Perubahan perilaku bekantan yang mulai bergerak di atas permukaan tanah, bahkan terpantau di areal sawit, hutan tanaman industri, hingga reklamasi tambang, mengagetkan dan mencemaskan. Bekantan seharusnya di atas pohon dan itu pun di habitatnya, yaitu kawasan bakau dan tepian sungai.
Jika bergerak di atas permukaan tanah, bekantan (Nasalis larvatus) akan mudah dimangsa satwa lain, seperti ular piton dan macan dahan. Habitat satwa endemis Kalimantan ini dipastikan sudah banyak yang rusak dan berarti pula sumber pakannya berkurang. Kestabilan kelompok bekantan pun terganggu.
Hal tersebut disampaikan Yaya Rayadin, koordinator peneliti tim Ecology and Conservation Center for Tropical Studies (Ecositrop) yang juga dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Kamis (23/11), di Samarinda. Yaya memaparkan hasil penelitian timnya yang dilakukan pada 2013-2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Yaya memasang sejumlah kamera jebak (camera trap) di beberapa kawasan hutan di Kaltim, seperti sekitar Sungai Kendilo (Kabupaten Paser); Sungai Sangatta, Sei Senyiur, dan Sungai Telen (Kutai Timur); serta Sungai Santan (Kutai Timur dan Kutai Kartanegara).
Timnya, kata Yahya, sebenarnya tidak khusus meneliti bekantan karena utamanya adalah meneliti mamalia yang bergerak di atas permukaan tanah (terestrial). “Di beberapa lokasi kamera, kami banyak merekam dan memotret beberapa grup bekantan yang bergerak di atas tanah. Habitatnya sudah banyak yang rusak, antartajuk pohon sudah tak saling menyambung. Pakan tak cukup tersedia, bekantan mengubah perilakunya,” kata Yaya.
Bekantan semestinya bergerak di atas tajuk pohon (arboreal). Ketika bekantan malah ditemukan di lokasi penelitian yang adalah kebun sawit, hutan tanaman industri (HTI), dan kawasan reklamasi tambang, berarti ada yang dimakan.
“Terutama di HTI dan reklamasi tambang, bekantan memakan pucuk-pucuk pohon sengon. Selama ini, kami, peneliti, mengenal bekantan hanya hidup di atas pohon dan sangat bergantung pada buah dan daun muda dari vegetasi kawasan bakau dan rivarian (tepi sungai)” ujar Yaya.
Bekantan sangat sulit hidup atau dipelihara di luar habitatnya. Kondisi ini berbeda dibandingkan dengan orangutan dan primata lain yang masih bisa memakan buah-buahan. Di dunia, sebaran bekantan hanya ada di Kalimantan dan diperkirakan saat ini hanya 15.000-20.000 ekor.
Ketua Mangrove Center Balikpapan Agus Bei berkali-kali juga menyebut kekhawatirannya bahwa bekantan akan punah. Mangrove Center Balikpapan adalah kawasan bakau primer yang juga habitat bekantan. Namun, kawasan ini bersebelahan dengan kawasan industri.
“Satu demi satu pohon bakau akan habis, lebih cepat dari upaya penanaman yang banyak unsur seremonialnya. Bekantan satwa pemalu yang cenderung menyingkir jika bakau habitatnya hidup dirusak. Intinya, jangan membabat bakau jika masih ingin ada bekantan,” kata Agus.(PRA)
Sumber: Kompas, 24 November 2017