Maxxon-Maxxen; Pasca Operasi, Kondisi Bayi Kembar Siam Stabil

- Editor

Senin, 22 Februari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tim dokter berhasil memisahkan bayi kembar siam Maxxon dan Maxxen yang menyatu di dada hingga perut, Sabtu (20/2), di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta. Kondisi harus dipantau setelah operasi mengantisipasi ada kelainan lain.

Bayi kembar siam bernama Maxxon Kee Ming Feng dan Maxxen Kee Ming Jian itu adalah anak pasangan Kee Chin Kai atau Roy (32) dan Linda (35). “Tadi pagi (Minggu, 21/2), kami berkumpul pukul 07.30. Kondisi Maxxon dan Maxxen baik semua,” ucap Direktur Medis dan Keperawatan RSAB Harapan Kita Didi Danukusumo, Minggu (21/2), sehari setelah operasi pemisahan Maxxon-Maxxen.

204531120160215-bayi-kembar-siam-20160215-202713780x390Sesuai prosedur setelah operasi, tim Unit Perawatan Intensif (ICU) memantau tanda-tanda vital bayi, antara lain tekanan darah, denyut jantung dan nadi, serta pernapasan. Selain itu, ada pemeriksaan laboratorium terkait fungsi jantung, hati, ginjal, dan produksi air seni. Maxxen sebelumnya hipertensi (tekanan darah tinggi), tetapi tekanan darah dua bayi itu normal pasca operasi. Selain itu, kondisi pernapasan baik meski keduanya mengenakan alat bantu napas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Didi mengatakan, RSAB Harapan Kita tak bisa menjanjikan kapan pemantauan intensif selesai. Apalagi, pasien yang baru berusia 10 bulan itu menjalani operasi berdurasi panjang.

Bayi kembar bisa berasal dari pembelahan satu zigot (sel telur yang dibuahi). Kondisi kembar siam atau bagian tubuh menyatu pada bayi kembar akibat kegagalan pembelahan, yakni zigot membelah setelah 15 hari. Faktor penyebab kegagalan pembelahan belum diketahui.

Tim dokter merampungkan operasi pada Sabtu (20/2) sekitar pukul 18.00. Anggota terdiri dari dokter medis RSAB Harapan Kita, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, RS Kanker Dharmais, RS Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, dan RS Sint Carolus, didampingi Tim Kembar Siam RS Umum Daerah Dr Soetomo, Surabaya.

Dalam jumpa pers seusai operasi, Ketua Tim Kembar Siam Dr Soetomo Agus Harianto mengatakan, bayi kembar siam pada dasarnya cacat saat lahir sehingga tumbuh kembang perlu dipantau hingga usia 18 tahun, termasuk deteksi kelainan lain. Parameter pemantauan antara lain fisik, motorik kasar, motorik halus, dan komunikasi.

Proses operasi
Didi menjelaskan, proses operasi semula direncanakan hingga pukul 9 malam, tetapi bisa selesai pukul 6 sore, atau tiga jam lebih cepat dari perkiraan. Operasi melibatkan 18 dokter, yakni 4 dokter bedah anak, 4 dokter bedah toraks dan diafragma, 4 dokter bedah plastik, dan 6 dokter anestesi. Lima dokter Tim Kembar Siam RSUD Soetomo mendampingi.

Ketua tim bedah anak operasi ini, dokter spesialis bedah anak Alexandra, mengatakan, kegiatan dimulai lewat anestesi atau pembiusan, lalu penyayatan dan pemisahan hati, pemisahan tulang dada bawah, lalu Maxxon dan Maxxen bisa dipisahkan pukul 13.00. “Dokter bedah mencoba menutup perut mereka, tapi jika dipaksakan akan menekan perut sehingga mengganggu pernapasan. Karena itu, penutupan perut dan rekonstruksi luka dilakukan dokter bedah plastik,” ujarnya.

Dokter spesialis bedah plastik, rekonstruksi, dan estetik Laksmi Achyati menambahkan, tim bedah plastik mengambil kulit dari tepi dada untuk menutup lubang tengah dengan teknik yang membuat kulit tak tegang. Untuk menutup bekas pengambilan kulit tepi dada, tim menandur kulit dari paha. Bedah plastik ialah akhir proses operasi.

Operasi pemisahan bayi kembar siam di RSAB Harapan Kita itu kedua setelah tahun 1981. Sebagian biaya operasi dijamin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, selebihnya oleh RSAB Harapan Kita. (JOG/C08)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Februari 2016, di halaman 13 dengan judul “Pasca Operasi, Kondisi Bayi Kembar Siam Stabil”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 27 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB