Gajah Kalimantan, Si Kerdil yang Terancam Punah

- Editor

Selasa, 9 April 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bentuknya lebih kecil daripada gajah pada umumnya. Jika gajah sumatera bisa setinggi tiga meter, gajah kalimantan maksimal hanya 2,5 meter. Itu juga yang membuat gajah ini dijuluki gajah kerdil atau Borneo Pygmy Elephant.

Keunikan lainnya ada pada panjang ekornya. Ekornya bisa mencapai lantai tanah, telinganya pun lebih lebar dari jenis gajah lain. Perbedaan lainnya adalah bentuk gadingnya yang relatif lebih lurus.

Mungkin jika dibayangkan, gajah ini mirip dengan animasi Dumbo dari Disney yang saat ini sedang tayang di bioskop. Kemiripan itu diperkuat lagi karena raut muka gajah kalimantan terlihat seperti bayi gajah dan sifatnya yang tidak agresif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

ARSIP WWF INDONESIA–Gajah kalimantan (Elephas maximus borneensis) merupakan gajah endemik Pulau Kalimantan. Di Indonesia, gajah ini hanya ditemukan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, tepatnya di Kecamatan Tulin Onsoi.

Namun, di balik berbagai keunikan itu, jumlah gajah endemik Kalimantan atau yang hanya bisa ditemukan di Pulau Kalimantan ini hanya sedikit tersisa. Di Indonesia, gajah dengan nama latin Elephas maximus borneensis ini diperkirakan berjumlah 30-80 ekor.

Dari jumlah itu, 5-20 di antaranya diperkirakan adalah gajah jantan. International Union for Conservation of Nature (IUCN) pun menetapkan gajah kalimantan dalam status spesies yang terancam punah atau genting (endangered).

Habitat utama gajah di Kalimantan hanya ditemukan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, tepatnya di Kecamatan Tulin Onsoi. Berdasarkan pemetaan yang telah dilakukan oleh World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, gajah kalimantan tersebar di sekitar hulu Sungai Sebuku, Kalimantan Utara, yaitu di Sungai Agison dan Sungai Sibuda bagian barat serta Sungai Apan dan Sungai Tampilon di bagian timur.

Populasi gajah di kalimantan lebih kecil di bandingkan dengan populasi gajah kalimantan di wilayah Sabah, Malaysia. Populasi gajah di Sabah diperkirakan mencapai 1.500-2.000 ekor. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Tulin Onsoi.

Habitat gajah kalimantan masuk dalam wilayah “Heart of Borneo” atau wilayah inisiatif dari Brunai Darussalam, Indonesia, dan Malaysia dalam upaya menjaga lingkungan.

Meski jumlah populasi lebih sedikit, keberadaan gajah kalimantan di Indonesia tetap berarti bagi keanekaragaman hayati yang dimiliki negara ini. Habitat gajah kalimantan harus dipertahankan di tengah ancaman konversi hutan menjadi perkebunan sawit.

Kerusakan habitat
Dari hasil penarikan garis batas atau deleniasi habitat gajah kalimantan pada 2007, luas habitat gajah kerdil ini sekitar 93.800 hektar. Namun, dalam survei terakhir menyebutkan saat ini tingkat kerusakan habitat sudah mencapai 16 persen. Konversi hutan dan lahan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit dinilai menjadi penyumbang utama hilangnya habitat gajah di Kalimantan.

Dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi dan berdasarkan peta kawasan hutan yang diterbitkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 718 Tahun 2014, 100 persen habitat gajah berada di luar kawasan konservasi. Secara rinci, sekitar 74 persen habitat gajah berada pada kawasan hutan produksi (HP), 16 persen berada pada kawasan alokasi penggunaan lain (APL), dan 10 persen di kawasan hutan lindung (HL).

Apabila dilihar dari citra landsat pada 2017, vegetasi hutan di area tersebut tampak masih baik untuk habitat gajah kalimantan. Hanya saja, pada kawasan APL, sekitar 16 persen arealnya sudah tidak berhutan lagi karena sebagian besar digunakan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit.

Agus Suyitno, Species Specialist Staff Kayan Lanscape WWF Indonesia untuk Mitigasi Konflik Gajah-Manusia menyebutkan, gajah-gajah di Kalimantan masih dapat berkembang biak dengan baik. Adapun sisa habitat utama gajah masih dapat dipertahankan. Selain itu, penanganan konflik mulai dikembangkan dan secara bersamaan pencegahan perburuan juga digalakkan.

DOKUMENTASI WWF-INDONESIA–Dua orang tim lapangan yang terlibat dalam proses survei populasi dan habitat gajah kalimantan mengukur panjang bekas tapak kaki gajah. Pendataan populasi dan habitat gajah kalimantan bisa diidentifikasi dari jejak kaki, tempat makan, kubangan bekas gajah, kotoran, serta bekas gesekan pada batang ataupun dahan pohon.

Namun, menurut dia, upaya konservasi harus terus ditingkatkan. Dalam 10 tahun mendatang, berbagai tantangan dan hambatan semakin besar untuk mempertahankan dan meningkatkan daya dukung populasi dan habitat gajah kalimantan.

“Upaya konservasi dan pelestarian populasi dan habitat gajah kalimantan butuh komitmen semua pihak. Apalagi habitatnya yang bukan berada di kawasan konservasi. Untuk itulah, dokumen SRAK-GK (Strategi Rencana Aksi Konservasi Gajah Kalimantan) 2018-2028 pun diterbitkan,” katanya.

Dokumen SRAK-GK 2018-2028 yang telah disusun sebagai alat bantu dalam merencanakan dan mengimplementasikan program-program konservasi gajah kalimantan oleh para pihak.

Semua lintas sektor terlibat dengan tugas dan fungi masing-masing, mulai dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, akademisi, dan kelompok masyarakat. Tujuannya hanya satu, memastikan populasi gajah kalimantan tetap terjaga dan habitatnya juga tersedia dengan baik.

Asal-usul
Sejarah keberadaan gajah kalimantan sebenarnya sampai saat ini masih menjadi misteri. Berbagai penelitian masih dilakukan untuk membuktikan asal muasal gajah kalimantan sebenarnya.

Sebuah catatan pada 1985 memperkirakan gajah kalimantan bukan asli Borneo, melainkan berasal dari gajah jinak di luar Borneo yang ditaruh di pulau ini. Inilah mengapa distribusi gajah kalimantan sangat terbatas.

Dalam sejarah pada 1750, sebuah perusahaan Inggris di India bagian Timur memberikan hadiah berupa gajah liar kepada Sultan Sulu. Oleh sultan ini gajah tersebut dilepaskan di pantai timur Sabah dan kemudian berkembang biak sampai saat ini.

ARSIP SRAK-GK 2018-2018–Salah satu gajah yang digunakan menarik kayu balak oleh masyarakat Iban di kawasan Rajang, Serawak, Malaysia. Foto: Diambil dari Serawak 1954, dalam laporan Origin of the elephants elephas maximus l. of Borneo, Cranbrook Dkk.

Namun, catatan lain oleh Corvanich pada 1995 mengatakan, pada pertengahan 1960, sejumlah gajah Thailand didatangkan ke pantai timur Sabah untuk digunakan sebagai pengangkut kayu balak oleh sebuah perusahaan kayu. Namun, perusahaan tersebut akhirnya tutup sehingga gajah-gajah yang ada sebagian dijual, mati, dan bertahan hidup di wilayah itu.

Di tengah berbagai perkiraan tersebut, pada 2003, ilmuwan dari Columbia University dan WWF Malaysia pun melakukan uji analisis DNA gajah yang ada di wilayah Sabah. Hasilnya, secara genetika gajah kalimantan ini merupakan sub spesies yang berbeda dengan gajah sumatera ataupun gajah dari daratan Asia lainnya. Hal itu mematahkan argumen bahwa gajah kalimantan berasal dari luar Pulau Kalimantan.

Penelitian itu mengungkapkan, gajah kalimantan merupakan bagian dari sundaland atau sundaic, yakni wilayah geografis Asia Tenggara sebelum jaman es mencair (sekitar 2 juta tahun lalu), namun mengalami evolusi genetik lokal sekitar 300.000 tahun yang lalu.

Dari studi terbaru oleh tim Reeta Sharma yang dipublikasi Science pada 17 Januari 2018 menunjukkan, gajah ini berasal dari daratan Asia dan tiba di Kalimantan 11.400-18.300 tahun lalu atau di ujung zaman es. Pada periode itu, Kalimantan tergabung dengan Paparan Sunda dan terhubung dengan daratan Asia.

Ciri gajah ini berbeda dengan gajah Asia lain. Sebab, setelah tiba di Kalimantan, mereka terisolasi akibat berakhirnya zaman es dan Kalimantan jadi pulau sendiri (Kompas, 22/1/2018).

Berbagai penelitian dan riset tentu masih dibutuhkan untuk menemukan profil gajah kalimantan sebenarnya. Proses masih sangat panjang. Untuk itu, eksistensi gajah kalimantan harus terus dijaga. Si Kerdil yang kini terancam punah ini harus dipertahankan. Indonesia harus membuktikan bahwa komitmen yang kuat masih dimiliki untuk menjaga keanekaragaman hayati yang tersimpan di dalamnya.–Oleh DEONISIA ARLINTA

Sumber: Kompas, 9 April 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB