Lelah menghadapi kebakaran yang hampir setiap tahun menghanguskan puluhan hektar kebun sawitnya, Sutrasno mencoba menanam nanas. Selain memberikan hasil panen yang bagus, ternyata tanaman nanas mampu mencegah kebakaran di lahan gambut. Sejak 2016, kebakaran pun tak pernah lagi melanda kebun sawit milik Sutrasno dan petani sawit lain di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI–Sutrasno menanam nanas di sela-sela kebun sawit di lahan gambut di di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Ternyata kebun nanas mampu mencegah kebakaran di lahan gambut.
Sutrasno menceritakan, para periode 2010-2015, kebakaran selalu terjadi di perkebunan sawit di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Kebakaran paling dahsyat terjadi pada musim kemarau tahun 2015. Berhektar-hektar kebun sawit milik warga yang ditanam di atas lahan gambut hangus terbakar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tidak hanya itu, kebakaran lahan juga memicu bencana lain, yakni kabut asap yang membekap Sumsel. Saat itu, Kecamatan Pedamaran menjadi salah satu penyumbang kabut asap yang besar selama musim kebakaran hutan di Sumsel tahun 2015. Presiden Joko Widodo datang ke sana untuk melihat sendiri seberapa parah kebakaran yang terjadi.
Di antara kebun sawit yang setiap tahun dilanda kebakaran adalah milik Sutrasno. Tidak terhitung lagi berapa kerugian yang ia derita akibat kebakaran tersebut. Ia lelah dengan kebakaran yang datang setiap tahun. Maka, ia mencoba menanam komoditas lain di sela-sela kebun sawitnya pada 2016. Ia memilih menanam nanas dengan pertimbangan tanaman itu cocok dibudidayakan di lahan gambut.
”Untuk tanam perdana, saya harus mengeluarkan dana Rp 40 juta-Rp 60 juta per hektar,” ujar Sutrasno yang juga masih aktif sebagai anggota TNI dengan pangkat sersan dua. Ia kini bertugas sebagai Bintara Pembina Desa di Desa Cinta Jaya, Tanjung Serang, dan Menang Raya.
Setelah 14 bulan, kebun nanas itu menghasilkan panen yang baik. ”Saya termasuk beruntung, pertama kali menanam nanas langsung menghasilkan,” katanya.
Yang lebih menggembirakan, ternyata sejak ditanami nanas, kebun sawitnya terbebas dari kebakaran. Belakangan ia mengetahui ternyata tanaman nanas mampu menjaga kelembaban lahan gambut.
”Daun tanaman nanas juga bisa mencegah penguapan akibat paparan sinar matahari langsung. Hal ini membuat lahan gambut masih tetap basah saat musim kemarau sehingga api kebakaran tidak mudah berkobar,” katanya.
Sejak saat itu, Sutrasno menanam lebih banyak tanaman nanas secara tumpang sari di kebun sawitnya seluas 8 hektar. Setiap 1 hektar lahan sawit, ia menanam sekitar 23.000 tanaman nanas. Hasilnya, empat tahun terakhir kebun sawitnya tidak pernah terbakar lagi.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI–Sebuah helikopeter jenis Super Puma milik APP Sinar Mas melakukan upaya bom air di lahan terbakar yang terletak di Desa Kayu Labu, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, (18/7/2018). Untuk mencegah kebakaran semacam ini, sejumlah petani sawit di lahan gambut menanami lahannya dengan tanaman nanas yang bisa menjaga kelembaban tanah.
Atasan Sutrasno, Komandan Kodim 0402 OKI/OI Letnan Kolonel (Inf) Riyandi, mendukung penuh gerakan menanam nanas untuk mencegah kebakaran di lahan gambut. Ia mendorong setiap petani yang memiliki lahan di atas lahan gambut untuk membudidayakan nanas. Ia juga melihat, ada potensi ekonomi yang besar dari budidaya nanas. ”Kita bisa menjadikan Pedamaran sebagai sentra nanas gambut di Sumatera Selatan,” katanya.
Ekonomi nanas
Langkah Sutrasno sudah diikuti tiga kelompok tani di tiga desa, yakni Desa Cinta Jaya, Tanjung Serang, dan Menang Raya. Satu kelompok tani berjumlah 80 orang. Secara total, saat ini ada 350 hektar kebun sawit di lahan gambut yang ditanami nanas. Sasaran mereka menanam sawit tidak sekadar mencegah kebakaran, tetapi juga menangguk rezeki tambahan dari budidaya nanas seperti yang dilakukan Sutrasno.
Ketika tanam perdana, Sutrasno perlu waktu 14 bulan untuk panen nanas. Untuk masa tanam selanjutnya, ia perlu waktu delapan bulan. ”Bahkan, kalau sudah lancar, dalam dua minggu pasti ada yang sudah berbuah,” ujarnya.
Saat panen perdana, ia mendapat laba Rp 7 juta-Rp 9 juta per hektar. Selanjutnya, setiap dua minggu sekali ia bisa panen lagi dengan keuntungan hingga Rp 400.000 per hektar. ”Sekarang harga sawit sedang anjlok, tetapi kami tidak khawatir karena harga nanas tatap baik,” katanya.
Harga nanas yang dia tanam beragam, mulai dari Rp 500 hingga Rp 4.000 per buah tergantung kualitas dan ukuran nanas. Keberhasilan Sutrasno itu menggaung ke sejumlah daerah. Beberapa petani dari Pulau Kalimantan dan Riau membeli bibit nanasnya dan menanamnya sebagai tanaman sela di ladang sawit. ”Selama dua tahun mereka meminta dikirimi bibit nanas. Saya yakin mereka sudah berhasil membudidayakan nanas.”
Kini, Sutrasno bergerak lebih jauh. November ini ia akan mengikuti pendidikan untuk mengemas nanas menjadi bahan olahan sehingga bisa dijual dalam bentuk barang jadi. ”Nanas ini bisa dijadikan makanan olahan, selai, atau lainnya,” ujarnya.
Sutrasno dan petani binaannya sangat serius menggarap nanas. Selain memberi rezeki tambahan, nanas ternyata mampu meredam kebakaran di lahan sawit mereka.
Sutrasno
Lahir: Magelang, 11 April 1975
Istri: Sri Rahayu
Anak: Mohammad Rohim, Mohammad Bagus, Mohammad Tri
Pekerjaan:
Anggota Kodim 0402 Ogan Komering Ilir
Petani
RHAMA PURNA JATI
Sumber: Kompas, 29 Oktober 2019