GW Orionis, Sistem Tata Surya dengan Tiga Bintang

- Editor

Rabu, 9 September 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sistem GW Orionis yang ada di arah rasi Orion menunjukkan meski tarikan gravitasi di antara bintang-bintang tersebut rumit, ada sistem keplanetan atau tata surya yang janggal.

KOMPAS/ESO/L. CALÇADA, EXETER/KRAUS ET AL.–Citra sistem tiga bintang GW Orionis yang diperoleh dengan teleskop ALMA dan instrumen SPHERE yang ada di Very Large Telescope milik Observatorium Selatan Eropa (ESO). Observasi terbaru menunjukkan sistem ini memiliki lapisan cincin yang tidak sejajar dan dugaan adanya planet di dalam cincin tersebut.

Sistem tata surya dengan tiga bintang di dalamnya sangat jarang ditemukan di semesta, apalagi ketiga bintang itu dikelilingi planet. Namun sistem GW Orionis yang ada di arah rasi Orion menunjukkan, meski tarikan gravitasi di antara bintang-bintang tersebut rumit, sistem keplanetan atau tata surya yang janggal itu ada.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

GW Orionis terletak di dekat bagian hidung Orion, rasi yang digambarkan sebagai seorang pemburu dengan gada di tangan kanan dan tameng di tangan kiri. Masyarakat Jawa mengenal rasi ini dengan sebutan Lintang Waluku karena kemunculannya pada awal malam di masa lalu jadi pertanda datangnya musim menanam padi.

Sistem tiga bintang GW Orionis ini berjarak 1.300 tahun cahaya dari Bumi. Sebanyak dua bintang di antaranya merupakan bintang ganda yang mengitari titik pusat massa di tengah-tengahnya, sedangkan satu bintang lainnya berputar mengitari kedua bintang tersebut pada jarak yang cukup jauh.

Ketiga bintang itu dikelilingi tiga lapis cincin debu terang membentuk bulatan-bulatan terang di langit, mirip dengan target sasaran pada olahraga panahan. Tampilan lingkaran oranye berlapis inilah yang lebih dulu diamati astronom sejak beberapa tahun lalu.
Namun, studi terbaru tentang lapisan cincin sistem GW Orionis yang dipublikasikan di jurnal Science, Kamis (3/9/2020), dan The Astrophysical Journal Letters pada 21 Mei 2020 menunjukkan lapisan cincin itu kemungkinan bukan sekadar debu, melainkan ada planet muda atau sedang berlangsung proses pembentukan planet di dalam cincin tersebut hingga mengganggu keseimbangan gravitasi di sistem tersebut.

Dugaan keberadaan planet di dalam lapisan cincin debu itu dipicu oleh gerak lapisan cincin bagian dalam yang berbeda dengan cincin bagian luar hingga mengganggu keseimbangan gravitasi sistem. Jika keberadaan planet hipotesis itu nantinya terkonfirmasi, dia akan menjadi eksoplanet (planet di luar Tata Surya) pertama yang diketahui mengelilingi tiga bintang sekaligus.

KOMPAS/ESO/EXETER/KRAUS ET AL., ALMA (ESO/NAOJ/NRAO)–Citra teleskop ALMA menunjukkan struktur lapisan tiga cincin yang mengelilingi sistem tiga bintang GW Orionis. Dengan instrumen SPHERE, astronom bisa melihat bayangan cincin bagian dalam yang posisi berbeda dengan cincin di bagian luar.

”Simulasi menunjukkan tarikan gravitasi dari tiga bintang saja tidak bisa menjelaskan ketidaksejajaran yang cukup besar dari lapisan cincin tersebut,” kata Nienke van der Marel, ahli astrofisika di Universitas Victoria, Kanada, yang terlibat dalam riset tersebut seperti dikutip dari Live Science, Jumat (4/9/2020).

Tak sejajar
Sebagai gambaran, lapisan cincin planet Saturnus terletak sejajar bidang orbit planetnya. Hal sama juga terjadi pada cincin planet lain. Demikian pula piringan materi sisa pembentukan planet yang mengelilingi bintang induk atau piringan materi yang memutari lubang hitam. Secara hukum fisika, piringan materi itu akan memutari benda induknya sejajar dengan bidang orbit benda tersebut.

Namun, yang terjadi pada tiga lapis cincin sistem GW Orionis itu tidak demikian. Dari tiga cincin yang memutari sistem tiga bintang tersebut, tidak ada satu pun dari cincin itu yang berputar sejajar dengan bidang orbit ketiga bintang induknya. Bahkan, cincin terdalam sistem ini posisinya hampir tegak lurus terhadap kedua cincin lain. Ketidaksejajaran dari posisi cincin yang mengitari ketiga bintang itulah yang menjadi awal dugaan adanya planet di dalamnya.

Dibandingkan sistem bintang ganda atau bintang tunggal, sistem bintang tripel memang lebih jarang ditemukan. Hal ini dimaklumi karena menggabungkan tarikan gravitasi dari tiga benda tidaklah mudah. Jika massa dan jarak bintang ketiga dari sistem dua bintang lainnya tidak tepat, bintang ketiga itu akan mudah terlepas dari sistem yang mengikatnya hingga menjadi bintang tunggal atau bintang yang mengembara di ruang antarbintang.

Sistem bintang yang paling umum ditemukan di alam semesta adalah sistem bintang ganda yang mengorbit pusat gravitasi atau pusat massa di antara keduanya. Sistem bintang ganda ini juga lebih umum dibandingkan dengan sistem bintang tunggal. Karena itu, Matahari kita diduga juga memiliki saudara kembar yang telah lama hilang atau tersembunyi jauh di pinggiran Tata Surya.

Selain itu, gabungan gaya gravitasi dari tiga bintang dari sebuah sistem bintang sering memunculkan efek aneh, seperti ketidaksejajaran ketiga cincin yang mengelilingi sistem GW Orionis. Kejanggalan ini ditemukan Van der Marel dan rekannya memakai teleskop Atacama Large Milimeter Aray (ALMA) di Chile.

Tim juga menemukan, cincin terluar dari sistem bintang ini berjarak 338 unit astronomi (jarak rata-rata Matahari-Bumi, yaitu 150 juta kilometer/AU). Material debu di cincin paling luar dari sistem GW Orionis itu mampu membentuk 245 planet mirip Bumi. Besarnya materi debu tersebut menjadikan cincin terluar di sistem GW Orionis sebagai piringan protoplanet terbesar yang diketahui manusia hingga kini.

KOMPAS/ALMA (ESO/NAOJ/NRAO), ESO/EXETER/KRAUS ET AL.–Citra sistem tiga bintang GW Orionis dengan bagian dalam sistem yang terlihat janggal. Jika lapisan cincin sebuah planet atau bintang umumnya sejajar dengan bidang edarnya, maka kondisi itu tak berlaku pada tiga lapisan cincin di GW Orionis. Citra sebelah kiri menunjukkan struktur lapisan cincin GW Orionis dengan cincin bagian dalam seperti terpisah dari cincin bagian luar, sedangkan citra sebelah kanan menunjukan bayangan cincin bagian dalam.

Sementara itu, dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Science, tim astronom lain memeriksa sistem GW Orionis tersebut menggunakan teleskop ALMA dan teleskop Very Large Telescope (VLT) milik Observatorium Selatan Eropa (ESO). Hasilnya, peneliti bisa menentukan ukuran dan bentuk cincin debu terkecil secara tepat menggunakan bayangan cincin bagian dalam yang menutupi cincin bagian luar. Tim juga bisa memetakan orbit ketiga bintang dalam sistem tersebut selama satu periode orbit atau sekitar 11 tahun.
”Pembuktian itu penting untuk memahami bagaimana bintang-bintang tersebut membentuk cakram,” kata peneliti lain dari Universitas Michigan, AS, John Monnier.

Kedua studi yang dilakukan dan dipublikasikan terpisah itu menunjukkan pergerakan tiga bintang dalam sistem GW Orionis itulah yang kemungkinan telah membelokkan lapisan cincin debu yang mengelilinginya melalui proses yang disebut ”efek sobekan cakram”. Tarikan gravitasi dari ketiga bintang berbeda itu membuat ketiga lapisan cincin debu yang mengelilingi sistem tampak terpisah-pisah, tidak sejajar.

Ini merupakan pertama kalinya piringan tidak sejajar yang memutari induknya dikaitkan secara meyakinkan dengan efek aneh yang ditimbulkannya. Namun, para peneliti juga membuka peluang bahwa bisa saja tarikan bintang tersebut tidak sepenuhnya menjelaskan perilaku aneh sistem tersebut.

Gerak cincin yang tidak sejajar itu juga bisa dipicu adanya planet yang terletak di antara cincin bagian dalam dan luar sistem. Planet ini belum ditemukan atau masih berupa hipotesis, tetapi potensinya tetap ada. ”Cincin bagian dalam ini berisi debu yang cukup untuk membentuk 30 Bumi. Padahal, materi dari satu planet saja sudah cukup untuk membentuk cincin (yang mengelilingi bintang),” kata Stefen Kraus, peneliti astrofisika dari Universitas Exeter, Inggris.

Kalaupun planet ini ada, sistem keplanetannya pun diyakini akan berbeda dengan sistem planet dengan tiga bintang yang lain. Eksoplanet ini akan mengorbit mengelilingi titik pusat massa dari sistem tiga bintang tersebut.

Kondisi inilah yang membedakan eksoplanet di sistem GW Orionis itu akan berbeda dengan eksoplanet lain, seperti LTT 1445Ab. Eksoplanet LTT 1445Ab ini mengorbit satu bintang terbesar yang menjadi bagian dalam sistem tiga bintang yang berjarak 22 tahun cahaya adari Bumi. Bukti untuk eksoplanet yang mengelilingi tiga bintang sekaligus sangat sedikit, namun dari pengalaman selama ini, eksoplanet bisa terbentuk di lingkungan yang unik dan belum diketahui sebelumnya.

Meski eksoplanet ini mengelilingi tiga bintang induknya sekaligus, akan sulit untuk bisa menyaksikan tiga Matahari tersebut dalam satu waktu dari permukaan planet itu. Dari pemodelan yang dibangun, eksoplanet yang mengellingi tiga bintang GW Orionis itu harus berjarak 46 unit astronomi dari bintang induknya. Itu posisi sangat jauh, bandingkan dengan Neptunus di Tata Surya kita yang jaraknya ke Matahari saja hanya 30 unit astronomi.

Jarak yang sangat jauh itu membuat lingkungan eksoplanet ini akan sangat tidak ramah. Bukan hanya sangat dingin, tarikan gravitasi liar dari bintang lain bisa saja menarik planet ini keluar dan terlepas dari sistem GW Orionis hingga menjadikannya obyek penjelah di galaksi.

Oleh MUCHAMAD ZAID WAHYUDI

Editor:EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 8 September 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB