Perbudakan modern dalam berbagai bentuk, khususnya terhadap perempuan dan anak, meningkat rata-rata 20 persen; tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Korban perbudakan modern di dunia naik dari 29,7 juta orang pada tahun lalu menjadi 35,8 juta orang pada 2014. Adapun di Indonesia meningkat dari 210.970 orang menjadi 714.300 orang.
Data situasi perbudakan modern ini dikeluarkan organisasi Walk Free dalam Global Slavery Index 2014 yang diluncurkan serentak di Jakarta, Nairobi, Jordania, Vienna, Perth, dan London, Selasa (18/11). Peningkatan pesat ini menggelisahkan masyarakat internasional bahwa di masa peradaban modern ini masih berlangsung praktik keji perbudakan modern. Bentuknya mulai eksploitasi buruh anak, buruh migran dan buruh perempuan, eksploitasi seksual anak dan perempuan, serta pemaksaan pernikahan di bawah umur.
”Penekanannya pada berlangsungnya rantai pasok eksploitatif dalam produksi pangan, kosmetik, pakaian, jasa hiburan, sektor rumah tangga. Sabun, misalnya. Produk yang kita pakai itu hasilnya dari perbudakan modern. Pemakaian kata perbudakan modern ini sengaja untuk menggambarkan kondisi ekstrem,” tutur Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Peneliti Walk Free Australia, Khatarine Bryant, menyebutkan, perbudakan modern ini ada di 167 negara yang dicakupi global slavery index (GSI). Untuk wilayah Asia, jumlah korban perbudakan diperkirakan mencapai 23,5 juta orang atau dua pertiga dari jumlah korban di dunia. India dan Pakistan memiliki tingkat prevalensi tertinggi di Asia dibandingkan jumlah penduduk. Adapun Tiongkok, Indonesia, dan Thailand adalah negara di Asia Timur dengan jumlah absolut tertinggi korban perbudakan ini.
”Sebanyak 700.000-an orang yang mengalami perbudakan di Indonesia itu masuk di banyak sektor. Wujudnya kerja paksa, kawin paksa, dan eksploitasi seksual. Kami sedang berusaha menghitung, jika perbudakan modern itu dihapus, berapa nilai nominalnya,” kata Bryant. (IVV)
Sumber: Kompas, 19 November 2014