Penyemaian bibit yang mengandung garam itu akan mengikat uap air di awan. Hal ini akan membuat awan makin tebal dan berat. Diperkirakan hujan akan turun sekitar 1-6 jam setelah penyemaian.
KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA–Awak pesawat C-130 Hercules memantau penyemaian bibit hujan, Senin (16/9/2019). Penyemaian bibit dilakukan di atas langit Pekanbaru, Riau
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, Senin (16/9/2019), mengerahkan pesawat angkut militer C-130 Hercules untuk merekayasa cuaca di atas Provinsi Riau dan sekitarnya. Langkah tersebut diambil sebagai salah satu upaya mendatangkan hujan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Pulau Sumatera.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pesawat diberangkatkan dari Pangkalan Udara (Lanud) TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin pagi. Pesawat mengangkut 8 ton garam (NaCl) yang dicampur dengan cabosil sebagai bibit penyemai hujan. Bibit penyemai dikemas dalam ratusan karung.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Fajar Adriyanto menerangkan, selain pesawat C-130 Hercules, TNI AU juga mengerahkan pesawat CASA C212 dari Skadron Udara 4 Pangkalan Udara TNI Abdul Rahman Saleh, Malang, Jawa Timur, dan pesawat CN-295 dari Skadron Udara 2 Pangkalan Udara TNI Halim Perdanakusuma, Jakarta.
–Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Fajar Adriyanto
Fajar menjelaskan, penyemaian bibit dibantu dua alat konsul. Konsul berfungsi untuk menampung dan menyebarkan bibit ketika pesawat sudah berada di atas gumpalan awan atau di ketinggian 7.000 hingga 8.000 kaki.
“Fungsinya (hujan) selain meredakan api juga untuk membasahi lahan sehingga kebakaran bisa dicegah,” ujar Fajar.
Penyemaian bibit yang mengandung garam itu akan mengikat uap air di awan. Hal ini akan membuat awan makin tebal dan berat. Diperkirakan hujan akan turun sekitar 1-6 jam setelah penyemaian.
Proses penyemaian mulai dilakukan ketika pesawat memasuki wilayah udara Kota Palembang, Sumatera Selatan, dan Provinsi Jambi. Kompas menyaksikan para kru pesawat mulai sibuk dan mempersiapkan penyemaian bibit hujan. Mereka berkoordinasi dengan pilot sembari memukul-mukul konsul agar garam mengalir keluar dari pesawat secara sempurna dan tak menggumpal.
Kali ini sebanyak 3 ton bibit penyemai disebarkan di awan. Bibit hujan disebarkan melalui ekor pesawat. Setelah 3 jam berkeliling mencari awan, pesawat mendarat di Pangkalan Udara TNI AU Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau. Di pangkalan udara ini jarak pandang masih berkisar 1.500 meter.
Flight scientist Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Faisal Sunarto mengatakan, evaluasi dilakukan setiap hari untuk menentukan titik awan. BPPT dan TNI AU juga bekerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Faisal menjelaskan, keberhasilan rekayasa cuaca ini amat bergantung pada kecepatan angin, kelembaban udara, dan radiasi matahari. Kecepatan angin mempengaruhi sebaran bibit hujan, sedangkan matahari diharapkan bersinar terik agar uap air lekas terkumpul di udara.
Sesuai data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Minggu (15/9/2019) terpantau ada 27 titik api kategori tinggi di Provinsi Riau. Adapun sebanyak 1.512 personel pemadam kebakaran lahan telah dikerahkan di Riau.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI–Tim gabungan TNI dan Manggala Agni mencoba memadamkan kebakaran lahan di Desa Sri Gemilang, Siak, Riau, pada akhir Juli 2019. Di angkasa terlihat sebuah helikopter membantu pemadaman dengan bom air. Kebakaran di lokasi itu berlangsung lebih dari dua minggu dan baru padam setelah hujan turun.
Sedikit awan
Upaya merekayasa cuaca menemui kendala karena jumlah awan di langit Pekanbaru tidak memadai. Kepala Seksi Operasional Skadron Udara 31 Mayor (Pnb) Candra Danangjaya menyampaikan, setelah berkeliling mencari awan untuk disemai dengan bibit hujan, pihaknya kesulitan menemukan awan tebal.
“Cuma ada sedikit awan. Awan relatif ada yang terpantau di sekitar selatan hingga timur langit Pekanbaru,” ucap Candra.
Oleh I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
Sumber: Kompas, 16 September 2019