Sensor Magnetik pada Hewan Ditemukan

- Editor

Minggu, 21 Juni 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kemampuan hewan mengenali arah ditemukan pada cacing Caenorhabditis elegans berupa sensor magnetik ukuran nano di ujung saraf otak. Menurut temuan itu, yang dimuat di jurnal eLife dan dikutip Rabu (17/6), ada dugaan molekul-molekul sama dipakai hewan kecil seperti kupu-kupu dan burung untuk menentukan arah migrasi.
Selama ini para peneliti tahu sentral sistem saraf responsif di medan magnet Bumi, tetapi belum ditemukan di sel mana sensor magnetik berada. Percobaan laboratorium menunjukkan, semua cacing bergerak turun saat tabung diisi gelatin. Namun, saat cacing dari sejumlah wilayah, Hawaii, Inggris, atau Australia, tak semua cacing bergerak turun. Menurut Jon Pierce-Shimomura, profesor asisten dari ilmu saraf di College of Natural Sciences University of Texas di Austin, AS, mereka bergerak ke arah yang biasanya “arah turun” di tempat asal mereka. Tahun 2012, peneliti dari Baylor College of Medicine menemukan sel burung perkutut mengolah informasi dari medan magnet. (SCIENCEDAILY/ISW)
——-
Kimia Darah Bisa Prediksi Penurunan Fungsi Otak

Analisis terhadap 1.129 jenis protein pada 200 orang kembar menunjukkan kandungan kimia darah bisa mendeteksi penurunan fungsi otak yang memicu penyakit otak, seperti alzheimer dan demensia. Mereka yang fungsi otaknya menurun cenderung punya kadar protein MAPKAPK5 lebih rendah pada darahnya. Institut Penuaan Nasional Departemen Kesehatan dan Bantuan Kemanusiaan Amerika Serikat menyebut demensia sebagai gangguan otak yang berdampak pada komunikasi dan aktivitas harian, sedangkan alzheimer ialah bentuk demensia yang berakibat pada bagian otak pengendali proses berpikir, memori, dan bahasa. Meski pada 2050 diperkirakan ada 135 juta penderita demensia, belum ada obat untuk mengatasinya. Penurunan fungsi otak biasanya terjadi lebih dari 10 tahun sebelum kehilangan memori, kebingungan, dan perubahan kepribadian. “Jika sulit membalikkan kerusakan otak selama 20 tahun, pengobatan di tahap awal penurunan fungsi otak diharapkan mencegah alzheimer dan demensia,” kata anggota Konsil Riset Kedokteran di King’s College London Inggris, Steven Kiddle, Selasa (16/6). Tes darah membantu mengidentifikasi penurunan fungsi otak meski sulit memastikan pasien akan kena alzheimer atau demensia. (BBC/MZW)
————————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Juni 2015, di halaman 14 dengan judul “Sensor Magnetik pada Hewan Ditemukan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 81 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB