Planet Seukuran Jupiter Mengelilingi Bintang Mati WD 1856

- Editor

Sabtu, 19 September 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keberadaaan eksoplanet WD 1856 b yang mengelilingi bintang katai putih 1856 adalah bukti bahwa planet tetap mampu bertahan meski sang bintang induk mengalami ”chaos” yang menyebabkan kematiannya.

KOMPAS/NASA’S GODDARD SPACE FLIGHT CENTER—Ilustrasi artis yang menunjukkan sistem keplanetan WD 1856 dengan bintang WD 1856 sebagai bintang induknya. WD 1856 adalah bintang katai putih (kiri) yang dikelilingi oleh eksoplanet WD 1856 b (ungu) yang berukuran tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan ukuran bintang induknya.

Kematian sebuah bintang nyatanya bukanlah menjadi malapetaka bagi planet-planet yang mengelilinginya. Keberadaaan eksoplanet WD 1856 b yang mengelilingi bintang katai putih 1856 adalah bukti bahwa planet tetap mampu bertahan meski sang bintang induk mengalami chaos yang menyebabkan kematiannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Eksoplanet WD 1856 b itu adalah planet seukuran Jupiter yang merupakan anggota dari sistem keplanetan dengan bintang katai putih WD 1856 sebagai bintang induknya. Bintang WD1856 ini berjarak 80 tahun cahaya dari Bumi dan merupakan anggota dari sistem bintang tripel atau bintang kembar tiga.

Bintang katai putih adalah bintang yang ukurannya sangat kecil, padat, dan gaya tarik gravitasinya besar. Bintang ini merupakan bagian akhir dari evolusi sebuah bintang hingga disebut sebagai bintang mati. Meski ukurannya kecil, bintang ini nyatanya dikelilingi sebuah eksoplanet WD 1856 b yang ukurannya tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan ukuran bintang induknya.

Jarak yang sangat dekat membuat eksoplanet ini hanya butuh waktu 34 jam untuk satu kali memutari bintang induknya. Sebagai perbandingan, Merkurius sebagai planet terdekat dari Matahari butuh waktu 88 hari untuk satu kali mengelilingi Matahari.

Bintang katai putih WD 1856 diperkirakan terbentuk pada 5,9 miliar tahun lalu dan suhu permukaannya mencapai 4.700 derajat kelvin atau sekitar 4.430 derajat celsius.

”Entah bagaimana eksoplanet WD 1856 b ini bisa berada sangat dekat dengan bintang induknya dan tetap utuh selama proses pembentukan bintang katai putih tersebut,” kata Andrew Vanderburg, astronom dari Universitas Wisconsin-Madison, Madison, Amerika Serikat, yang memimpin studi, seperti dikutip Space.com, Rabu (16/9).

Proses pembentukan bintang katai putih akan menghancurkan planet-planet di sekitarnya. Gravitasi bintang katai putih yang besar biasanya juga akan mengoyak planet-planet di dekatnya. Lantas, bagaimana eksoplanet WD 1856 b tersebut bisa berada di posisinya saat ini yang sangat dekat dengan bintang induknya tanpa mengalami kehancuran?

Penemuan
Studi yang dipublikasikan di jurnal Nature, Rabu (16/9), itu menyebutkan eksoplanet WD 1856 b ini ditemukan oleh tim menggunakan teleskop luar angkasa Transiting Exoplanet Survey Satellite (TESS) milik Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA). Penemuan eksoplanet itu diperoleh dengan mendeteksi penurunan kecerlangan cahaya bintang induk yang sangat kecil saat planet tersebut transit atau melintas di depan bintang dalam perspektif teleskop atau pengamat.

Tim kemudian mempelajari sistem keplanetan WD1856 b dalam panjang gelombang inframerah menggunakan teleskop luar angkasa NASA lainnya, Spitzer. Hasilnya, WD 1856 b tidaklah memancarkan cahaya inframerahnya sendiri. Dengan demikian, obyek ini adalah eksoplanet, bukan bintang bermassa rendah atau bintang katai coklat alias jabang bintang yang gagal terbentuk.

Bintang katai putih adalah bintang yang diameternya kecil. Bintang ini tercipta sebagai fase akhir dari evolusi bintang untuk bintang-bintang bermassa seukuran Matahari hingga kurang dari enam massa Matahari. Saat hidrogen yang menjadi bahan bakar bintang habis terbakar, bintang-bintang seukuran ini akan mengembang menjadi raksasa merah.

Proses pengembangan selubung bintang itulah yang akan menghancurkan planet-planet di dekatnya. Sebagai gambaran, Matahari kita ke depan juga akan mengalami proses yang sama. Dia akan menjadi bintang raksasa merah yang selubung bintangnya mengembang besar hingga menelan Merkurius, Venus, dan Bumi pada 5 miliar tahun mendatang.

Selubung bintangnya itu akan terus mengembang hingga akhirnya lepas terdorong angin bintang. Bagian inti bintang raksasa merah itu akan runtuh hingga membentuk bintang katai putih. Saat menjadi bintang katai putih ini, massa bintang tersebut akan sama dengan massa Matahari, tetapi diamaternya hanya sedikit lebih besar dari Bumi. Sebagai gambaran, ukuran Matahari saat ini 109 kali lebih besar dibandingkan dengan ukuran Bumi.

Proses katastropik saat bintang mengembang menjadi bintang raksasa merah itulah yang membuat astronom yakin eksoplanet WD 1856 b sejatinya tidak terbentuk di posisinya saat ini yang sangat dekat dengan bintang induknya. Jika posisi planet ini ada di lokasinya saat ini, planet tersebut dipastikan akan hancur lebih dulu saat sang bintang induk mengembang menjadi bintang raksasa merah.

Dari perhitungan tim peneliti, eksoplanet WD 1856 b ini harusnya terbentuk pada jarak 50 kali lebih jauh dari jaraknya saat ini dan kemudian berpindah ke lokasinya sekarang. ”Sejak bintang katai putih lahir, dia bisa menarik benda-benda kecil yang jauh, seperti asteroid dan komet, hingga masuk dalam pengaruh gravitasi bintang katai putih dan membentuk piringan cakram materi,” kata Siyi Xu, anggota peneliti lain Observatorium Gemini, Hilo, Hawaii, AS.

Karena itu, eksoplanet WD 1856 b ini diduga berasal dari sistem bintang lain yang tertarik gravitasi bintang katai putih WD 1856. Namun, belum jelas apa yang membuat planet seukuran Jupiter tersebut bisa masuk dan terjebak dalam gravitasi bintang katai putih. Kemungkinan, dorongan dari kedua bintang lain dalam sistem bintang tripel WD 1856 dan interaksi singkat eksoplanet itu dengan WD1856 yang membuat dia akhirnya terjebak dalam gravitasi WD 1856.

Dugaan lain yang bisa memengaruhi terjebaknya WD 1856 b dalam gravitasi bintang katai putih WD 1856, lanjut peneliti lainnya, Juliette C Becker, dari Institut Teknologi California, Pasadena, AS, adalah keberadaan benda-benda lain seukuran Jupiter yang ada di dekat orbit asli WD1856 b.

”Pengaruh gravitasi benda-benda besar di sekitar orbit asli eksoplanet tersebut akan dengan mudah menimbulkan ketidakstabilan yang cukup untuk ’menendang’ planet tersebut dari tempat aslinya ke lokasi sekarang,” katanya. Namun, semua kemungkinan itu masih dibangun berdasar teori yang ada dan belum didukung oleh pengamatan yang kuat.

Konsekuensi
Keberadaan eksoplanet WD 1856 b yang selamat dari proses katastropik bintang induknya yang mengembang menjadi bintang raksasa merah dan akhirnya runtuh menjadi bintang katai putih memiliki konsekuensi yang menarik bagi ahli keplanetan ataupun Astrobiologi. Jika sebuah planet gas raksasa bisa bertahan hidup dari proses kematian bintang seukuran Matahari dan kemudian terjebak dalam posisi yang sangat dekat dengan bintang yang sudah mati tersebut, apakah planet batuan seperti Bumi juga akan mampu bertahan?

Vanderburg dan timnya menyelidiki kemungkinan itu dalam makalah pendamping yang dipublikasikan di jurnal The Astrophysical Journal Letters pada hari yang sama, Rabu (16/9/2020). Tim yang dipimpin peneliti dari Universitas Cornell, New York, AS, Lisa Kaltenegger dan Ryan J MacDonald, melakukan pemodelan untuk menentukan bagaimana kemungkinan planet-planet batuan berada di zona layak huni bintang katai putih WD 1856.

Zona layak huni adalah daerah tempat eksoplanet kemungkinan bisa menopang kehidupan atau memiliki air dalam bentuk cair di permukaannya. Zona layak huni ini berada pada jarak tertentu dari posisi sang bintang induk. Pencarian tanda-tanda kehidupan di zona layak huni bintang WD 1856 itu nantinya akan diamati menggunakan teleskop luar angkasa NASA lainnya, yakni James Webb, yang akan diluncurkan pada Oktober 2021.

”WD 1856 b menunjukkan bahwa planet dapat bertahan dari proses chaos pembentukan bintang katai putih. Dalam kondisi yang tepat, planet tersebut dapat mempertahankan kondisi yang menguntungkan bagi kehidupan dalam skala waktu lebih lama dari yang diperkirakan untuk Bumi. Sekarang kita bisa menjelajahi berbagai kemungkinan dari planet-planet yang mengelilingi bintang mati,” papar Kaltenegger.

Oleh MUCHAMAD ZAID WAHYUDI

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 18 September 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB