Standar Kompetensi Calon Dokter Dipertaruhkan

- Editor

Selasa, 3 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pola pendidikan kedokteran selama ini dinilai menghambat pencetakan calon dokter dan pemerataan dokter di Indonesia. Namun, perubahan pola pendidikan kedokteran dikhawatirkan menurunkan mutu calon dokter. Untuk itu, Rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran diharapkan memiliki pandangan holistik.

Terkait hal itu, Komite Bersama menyerahkan naskah akademik dan draf RUU 20/2013 kepada Badan Legislasi DPR, Senin (2/4/2018), di Jakarta. Komite Bersama itu terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI), dan Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI).

Beberapa poin di naskah akademik itu ialah, UU 20/2013 belum menjawab kebutuhan layanan kedokteran dan tuntutan globalisasi. Sementara Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) dinilai menghambat kelulusan calon dokter, dan biaya pendidikan kedokteran mahal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

NIKOLAUS HARBOWO–Koordinator Komite Bersama Prof Oetama Marsis (ketiga dari kiri) menyerahkan naskah akademik dan draf Rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran kepada Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas, Senin (2/4/2018), di ruang Badan Legislasi DPR, Senayan, Jakarta.

Namun, saat dihubungi secara terpisah, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Laksono Trisnantoro menilai, UU Pendidikan Kedokteran menjaga mutu pendidikan dokter. “Proses revisi UU Pendidikan Kedokteran diharapkan tak mengurangi syarat pelaksanaan pendidikan kedokteran,” kata mantan tenaga pendamping ahli penyusunan UU 20/2013 tahun 2011-2013.

Hal ini menjadi prinsip penegakan mutu sejak dini. Sebelum UU Pendidikan Kedokteran diterbitkan, universitas amat mudah menyelenggarakan pendidikan kedokteran. Sebuah universitas cukup melengkapi syarat sebagai Prodi Kedokteran yang bisa dilakukan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), serta Fakultas Kesehatan. Akibatnya, banyak Fakultas Kedokteran terakreditasi C atau tidak terakreditasi.

Wakil Dekan FK Universitas Indonesia Dwiana Ocviyanti menegaskan, kehadiran UKMPPD seharusnya bukan jadi alasan menghambat pencetakan calon dokter. Sejauh ini, UKMPPD penting untuk menjaga kualitas dokter sebelum terjun ke masyarakat. Apabila angka kelulusan kecil, itu merupakan tanggung jawab institusi pendidikan.

“Ini bukan sekadar meluluskan sarjana tetapi meluluskan orang dengan sejumlah kompetensi untuk menyelamatkan umat manusia,” ujar Ovy. Ia juga menekankan pentingnya menjaga seleksi calon mahasiswa kedokteran agar tetap adil, transparan, dan objektif.

Ini bukan sekadar meluluskan sarjana tetapi meluluskan orang dengan sejumlah kompetensi untuk menyelamatkan umat manusia

“Mahasiswa sedikit tidak masalah karena kami ingin yang terbaik. Kami bertanggung jawab pada nyawa manusia sehingga persiapan itu harus benar-benar matang,” katanya.

Pemerataan dokter
Sementara itu, Koordinator Komite Bersama Prof Oetama Marsis mengatakan, sistem pendidikan dokter saat ini belum menjamin pemerataan akses bagi warga kurang mampu. Padahal pada 2025 Indonesia butuh 306.000 dokter umum. Saat ini baru ada 117.000 dokter dokter umum.

“Untuk kebutuhan yang besar dan cepat, kita tidak mungkin menggunakan mekanisme pendidikan yang sekarang. Pasti tidak akan terkejar,” ujar Marsis yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PB IDI.

Untuk kebutuhan yang besar dan cepat, kita tidak mungkin menggunakan mekanisme pendidikan yang sekarang

Mengacu pada UU 20/2013, Marsis menyebut, pendidikan kedokteran bisa memakan waktu hingga 14 tahun sampai menjadi spesialis. Ia mengatakan, pendidikan spesialis yang bisa 4-6 tahun sebenarnya dapat dipersingkat hanya menjadi 3,5 tahun. “Kita belum ada roadmap pendidikan kedokteran Indonesia yang jelas, sehingga pendidikan spesialisasi masih panjang,” ungkapnya.

Di dalam draf RUU Perubahan 20/2013, pembukaan Fakultas Kedokteran (FK) baru di berbagai daerah juga didorong dalam rangka pemerataan kesempatan belajar dan pemerataan distribusi dokter. Menurut Marsis, pembiayaan pendidikan dokter juga belum ada standar kisaran standar sehingga dirasa belum berpihak pada masyarakat kurang mampu.

“Pada dua dekade terakhir telah terjadi peningkatan biaya pendidikan tinggi secara umum, khususnya perguruan tinggi negeri. Ini karena menurunnya subsidi pemerintah untuk membiayai pendidikan tinggi,” kata Marsis.

Ketua Divisi Pendidikan AIPKI Titi Safitri memaparkan, calon dokter selama ini terhambat UKMPPD. Mayoritas mahasiswa belum mendapatkan sertifikasi profesi dan kompetensi karena tidak lolos UKMPPD. Adapun tingkat kelulusan UKMPPD pada 2014 sebesar 67 persen dari 3.428 orang, pada 2015 sebesar 71 persen dari 9.618 orang, pada 2016 sebesar 71 persen dari 11.050, dan pada 2017 sebesar 73 persen dari 11.537 orang.

“Jadi untuk mereka bisa praktik butuh waktu panjang, karena uji kompetensi jadi syarat lulus. Ini bertentangan dengan Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) karena kelulusan adalah wewenang perguruan tinggi. UKMPPD seharusnya sebagai syarat untuk praktik bukan syarat lulus,” ujarnya.

NIKOLAUS HARBOWO–Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas memimpin rapat penyerahan naskah akademik dan draf Rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran kepada Badan Legislasi DPR, Senin (2/4/2018), di ruang Badan Legislasi DPR, Senayan, Jakarta.

Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas yang menerima Komite Bersama mengatakan, RUU Perubahan UU 20/2013 telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2018. Naskah akademik dan RUU yang telah disusun Komite Bersama akan ditinjau kembali oleh Baleg DPR.

“Naskah tersebut akan menjadi acuan dalam pembahasan RUU. Kami berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Kemenristekdikti bisa duduk bersama untuk mengambil langkah terbaik dalam UU pendidikan kedokteran,” ujarnya.–DD18

Sumber: Kompas, 3 April 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB