Untuk Pertama Kali, Inti Planet Gas Terlihat

- Editor

Jumat, 3 Juli 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sejumlah astronom dari Universitas Warwick, Inggris, mengamati obyek keplanetan janggal yang mengelilingi bintang induknya pada jarak amat dekat. Obyek itu diduga merupakan inti planet gas yang kehilangan selubung gas.

KOMPAS/UNI WARWICK/MARK GARLICK—Ilustrasi artis tentang eksoplanet atau planet di luar Tata Surya yang posisinya sangat dekat dengan bintang induknya.

Planet gas, seperti Yupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus, memiliki bagian inti yang padat. Inti tersebut terbungkus oleh lapisan gas hidrogen dan helium yang sangat tebal. Tebalnya lapisan gas itu membuat karakter, apalagi wujud dari inti planet gas itu, belum banyak diketahui.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, baru-baru ini sejumlah astronom yang dipimpin David Armstrong dari Universitas Warwick, Inggris, berhasil mengamati sebuah obyek keplanetan janggal yang mengelilingi bintang induknya pada jarak yang sangat dekat. Obyek itu diduga merupakan inti dari planet gas yang kehilangan selubung gasnya.

Obyek keplanetan yang dinamai TOI 849 b itu mengelilingi sebuah bintang yang memiliki karakter mirip dengan Matahari. Bintang TOI 849 itu berjarak 730 tahun cahaya dari Bumi.

Dekatnya jarak dengan bintang induk membuat benda itu hanya butuh 18 jam untuk satu kali mengitari bintang induknya. Bandingkan dengan Merkurius sebagai planet paling dekat dengan Matahari yang butuh 59 hari untuk satu kali memutari Matahari.

Dekatnya jarak ke bintang induk itu membuat obyek ini dikelompokkan sebagai Neptunian desert, yaitu planet berukuran mirip dengan Neptunus, tetapi hanya membutuhkan waktu mengelilingi bintang induknya kurang dari empat hari.

Jarak yang sangat dekat dengan bintang induk itu juga membuat suhu di permukaan TOI 849 b mencapai 1.527 derajat celsius. Sementara suhu di permukaan Merkurius hanya mencapai 430 derajat celsius pada siang hari dan minus 180 derajat celsius saat malam hari.

Obyek TOI 849 b itu pertama kali terdeteksi menggunakan teleskop luar angkasa Transiting Exoplanet Survey Satellite (TESS) milik Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) yang diluncurkan tahun 2018. Teleskop ini memang dikhususkan untuk mengamati planet di luar Tata Surya ketika obyek tersebut melintas di depan bintang induknya.

Saat pertama kali menangkap obyek ganjil tersebut, peneliti menduga planet itu merupakan bintang ganda yang berpasangan dengan bintang induknya. ”Namun, setelah melakukan pengambilan data beberapa kali, obyek itu hanyalah planet dengan ukuran sangat besar,” kata Armstrong kepada BBC, Rabu (1/7/2020).

Dari pengamatan yang dilakukan menggunakan spektograf High Accuracy Radial Velocity Planet Searcher (HARPS) yang dipasang di teleskop yang ada di Observatorium Selatan Eropa (ESO) di Chile, diketahui radius planet ini adalah 3,5 kali dari radius Bumi. Namun, uniknya, planet itu 39 kali lebih masif dibanding Bumi atau lebih masif 2-3 kali dibanding Neptunus. Kepadatan massa planet itu jauh lebih besar dibandingkan ukuran massa untuk planet sebesar itu.

Planet semasif itu biasanya akan menarik gas hidrogen dan helium dalam jumlah sangat besar saat pembentukannya. Dia akan terus berkembang hingga menjadi planet gas raksasa mirip Yupiter. Kenyataannya, tidak ada gas yang menyelubungi benda itu.

Selubung gas
Kondisi itu memunculkan dugaan bahwa obyek ini merupakan inti dari planet gas yang kehilangan selubung gasnya. ”TOI 849 b adalah planet terestrial (kebumian, padat, bukan gas) paling masif yang pernah ditemukan,” kata Armstrong kepada Space.

Meski demikian, bagaimana planet ini kehilangan selubung gas yang menyelimutinya belum diketahui secara pasti. Selubung gas itu tersingkap bisa jadi akibat tabrakan dengan planet lain atau selubung gasnya tidak berkembang.

Jika ukuran asal planet gas TOI 849 b itu mirip Yupiter, selubung gas itu bisa tersingkap akibat tarikan gaya pasang surut dari bintang induknya sebagai konsekuensi dari jarak benda tersebut yang sangat dekat dengan bintangnya. Hilangnya selubung gas bisa juga karena tabrakan dengan planet lain di masa akhir pembentukan planet tersebut.

NASA, ESA, AND A. SIMON (NASA GODDARD)—Bintik merah raksasa di bagian kiri bawah Yupiter sejatinya adalah badai raksasa yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Dari bulatan raksasa dengan diamater 2-3 kali diameter Bumi itulah para astrofisikawan menduga adanya air di Yupiter.

Namun, jika dia adalah planet gas raksasa yang gagal terbentuk, maka hilangnya selubung gas itu bisa terjadi akibat tidak cukupnya jumlah gas dan debu yang ada piringan akresi planet pada awal pembentukannya hingga planet gas raksasa itu tidak dapat terbentuk.

Karena itu, studi yang dipublikasikan di jurnal Nature, pada Rabu (1/7/2020), itu perlu dipelajari lebih lanjut tentang apa yang kemungkinan terjadi pada masa lalu hingga menjadikan TOI 849 b seperti saat ini.

Meski demikian, lanjut Armstrong, penemuan inti planet ini menunjukkan proses pembentukan dan evolusi planet bisa terjadi dengan cara tidak biasa, yang belum diketahui selama ini. Planet-planet yang ada di luar Tata Surya memiliki rentang keragaman karakter sangat besar. Sebagian dari planet-planet yang unik itu terus ditemukan hingga melahirkan temuan-temuan eksoplanet yang menakjubkan.

Oleh bMUCHAMAD ZAID WAHYUDI

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 2 Juli 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB