Sarjana Pendidikan Melimpah

- Editor

Kamis, 25 Januari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Guru kelas jauh SDN 4 Mulyasejati Kabupaten Karawang, Atim Suryadi (35) tengah mengendarai sepeda motor menuju sekolah tempatnya mengajar di Dusun Sukamulya, Desa Mulyasejati, Kecamatan Ciampel, Karawang, Senin (17/7).

Kompas/Benediktus Krisna Yogatama (BKY)
17-07-2017

sosok

Guru kelas jauh SDN 4 Mulyasejati Kabupaten Karawang, Atim Suryadi (35) tengah mengendarai sepeda motor menuju sekolah tempatnya mengajar di Dusun Sukamulya, Desa Mulyasejati, Kecamatan Ciampel, Karawang, Senin (17/7). Kompas/Benediktus Krisna Yogatama (BKY) 17-07-2017 sosok

Jangan sampai lulusan perguruan tinggi tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jika itu terjadi, jumlah penganggur terdidik terus membengkak.

Pemetaan sumber daya manusia mulai dilakukan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Salah satu hasilnya menunjukkan bahwa ketersediaan SDM di bidang pendidikan di tingkat sarjana melampaui kebutuhan.

Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek dan Dikti) Ali Ghufron Mukti, di Medan, Kamis (18/1), mengatakan, pemetaan sumber daya manusia (SDM) kian penting. Apalagi di era revolusi industri 4.0 yang kian membutuhkan tenaga kerja yang andal. Jangan sampai produksi lulusan perguruan tinggi tidak sesuai dengan kebutuhan yang berdampak pada lahirnya penganggur terdidik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ghufron dalam rapat kerja nasional Kemristek dan Dikti tahun 2018 mengatakan, dari Rencana Induk Pengembangan Sumber Daya Iptek Dikti Sektor Pendidikan 2016-2024, terlihat lulusan sarjana pendidikan dari perguruan tinggi negeri dan swasta sudah melampaui kebutuhan perekrutan guru secara nasional.

Pada 2016 terdata 254.669 sarjana pendidikan. Mereka ini tidak bisa langsung menjadi guru karena ada ketentuan harus mengikuti pendidikan profesi guru (PPG). Adapun jumlah sarjana yang ikut pendidikan profesi guru pada tahun yang sama mencapai 2.309 orang.

Padahal, kebutuhan tenaga guru pada tahun 2017 sekitar 27.000 orang. Bahkan, pada 2014, kebutuhan tenaga guru sekitar 126.000 orang.

”Dari Rencana Induk Pengembangan SDM yang kami rancang, terlihat ada SDM yang produksinya berlebih, ada juga yang kurang. Ada pula yang kemampuannya di bawah, ada juga yang melampaui. Rencana induk ini bisa menjadi panduan untuk pembenahan dalam menata program studi di perguruan tinggi,” ujar Ghufron.

Pada Pangkalan Data Pendidikan terdaftar 5.579 program pendidikan. Jumlah mahasiswa sekitar 1,186 juta orang.

Ghufron mengatakan, dari hasil uji kompetensi guru berdasarkan almamater, terlihat guru lulusan dari perguruan tinggi umum memiliki nilai yang lebih baik dari yang lulusan lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Karena itu, revitalisasi LPTK negeri dan swasta harus dilakukan.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir, beberapa waktu lalu, telah mengumpulkan pimpinan LPTK untuk mendapatkan masukan mengenai kondisi lulusan calon guru. Para sarjana pendidikan tidak semua bisa terserap menjadi guru. Karena itu, ada rencana agar sarjana pendidikan punya dua gelar sarjana.

Gelar ganda
Ketua Asosiasi Rektor LPTK Negeri se-Indonesia Syawal Gultom mengatakan, LPTK mengajukan soal gelar ganda bagi sarjana pendidikan. Sebagai contoh, lulusan S-1 pendidikan matematika, selain sebagai sarjana pendidikan, mestinya juga sarjana matematika.

”Gelar ganda untuk sarjana pendidikan sedang dirancang. Ada konsekuensi penambahan satuan kredit semester atau SKS. Tujuannya, selain untuk penguatan keilmuan juga untuk memberikan kesempatan kerja yang lebih luas. Dengan demikian, mereka tidak hanya mengandalkan peluang kerja sebagai guru yang jumlahnya terbatas dan seleksinya ketat,” kata Syawal, yang juga Rektor Universitas Negeri Medan.

Menurut Syawal, mahasiswa LPTK saat ini dinilai lemah dalam penguasaan ilmu di bidangnya karena lebih fokus untuk memperkuat pedagogi. Padahal, antara penguasaan bidang ilmu yang diampu dan pedagogi hendaknya selaras. (ELN)

Sumber: Kompas, 19 Januari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB