Fenomena El Nino, yakni menghangatnya suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur, menjadi salah satu faktor pemicu kekeringan di Indonesia yang mengakibatkan bencana kebakaran hutan dan lahan serta asap berkepanjangan. Walau fenomena tersebut diperkirakan berlangsung hingga Maret tahun depan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memprediksi hujan sudah mulai turun guna menekan dampak kebakaran serta asap pada pertengahan November.
“Kami optimistis hujan mulai membantu pertengahan November ini,” ucap Kepala BMKG Andi Eka Sakya saat dihubungi sebelum mengikuti rapat penanganan kebakaran hutan dan lahan serta bencana asap yang dipimpin Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Jumat (23/10), di Jakarta. Menurut dia, hujan yang cukup signifikan akan hampir bersamaan turun mulai pertengahan November di Sumatera dan Kalimantan dengan selisih mulai hujan hanya sekitar seminggu.
Selama akhir Oktober ini, indikasi adanya hujan mulai terlihat, tetapi dalam kategori sangat rendah sampai rendah (0-100 milimeter per bulan). Itu pun dari segi peluang masih di bawah 70 persen. Lokasi yang mulai mendapat hujan berskala rendah tersebut antara lain Sumatera Selatan bagian barat dan beberapa area di Jawa Barat, terutama bagian tengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Andi menuturkan, peluang hujan diprediksi semakin tinggi mulai awal hingga pertengahan November. Tanda-tanda awal musim hujan mulai terlihat pada pertengahan November dengan jumlah curah hujan yang semakin signifikan. Hujan diprediksi terjadi mulai dari Sumatera barat laut, kemudian perlahan-lahan meluas ke timur, antara lain Kalimantan dan Jawa bagian barat, lalu ke Jawa bagian timur. Area yang diprediksi mendapat hujan paling terakhir, sekitar Desember nanti, adalah Nusa Tenggara Timur dan Papua bagian selatan.
Dengan demikian, tim pemadam kebakaran hutan dan lahan akan sangat terbantu dengan potensi turunnya hujan di pertengahan November. Ini lantaran titik panas terus saja bermunculan walaupun puluhan pesawat dan helikopter sudah dikerahkan untuk menjatuhkan air, mengingat kebakaran juga terjadi di tanah gambut.
Terisolasi dua bulan
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho, Kamis (22/10), mengatakan, Palangkaraya, Jambi, dan Pekanbaru nyaris terisolasi selama lebih dari dua bulan karena pekatnya asap. Asap juga berdampak kepada jutaan masyarakat yang mengakibatkan kerugian ekonomi.
Terkait dengan kesehatan, penderita infeksi saluran pernapasan akut sudah mencapai 450.431 jiwa sejak Juli hingga saat ini. Persebarannya ialah 65.232 jiwa di Riau, 90.747 jiwa di Jambi, 101.332 jiwa di Sumatera Selatan, 43.477 jiwa di Kalimantan Barat, 52.213 jiwa di Kalimantan Tengah, dan 97.430 jiwa di Kalimantan Selatan.
“Teman-teman tim hujan buatan bisa membantu percepatan turunnya hujan pertengahan November,” kata Andi. Sebab, dengan mulai masuknya musim hujan, awan-awan yang layak disemai menjadi hujan melalui penebaran garam di udara mulai muncul. Selama ini tim hujan buatan di Sumatera dan Kalimantan yang tergabung dalam operasi udara pemadaman kebakaran hutan dan lahan lebih banyak tidak terbang menyemai awan, mengingat awan layak semai sulit terbentuk selama musim kering.
Andi menambahkan, pada 20 Oktober, indeks El Nino sudah bernilai 2,12 derajat celsius. Ini menunjukkan El Nino berkategori kuat karena indeks sudah melewati 2 derajat celsius. Namun, dampak kekeringan pada Indonesia akan dinetralisasi oleh mulai berembusnya angin muson dari Asia ke Australia yang membawa banyak uap air sekitar pertengahan November.
J GALUH BIMANTARA
Sumber: Kompas Siang | 23 Oktober 2015