Pemimpin di perguruan tinggi menjadi kunci keberhasilan terhadap lulusan, riset, dan inovasi yang dihasilkan. Kualitas kepemimpinan sebagian besar pemimpin perguruan tinggi di Indonesia masih butuh banyak peningkatan. Untuk itu, pola kepemimpinan yang dijalankan harus dipastikan berkualitas.
Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti) Ali Ghufron Mukti menyampaikan, kualitas kepemimpinan sebagian besar pemimpin perguruan tinggi di Indonesia masih butuh banyak peningkatan. Peran kepemimpinan ini hadir melalui rektor ataupun direktur di setiap bidang keilmuan.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO–Ilustrasi. Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Prof Dr Mudjia Rahardjo (kedua dari kanan) seusai mengalungkan tanda guru besar kepada Rais Am PBNU Prof Dr (HC) KH Ma’ruf Amin (kanan) dalam acara pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Jawa Timur, Rabu (24/5/2017).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Peran rektor dan direktur berpengaruh pada keberhasilan suatu perguruan tinggi. Jika pola kepemimpinannya berkualitas, apa yang dihasilkan, baik lulusan, riset, maupun inovasi, dapat memberikan nilai tambah bagi pembangunan perguruan tinggi itu sendiri juga untuk pembangunan bangsa,” ujarnya di Jakarta, Senin (20/5/2019).
Namun, berbagai tantangan masih dihadapi untuk mewujudkan kepemimpinan yang berkualitas. Hal itu seperti keterbatasan dana, fasilitas laboratorium yang kurang memadai, atmosfer akademik yang tidak mendukung, minimnya inovasi dan terobosan baru yang dihasilkan dosen, serta kurangnya kolaborasi.
Menurut Ghufron, krisis kepemimpinan yang terjadi sekarang menambah persoalan internal perguruan tinggi semakin kompleks. Seorang rektor ataupun direktur seharusnya mampu memobilisasi dan menggerakkan seluruh sivitas akademika dan perangkat di perguruan tinggi mencapai tujuan.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ali Gufron Mukti
”Untuk itu, wajib bagi pemimpin untuk mengetahui visi, misi, serta program-program yang akan dijalankan. Pemimpin juga patut memiliki kemampuan komunikasi yang mumpuni untuk menyampaikan ide serta gagasan, baik secara internal maupun eksternal,” ujarnya.
Dalam rangka mendorong kepemimpinan yang berkualitas di perguruan tinggi, Kemenristek dan Dikti pun kembali memberikan penghargaan tertinggi kepada akademisi melalui ajang Academic Leader Awards. Penghargaan ini tidak hanya diberikan kepada para rektor ataupun direktur perguruan tinggi, tetapi juga para dosen dan peneliti yang berprestasi menghasilkan berbagai inovasi.
Direktur Kompetensi Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristek dan Dikti Bunyamin Maftuh mengatakan, pemilihan tokoh yang akan diberikan penghargaan juga mempertimbangkan pengaruh dirinya dalam menginspirasi lingkungan di bidang keilmuannya. ”Jadi pemenang ini bisa menjadi teladan bagi yang lain untuk turut berinovasi,” ucapnya.
Terdapat dua kategori pada penghargaan ini, yakni dosen sebagai pemimpin akademik dan dosen dengan tugas tambahan sebagai pemimpin perguruan tinggi atau rektor.
Adapun persyaratan yang ditetapkan antara lain calon penerima penghargaan adalah dosen dengan jabatan akademik, profesor yang memiliki prestasi inovasi yang luar biasa dan diajukan pemimpin perguruan tinggi, akreditasi perguruan tinggi asal minimal B, serta tidak sedang mendaftarkan diri dan obyek inovasi dalam kegiatan lain.
Pendaftaran bisa dilakukan secara daring melalui diktendikberprestasi.ristekdikti.go.id dan sudah bisa dilakukan pada Senin ini. Batas waktu pengiriman adalah 17 Juli 2019.
”Harapannya, penghargaan ini bisa mendorong para pelaku inovasi di perguruan tinggi agar lebih terpacu menciptakan nilai tambah melalui ide dan gagasannya. Para dosen lain yang berada di lingkungannya pun bisa terinspirasi dan melakukan inovasi-inovasi lain,” tutur Bunyamin.–DEONISIA ARLINTA
Editor KHAERUDIN KHAERUDIN
Sumber: Kompas, 20 Mei 2019