Dosen ITB Ciptakan Alat Deteksi Dini Petir

- Editor

Jumat, 13 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Syarif Hidayat seorang dosen ITB membuat alat pendeteksi peringatan dini petir yang disebut early warning lighting detection.

Syarif melihat energi yang dilepaskan petir sangatlah tinggi. Bahkan kekuatanya bisa melebihi pusat pembangkit listrik di Amerika, sehingga petir cukup berpotensi menimbulkan bencana.

Kondisi itu yang mendoronnya untuk melakukan riset dan membuat inovasi alat deteksi peringatan dini petir. “Setidaknya Indonesia memiliki pakar ahli petir, karena kerapatan petir Indonesia tertinggi sampai 24 sambaran per kilometer persegi per tahun. Di daerah Bogoro, artinya 10 kali lipat lebih banyak dibandingkan Jepang. Sedangkan di Bandung sekitar 12 sambaran per kilometer persegi per tahun,” kata Syarif, dalam rilis seperti yang dilansir dari detik.com, Kamis (12/4/2018).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Syarif menjelaskan, sistem kerja early warning lighting detection itu terdiri dari dua bagian utama, yakni sensor dan prosesor. Sensor dengan diameter 20 cm dan tinggi 15 cm, diletakan di atas tiang dengan minimal ketinggian satu meter dengan jarak tiga kali dari ketinggian bangunan terdekat. Sementara prosesor dari alat pendeteksi dengan sensor melalui kabel data dan diberi daya sebesar 10 watt.

Prinsip kerja dari alat ini alah mendeteksi aktivitas medan elektrostatik di awan dengan radius dua kilometer. Berdasarkan prinsip itu,sebuah perangkat yang disebut electrik field mill monitor bisa memberikan prediksi mengenai sejauh mana aktivitas pemisahan muatan tersebut terjadi sehingga dapat memberikan peringatan dini sebelum petir benar-benar terjadi.

Dia melanjutkan, ada empat tahapan peringatan dini yang diberikan. Pertama ketika sudah terdeteki adanya aktivitas pemisahan muatan di awan, yang artinya mulai waspada akan potensi terjadinya petir. Kedua diberikan ketika mulai terjadi pelepasan muatan sebelum petir turun ke bumi.

Syarif Hidayat, Dosen ITB. (Foto: Istimewa)

Selanjutnya, di tahap ketiga ketika petir sudah turun ke bumi dan tahap terakhir ketika sudah tidak terjadi aktivitas baik pemisahan maupun lepasnya muatan pada awan, sehingga masyarakat bisa melakukan kegiatannya kembali.

“Daerah yang cocok untuk early warning lighting detection adalah daerah-daerah tempat dilaksanakan kegiatan outdoor seperti lapangan golf, pertambangan, pertanian, tempat rekreasi dan lain-lain yang merupakan daerah terbuka,” katanya.

Dia menambahkan, saat ini early warning lighting detection sedang dalam proses mendapatkan hak paten dan satu lagi perangkat lunak assesment bahaya petir juga sedang dalam proses mendapatkan hak cipta. (net/hp)

Sumber: fajarSumatera, 12/04/2018
—————————
Dosen ITB Ciptakan Peringatan Dini Petir Canggih

Dosen sekaligus Lektor kepala di Kelompok Keahlian Teknik Ketenagalistrikan Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB) Syarif Hidayat berhasil menciptakan inovasi alat pendeteksi peringatan dini petir atau Early Warning Lighting Detection.

Idel awal tercetusnya alat canggih ini karena keprihatinannya dengan Indonesia dengan tingkat kejadian petir yang sangat tinggi.

“Sebagai negara tropis, petir yang terjadi di Indonesia cukuo tinggi,” ucapnya di Bandung, Jumat (13/4).

Menurut Syarif, energi yang dilepaskan petir melebihi pusat. Pembangkit listrik di USA.

“Jadi bisa kita bayangkan bencana bisa saja terjadi akibat sambarang petir,” lanjutnya.

Menurutnya Indonesia sudah harus memiliki pakar petir.

“Kerapatan petir di Indonesia tertinggi sampai 24 sambaran per kilometer persegi tiap tahun yang artinya intensitas terjadinya petir di Bogor 10 kali lipat lebih banyak dibanding Jepang.

Early Warning Lighting Detection terdiri dari dua bagian penting seperti sensor dan prosesor. Sensor dengan diameter 20 senti meter (cm) dan tinggi 15 cm, diletakkan di atas tiang setinggi satu meter dengan jarak minimal 3 kali dari ketinggian bangunan yang berada di dekatnya.

Syarif menjelaskan prosesor alat pendeteksi petir ini terhubung oleh jaringan komputer yang sebelumnya dihubungkan melalui kabel data yang telah diberi daya 10 watt.

“Jadi prinsip kerja alat ini mendeteksi aktivitas medan elektrostatik di awan dengan radius dua kilometer,” paparnya.

Daerah yang cocok menggunakan Early Warning Lighting Detection seperti lapangan golf, daerah pertambangan, pertanian, tempat wisata atau tempat berada di area terbuka.

Atas hasil ciptaannya tersebut, Early Warning Lightning Detection tengah dalam proses mendapatkan hak cipta. [kw]

By Astri Sofyanti

Sumber: Trubus. Id, 13 Apr 2018
——————
Dosen ITB Berhasil Ciptakan Alat Deteksi Dini Petir

Indonesia merupakan negara tropis dengan potensi terjadinya petir sangat tinggi. Kondisi itu mendorong Syarif Hidayat seorang dosen ITB untuk membuat alat pendeteksi peringatan dini petir yang disebut early warning lighting detection.

Syarif melihat energi yang dilepaskan petir sangatlah tinggi. Bahkan kekuatanya bisa melebihi pusat pembangkit listrik di Amerika, sehingga petir cukup berpotensi menimbulkan bencana.

Kondisi itu yang mendoronnya untuk melakukan riset dan membuat inovasi alat deteksi peringatan dini petir. “Setidaknya Indonesia memiliki pakar ahli petir, karena kerapatan petir Indonesia tertinggi sampai 24 sambaran per kilometer persegi per tahun. Di daerah Bogoro, artinya 10 kali lipat lebih banyak dibandingkan Jepang. Sedangkan di Bandung sekitar 12 sambaran per kilometer persegi per tahun,” kata Syarif, dalam rilis yang diterima, Kamis (12/4/2018).

Syarif menjelaskan, sistem kerja early warning lighting detection itu terdiri dari dua bagian utama, yakni sensor dan prosesor. Sensor dengan diameter 20 cm dan tinggi 15 cm, diletakan di atas tiang dengan minimal ketinggian satu meter dengan jarak tiga kali dari ketinggian bangunan terdekat. Sementara prosesor dari alat pendeteksi dengan sensor melalui kabel data dan diberi daya sebesar 10 watt.

Prinsip kerja dari alat ini alah mendeteksi aktivitas medan elektrostatik di awan dengan radius dua kilometer. Berdasarkan prinsip itu,sebuah perangkat yang disebut electrik field mill monitor bisa memberikan prediksi mengenai sejauh mana aktivitas pemisahan muatan tersebut terjadi sehingga dapat memberikan peringatan dini sebelum petir benar-benar terjadi.

Dia melanjutkan, ada empat tahapan peringatan dini yang diberikan. Pertama ketika sudah terdeteki adanya aktivitas pemisahan muatan di awan, yang artinya mulai waspada akan potensi terjadinya petir. Kedua diberikan ketika mulai terjadi pelepasan muatan sebelum petir turun ke bumi.

Selanjutnya, di tahap ketiga ketika petir sudah turun ke bumi dan tahap terakhir ketika sudah tidak terjadi aktivitas baik pemisahan maupun lepasnya muatan pada awan, sehingga masyarakat bisa melakukan kegiatannya kembali.

“Daerah yang cocok untuk early warning lighting detection adalah daerah-daerah tempat dilaksanakan kegiatan outdoor seperti lapangan golf, pertambangan, pertanian, tempat rekreasi dan lain-lain yang merupakan daerah terbuka,” katanya.

Dia menambahkan, saat ini early warning lighting detection sedang dalam proses mendapatkan hak paten dan satu lagi perangkat lunak assesment bahaya petir juga sedang dalam proses mendapatkan hak cipta.(avi/avi)

Mochamad Solehudin –

Sumber: detikNews, Kamis 12 April 2018
—————–
Dosen ITB Ciptakan Pendeteksi Peringatan Dini Petir

LEKTOR kepala di Kelompok Keahlian Teknik Ketenagalistrikan Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Ir Syarif Hidayat melakukan riset dan membuat inovasi alat deteksi peringatan dini petir yang disebut Early Warning Lighting Detection.

Dr Syarif Hidayat di Bandung, Kamis, mengatakan ide pembuatan alat pendeteksi petir ini berawal dari keprihatinannya dan pendapatnya bahwa kekuatan sebuah bangsa seharusnya berawal dari penderitaan bangsa itu sendiri.

“Tidak dapat dipungkiri, Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan tingkat kejadian petir yang cukup tinggi. Energi yang dilepaskan petir bahkan melebihi pusat pembangkit listrik di Amerika, sehingga dapat dibayangkan bencana yang mungkin saja terjadi akibat sambaran petir,” katanya.

Dirinya mencontohkan negara Jepang yang terkenal dengan daerah rawan gempa, telah memiliki banyak infrastruktur bangunan tahan gempa. Kemudian Belanda, dicontohkannya banyak memiliki bendungan karena keterbatasan lahan dan letak negaranya yang rata-rata berada di bawah permukaan air laut.

“Begitu pula dengan kita, setidaknya bangsa Indonesia juga memiliki pakar ahli petir, karena kerapatan petir di Indonesia tertinggi sampai 24 sambaran per kilometer persegi per tahun. Itu di daerah Bogor, artinya 10 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan Jepang, dan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan Florida, Amerika. Sedangkan di Bandung, sekitar 12 sambaran per kilometer persegi per tahun,” ujarnya.

Early Warning Lighting Detection terdiri dari dua bagian utama, yaitu sensor dan prosesor. Sensor dengan diameter 20 cm dan tinggi 15 cm, diletakkan di atas tiang dengan minimal ketinggian satu meter dengan jarak minimal 3 kali dari ketinggian bangunan terdekatnya.

Sedangkan prosesor dari alat pendeteksi petir ini berupa personal komputer yang dihubungkan dengan sensor melalui kabel data dan diberi daya sebesar 10 watt.

Prinsip kerja dari alat ini adalah mendeteksi aktivitas medan elektrostatik di awan dengan radius dua kilometer. Berdasarkan prinsip tersebut, sebuah perangkat yang disebut electric field mill monitor, dapat memberikan prediksi mengenai sejauh mana aktivitas pemisahan muatan tersebut terjadi, sehingga dapat memberikan peringatan dini sebelum petir benar-benar terjadi.

Terdapat empat tahapan peringatan yang dapat diberikan oleh Early Warning Lighting Detection. Tahapan pertama ketika sudah terdeteksi adanya aktivitas pemisahan muatan di awan, yang artinya mulai waspada akan potensi terjadinya petir.

Kemudian tahap kedua, diberikan ketika mulai terjadi pelepasan muatan sebelum petir turun ke bumi. Selanjutnya di tahap ketiga, terakhir, ketika petir sudah turun ke bumi.

Tahap terakhir itu diberikan ketika sudah tidak terjadi aktivitas baik pemisahan maupun lepasnya muatan pada awan, sehingga masyarakat dapat melanjutkan aktivitas tanpa harus ditakutkan dengan terjadinya petir susulan yang tidak diduga.

Dr Syarif mengatakan bahwa seharusnya peringatan maksimum diberikan pada dua tahapan pertama, sehingga daerah yang harus dilindungi sudah harus dikosongkan.

“Daerah yang cocok untuk Early Warning Lighting Detection ini adalah daerah-daerah tempat dilaksanakannya kegiatan luar ruang (outdoor) seperti lapangan golf, daerah pertambangan, pertanian, rekreasi dan lain-lain yang merupakan daerah terbuka,” ujarnya.

Saat ini, Early Warning Lightning Detection sedang dalam proses mendapatkan hak paten, dan satu lagi perangkat lunak assesment bahaya petir juga sedang dalam proses mendapatkan hak cipta.

Tak berhenti sampai situ, Dr Syarif yang menyelesaikan studinya di Tokyo University, Jepang, ini juga tetap aktif melakukan pemetaan dan puluhan jenis alat proteksi petir. (OL-5)

Penulis:

MI/ROMMY PUJIANTO

Sumber: Antara – 12 April 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB