit perkembangan perkeretaapian di dunia.
”Pada mulanya, arus listrik didistribusikan dari bawah atau rel. Karena itu membahayakan, kemudian dikembangkan listrik aliran atas,” katanya.
Inovasi permesinan terus berkembang. Pada 1893, Rudolf Diesel dari Jerman menemukan teknologi mesin diesel yang dikembangkan hingga pada tahun 1912 berhasil menciptakan lokomotif diesel.
Penggunaan lokomotif diesel di dunia sampai sekarang jauh lebih banyak dibandingkan dengan lokomotif listrik. Pada 1914 ada terobosan teknologi kontrol yang memadukan mesin lokomotif diesel dengan listrik.
”Penggunaan listrik untuk lokomotif dianggap mampu menghasilkan kinerja lebih tinggi dan tidak menghasilkan polusi. Tetapi, kinerja itu bisa dikalahkan dengan mesin diesel,” kata Taufik.
Berdasarkan berbagai kalkulasi energi, lokomotif diesel dinilai lebih efisien. Tapi, teknologi lokomotif listrik dan kereta rel listrik berkembang pesat untuk mengimbangi efisiensi mesin lokomotif diesel.
Kereta api tercepat di sejumlah negara di dunia tetap menggunakan lokomotif listrik. Beberapa maskapai kereta api tercepat adalah ICE di Jerman, Acela di Amerika Serikat, Shinkansen di Jepang, TGV di Perancis, dan China Railway High Speed di Tiongkok. Kecepatan kereta api itu mencapai 350 kilometer per jam.
Elektrifikasi Jakarta
Wacana elektrifikasi jalur kereta api di Jakarta, menurut Artanto, dimulai sejak 1917 oleh para ahli Staats Spoorwegen (SS), perusahaan kereta api milik Pemerintah Belanda. Realisasinya dimulai 1923 dengan rute Stasiun Tanjung Priok sampai Stasiun Jatinegara.
Pembangunan elektrifikasi jalur rel kereta api itu selesai pada 24 Desember 1924. Kemudian dioperasikan bersama dengan peresmian Stasiun Tanjung Priok yang baru, tepat pada ulang tahun ke-50 perusahaan SS.
”Sebenarnya, lokomotif bon-bon hanya satu di antara banyak lokomotif listrik yang didatangkan ke Indonesia,” kata Artanto.
Lokomotif listrik yang didatangkan, antara lain lokomotif listrik seri 3000 buatan Swiss Locomotive&Machine Works – Brown Boverie Cie (SLM- BBC), lokomotif listrik seri 3100 buatan Allgemaine Electricitat Gesellschaft (AEG) Jerman, dan lokomotif listrik seri 3200 buatan Werkspoor, Belanda. Lokomotif listrik bon-bon juga dari Werkspoor. Jenis kereta rel listrik pada masa itu juga didatangkan dari Westinghouse dan General Electric dari Amerika Serikat.
”Elektrifikasi selanjutnya dilakukan pada jalur Jakarta-Bogor dan mulai dioperasikan tahun 1930,” kata Artanto.
Masa-masa dimulainya pengoperasian lokomotif listrik dan kereta rel listrik di Indonesia ternyata tidak terpaut jauh dengan masa-masa ditemukannya inovasi teknologi perkeretaapian tersebut. Sayanganya, adopsi teknologi mutakhir perkeretaapian kemudian terhenti setelah masa kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa hingga sekarang.
Oleh: Nawa Tunggal
Sumber: Kompas, 28 Maret 2014