Populasi Bekantan Terancam Punah

- Editor

Kamis, 7 Desember 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Seekor bekantan bertengger di rerimbunan bakau di Mangrove Center Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (1/9) petang. Menikmati hamparan bakau dan ulah bekantan di sore hari, sembari menyusur Sungai Somber, menjadi aktivitas menarik di Mangrove Center. 

Kompas/Lukas Adi Prasetya (PRA)
01-09-2014

Seekor bekantan bertengger di rerimbunan bakau di Mangrove Center Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (1/9) petang. Menikmati hamparan bakau dan ulah bekantan di sore hari, sembari menyusur Sungai Somber, menjadi aktivitas menarik di Mangrove Center. Kompas/Lukas Adi Prasetya (PRA) 01-09-2014

Populasi satwa bekantan terancam punah. Perburuan liar, kerusakan dan konversi habitat, serta kebakaran hutan menjadi penyebab utamanya. Untuk itu, berbagai sektor kepentingan didesak agar segera melakukan perlindungan.

Bekantan (Nasalis larvatus) merupakan jenis primata endemik di Kalimantan. Habitatnya berada di ekosistem tepi sungai, terutama di muara sungai atau 60-300 kilometer ke arah pedalaman. Satwa ini memiliki hidung khas dan memanjang dengan bulu berwarna coklat kemerahan serta perut buncit.

Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor Hadi S Alikodra, saat ini populasi bekantan dalam kondisi darurat. Tahun 2015, bekantan yang hidup di area konservasi hanya 2.500 ekor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Penyebaran bekantan di tiap subhabitat harus segera didata. Lalu perlu rehabilitasi habitat di lokasi yang sesuai,” kata Hadi pada bedah buku “Bekantan: Perjuangan Melawan Kepunahan”, Selasa (5/12), di Jakarta.

Menurut data Population and Habitat Viability Analysis 2004, ada 25.000 individu bekantan. Diperkirakan, tahun 2024 populasi bekantan turun sampai 90 persen karena konversi habitat.

Diperkirakan, tahun 2024 populasi bekantan turun sampai 90 persen karena konversi habitat.

Seekor bekantan bertengger di rerimbunan bakau di Mangrove Center Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (1/9) petang. Menikmati hamparan bakau dan ulah bekantan di sore hari, sembari menyusur Sungai Somber, menjadi aktivitas menarik di Mangrove Center.
Kompas/Lukas Adi Prasetya (PRA)

KOMPAS/LUKAS ADI PRASETYA–Seekor bekantan bertengger di rerimbunan bakau di Mangrove Center Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (1/9/2014) petang.

Menurut Wildlife Conservation Specialist World Wildlife Fund Indonesia, Chairul Saleh, perlu kolaborasi semua pihak untuk menyelamatkan bekantan. Pemerintah daerah bisa memasukkan bekantan pada perencanaan pembangunan dan tata ruang. “Perburuan dan konversi lahan menekan populasi bekantan 3,1 persen per tahun,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Abdurahman, warga Desa Pematang Gadung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mengatakan, di Kubu Raya, Kalbar, marak terjadi perburuan bekantan. Setiap pekan, pemburu bisa mendapat 10 ekor bekantan untuk dikonsumsi atau dijadikan umpan memancing labi-labi atau kura-kura berpunggung lunak yang juga sering diburu secara ilegal.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno menegaskan, pihaknya akan bertindak mengatasi ancaman kepunahan bekantan. Selain soal konversi habitat, perburuan liar juga menjadi perhatian serius.

“Awal tahun depan, kami akan survei ke area sebaran bekantan di Kalimantan. Nantinya, hutan di luar area konservasi jadi lokasi ekowisata dan riset agar warga mendapat manfaat ekonomi dari pelestarian bekantan. (DD04)

Sumber: Kompas, 7 Desember 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB