Petir Menewaskan Piki

- Editor

Senin, 29 November 2010

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sambaran petir kembali menelan korban jiwa. Piki Hartono (16), warga Pulokambing, Jatinegara, Jakarta Timur, Sabtu (27/11), tewas tersambar petir saat memakai telepon seluler. Sebelumnya, Effendi (30) tewas tersambar petir ketika sedang berjalan sambil menelepon.

Piki tewas tersambar petir saat sedang asyik bermain telepon seluler di rumahnya di daerah Pulo Kambing RT 008 RW 02 Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur, Sabtu (27/11) sore.

Saat kejadian, Piki sedang tiduran di kamarnya sambil bermain telepon seluler. Telepon genggam Piki pun tersambung ke stop kontak listrik untuk mengisi ulang baterai. Ketika itu hujan deras disertai petir turun di wilayah Jakarta Timur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Petir yang menyambar Piki juga membuat aliran listrik di rumahnya padam. Keluarga Piki panik melihat Piki kaku tidak sadarkan diri. Dia meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.

Peristiwa tewasnya Effendi, warga Kemanggisan, Jakarta Barat, di tepi Jalan Cileduk Raya, Petukangan Selatan, RT 1 RW 3 Jakarta Selatan, Kamis (18/11), membuat warga yang melihat kejadian itu kaget. Para pengojek yang biasa mangkal di sekitar tempat kejadian menyatakan, sebelumnya turun hujan lebat dengan petir bersahut-sahutan menggelegar.

”Tahu-tahu ada petir menyambar orang itu. Dia jalan sambil menelepon dari HP-nya,” kata Nano, seorang pengojek. Korban yang berada di dekat Kafe Malioboro di sisi jalan raya langsung terjatuh tidak sadarkan diri.

Warga membawa Effendi ke Klinik Petukangan, kira-kira 100 meter dari tempat kejadian. Dokter di klinik itu menyatakan korban sudah meninggal.

Berkaitan dengan dua kejadian itu, Iwa Gurniwa, pengamat kelistrikan dari Universitas Indonesia, dan Edy Iskanto dari Penelitian dan Pengembangan PT Perusahaan Listrik Negara, mengakui belum berani menyebut bahwa antara sambaran petir dan pemakaian telepon seluler memiliki hubungan langsung.

”Kalau dikatakan korban tersambar petir karena menelepon dari telepon selulernya, saya tidak berani memastikan sebab petir itu belum tentu pasti. Kalau benar, itu sesuatu yang baru. Kalau mau, polisi bisa mengajak saya melihat ke tempat kejadian,” tutur Iwa, semalam.

Media pengalir listrik

Sementara Edy Iskanto menyatakan, setiap telepon seluler memiliki antena walau kecil. Namun, jika antena itu tersambar petir, sebetulnya tak terlalu berbahaya.

”Kalau ada orang memakai telepon seluler lalu tersambar petir, bisa saja dia terjatuh. Akan tetapi, bukan petir yang menyebabkan meninggal dunia, melainkan jatuh lalu luka parah di kepala, misalnya,” ungkap Edy yang pernah meneliti tentang petir dengan ahli dari Jepang.

Iwa menambahkan, dapat saja korban tersambar petir secara tidak langsung, tetapi lewat media lain, misalnya pohon. Jika ada orang berlindung di bawah pohon saat ada petir, dia bisa tersambar.

Keduanya menyarankan agar ketika hujan tidak berlindung di bawah pohon dan jangan berada di ruang terbuka.

”Petir menyambar daerah-daerah yang memiliki ketinggian dan runcing serta memiliki muatan positif yang cenderung tinggi,” ujar Iwa yang mendalami soal petir.

Bahkan, di dalam rumah, sebaiknya segera mematikan televisi, komputer, dan mencabut hubungan peralatan listrik dari stop kontak. Menurut Edy, telepon rumah juga berpotensi mengalirkan tenaga listrik sehingga lebih baik tidak menggunakannya ketika ada petir. Saat hujan, pemakaian telepon seluler juga jangan di luar ruangan. (TRI/ARN)

Sumber: Kompas, Senin, 29 November 2010 | 03:26 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB