Bayi kembar siam anak pasangan Ny Happy Rachmawati (28) dan Andi Jaya (27), warga Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengembuskan napas terakhir enam jam setelah dilahirkan lewat prosedur terminasi atau penghentian kehamilan, Selasa (19/1). Bayi kembar siam dempet dada hingga perut atau thoracoabdominopagus berjenis kelamin perempuan itu mengalami kelainan bawaan kompleks dengan hanya punya satu jantung.
Ketua Tim Kembar Siam RSUD Dr Soetomo Dr Agus Haryanto mengakui, sejak pra operasi terminasi kehamilan hingga setelah operasi, peluang hidup dua bayi itu amat rendah. Penghentian kehamilan terutama untuk menyelamatkan nyawa ibu karena kehamilan sia-sia jika hanya dengan satu jantung, tak bisa menunjang hidup dua bayi. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sebagai kedaruratan medis.
Ayah kandung dua bayi, seusai operasi caesar, menuturkan, ia, istri, dan keluarganya pasrah jika dua anaknya meninggal. “Gambaran USG dan penjelasan teknis dokter amat jelas, peluang hidup amat tipis. Setidaknya, saya menyaksikan dua anak kembar saya. Itu melegakan,” kata Andi Jaya, guru sekolah menengah pertama di Boyolali, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sesuai kesepakatan, jenazah bayi diotopsi klinik serta dilakukan pemisahan untuk kemudian dibawa ke Ponorogo dan dikebumikan. Tim Kembar Siam RSUD Soetomo yang membantu persalinan menyatakan, peluang hidup bayi rendah karena mustahil satu jantung bisa menunjang hidup dua tubuh.
KOMPAS/DODY WISNU PRIBADI–Bayi kembar siam, anak pasangan Happy Rachmawati (28) dan Andi Jaya (27), meninggal dunia beberapa jam setelah dilahirkan melalui prosedur terminasi (penghentian) kehamilan pada usia kandungan bulan kedelapan, Selasa (19/1), di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo, Surabaya, Jawa Timur. Penghentian kehamilan itu dilakukan sebagai tindakan kedaruratan medis untuk meminimalkan risiko kesehatan ibu dan bayi.
“Karena itu, lebih tepat kehamilan dihentikan pada bulan kehamilan kedelapan,” kata anggota senior Tim Kembar Siam, Syukri Ervan Kusuma. Setelah dioperasi, kemarin, pukul 08.30, bayi kembar siam itu bisa menangis, tetapi kondisinya tak stabil karena berbagi jantung.
“Tiga organ dempet tak bisa dibagi pada kasus kembar siam, yakni jika dempet otak, dempet jantung, atau empedu. Kembar siam ini dempet dada sampai perut dan berbagi satu jantung,” ucap Ketua Tim Kembar Siam RSUD Soetomo Agus Haryanto.
Namun, cara membagi satu jantung bagi dua bayi jadi soal etis, terkait siapa di antara dua bayi berhak menerima satu jantung dan siapa berhak memutuskan mana yang mendapat jantung. “Tim dokter berusaha maksimal dengan harapan memperkecil risiko pada ibu dan bayi. Setidaknya, si ibu melahirkan dengan selamat. Kondisi ibu amat baik karena ini prosedur seperti operasi caesar biasa,” kata Agus.
Operasi yang dipimpin Ketua Tim Pelaksana Operasi Sectio Caesaria Agus Suliyono itu berlangsung sekitar 30 menit, dihadiri Andi Jaya. Ini merupakan kelahiran ketiga bagi pasangan yang kini bermukim di Boyolali.
Gagal fungsi organ
Agus Haryanto menyatakan, setelah persalinan dilakukan, baru stabilisasi dan adaptasi hingga waktu yang belum ditentukan, bersamaan dengan observasi. Enam jam setelah lahir, kondisi bayi kembar tersebut belum stabil karena hanya ada satu jantung untuk dua bayi. Pada bayi ditemukan kelainan di dinding perut karena amat tipis.
Tim dokter memeriksa kondisi jantung dengan ultrasonografi (USG) tiga dimensi yang dimiliki RSUD Dr Soetomo untuk mengamati kesehatan organ jantung. Bayi kembar siam tersebut sempat diinfus dan jantungnya dipantau di Ruang Bedah Terpadu Khusus Neonatal RSUD Soetomo. “Menurut teori, kasus kembar dempet satu jantung akan mengalami gagal fungsi organ setelah lahir. Kami antisipasi kemungkinan itu,” ujarnya.
Andi menjelaskan, biaya persalinan serta perawatan bayi dan ibunya ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional. (ODY)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Januari 2016, di halaman 14 dengan judul “Bayi Kembar Siam Satu Jantung Meninggal Dunia”.