Perketat Pembinaan Fakultas Kedokteran

- Editor

Kamis, 26 September 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia mendesak pemerintah untuk memperketat kontrol dan pembinaan pendidikan calon dokter di fakultas kedokteran. Kontrol yang longgar disinyalir memicu adanya banyak dokter tidak berkualitas dan turut mempertinggi malapraktik.

Desakan itu mengemuka dalam diskusi di Sekretariat PB IDI di Jakarta, Selasa (24/9). Diskusi tersebut berangkat dari keprihatinan terkait merosotnya kualitas dokter. Saat ini ada 2.568 lulusan sejumlah fakultas kedokteran yang beberapa kali tidak lulus Uji Kompetensi Dokter Indonesia.

Ketua Umum IDI Zaenal Abidin menyatakan, tingginya angka ketidaklulusan itu menunjukkan ada persoalan di hulu, yakni penyelenggaraan pendidikan calon dokter. Jika tidak diatasi, akan berimplikasi buruk terhadap layanan ke masyarakat, khususnya pada era Jaminan Kesehatan Nasional.

IDI mempersoalkan adanya fakultas kedokteran di daerah yang merekrut mahasiswa banyak tanpa memperhatikan kualitas calon mahasiswa, daya tampung, fasilitas, dan tenaga pengajar. Ada fakultas kedokteran yang menerima 600 mahasiswa per tahun, padahal dosennya hanya 100 orang. Bahkan, ada mahasiswa dari jurusan IPS.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Pemerintah harus mulai mengontrol ketat. Perekrutan (mahasiswa) harus jelas, proses pendidikan baik, sarana prasarana seperti rumah sakit pendidikan wajib dipenuhi, dan tenaga dosen harus mencukupi,” ujarnya.

Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI Wilayah Jakarta Anwari mengungkapkan, selama 2004-2013 tercatat 212 kasus malapraktik yang diadukan ke pihaknya. Dari jumlah itu, 60 persen dilakukan dokter umum.

Ujian negara
Anwari mengusulkan dihidupkan kembali ujian negara untuk mahasiswa fakultas kedokteran seperti era 1970-1980-an. ”Jika mahasiswa berkali-kali tak lulus ujian, ia diarahkan pindah fakultas atau jurusan,” ujar Anwari.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Prof M Tajuddin menekankan pentingnya koordinasi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Kesehatan terkait pendidikan dokter. ”Pendidikan dokter bukan hanya di gedung kampus, melainkan juga di rumah sakit pendidikan. Namun, biaya pakai rumah sakit tidak gratis dan cukup mahal. Tidak bisa jika calon dokter tak berpraktik,” ujarnya.

Terkait hal itu, menurut Dharmayuwati Pane, pengamat pendidikan dari International Studies Centre, pemerintah perlu menyubsidi penyediaan sarana dan prasarana pendidikan kedokteran, baik di fakultas kedokteran negeri maupun swasta. Hal itu pernah ia usulkan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran (kini UU Nomor 20 Tahun 2013).

”Pemerintah tak boleh abaikan hal itu sebab dokter adalah profesi penting. Di luar negeri, fasilitas fakultas kedokteran disediakan pemerintah. Jika itu dilakukan, fakultas kedokteran bisa menjadi pusat penelitian, bukan hanya pengajaran,” ujar Pane.

Terlepas dari persoalan subsidi, Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia Prof Errol Hutagulung meyakini, UU Pendidikan Kedokteran bisa mendorong upaya perbaikan kualitas calon dokter asalkan dilaksanakan secara konsekuen dan tegas.
(jon)

Sumber: Kompas, 24 September 2013

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 13 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB