Peran ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memacu peningkatan produktivitas bangsa semakin penting. Karena itu, perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan harus terdepan dalam menghasilkan inovasi.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menyampaikan hal itu pada pembukaan seminar nasional bertajuk ”Pembangunan Iptek untuk Kemajuan Bangsa” yang diadakan oleh Kedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas, Kamis (30/8/2018), di Jakarta.
Pemerintah Australia, Knowledge Sector Initiative, dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek dan Dikti) ikut mendukung seminar tersebut. Hadir antara lain Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Iptek Daryatmo Mardiyanto dan Direktur Jenderal Penguatan Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bambang mengatakan, pembangunan ekonomi berbasis penelitian dan pengembangan harus disiapkan dan diwujudkan. Salah satunya adalah dengan mendorong semakin banyak munculnya pebisnis mula dan technopreneur (peluang usaha yang memanfaatkan teknologi) berbasis inovasi.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menjadi pembicara kunci dalam seminar nasional bertajuk ”Pembangunan Iptek untuk Kemajuan Bangsa”. Acara digelar Bappenas untuk mendapatkan masukan dalam pengembngan kebijakan iptek dan inovasi nasional.
”Saat ini pengembangan iptek masih jalan sendiri-sendiri, termasuk pula adanya dualisme peneliti dari dosen di perguruan tinggi dan peneliti dari litbang. Ke depan, justru harus semakin kuat kerja sama para peneliti di perguruan tinggi ataupun litbang untuk menghasilkan inovasi yang dapat meningkatkan daya saing bangsa,” ujar Bambang.
Daryatmo mengatakan, benang kusut dalam penyelenggaraan litbang di Indonesia harus diurai. Banyak lembaga yang melakukan litbang dari kementerian, lembaga, hingga perguruan tinggi, tetapi hasil riset yang menghadirkan inovasi yang mendukung daya saing bangsa belum dirasakan manfaatnya. Untuk itu, perlu payung hukum lewat RUU Sisnas Iptek untuk mendukung ekosistem riset.
”Sudah satu tahun RUU Sisnas Iptek dibahas pemerintah dan DPR. Mudah-mudahan Oktober bisa disahkan,” ujar Daryatmo.
Seminar dihadiri sekitar 450 peserta dari berbagai kalangan. Pembahasan diskusi menjadi masukan bagi Bappenas, Kemristek dan Dikti, dan Pansus RUU Sisnas Iptek untuk memperkuat kebijakan yang terkait iptek dan inovasi di Indonesia.–ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 30 Agustus 2018
————————————————————————–
Perkuat Kerja Sama Peneliti Perguruan Tinggi dan Litbang
Dosen di perguruan tinggi dan peneliti di litbang masih berjalan sendiri-sendiri dalam melakukan penelitian. Kerja sama mereka harus diperkuat untuk menghasilkan inovasi yang dapat meningkatkan daya saing bangsa.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membantu menyelesaikan berbagai tantangan dan persoalan yang dihadapi bangsa ini, serta untuk menyiapkan diri menghadapi masa depan. Namun, pengembangan iptek masih berjalan sendiri-sendiri, antara lain tercermin dari adanya dualisme peneliti dari dosen di perguruan tinggi dan peneliti dari litbang.
Ke depan, kerja sama para peneliti di perguruan tinggi maupun litbang harus diperkuat, untuk menghasilkan inovasi yang dapat meningkatkan daya saing bangsa. Apalagi, peningkatan produktivitas tidak bisa dilepaskan dari lahirnya berbagai inovasi yang dimulai dari penguasaan iptek.
Kondisi Indonesia semakin baik. Namun, Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan yang dialami 26 juta penduduk, pengangguran di atas 5 persen, indeks pembangunan manusia yang membaik tetapi belum di ranking yang diharapkan, hingga ketimpangan di masyarakat. Untuk memperbaiki kondisi ini perlu peningkatan produktivitas yang tidak lepas dari peran teknologi.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro melihat-lihat pameran hasil riset dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian di kantor Bappenas, di Jakarta, Kamis (30/8/2019). Bappenas menggelar seminar nasional Pembangunan Iptek untuk Kemajuan Bangsa dalam upaya mendapatkan masukan dari berbagai pihak untuk penguatan iptek Indonesia.
“Di Indonesia, pengembangan teknologi tepat guna tetap harus diutamakan. Namun, pengembangan teknologi tinggi dengan pengembangan riset dasar juga tetap dilakukan guna mengantisipasi masa depan. Karena itu, iptek harus jadi mainstream dalam pembangunan,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, Kamis (30/8/2018).
Bambang mengatakan hal itu dalam seminar nasional bertajuk Pembangunan Iptek untuk Kemajuan Bangsa yang digelar Kedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas. Hadir pula Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Iptek Daryatmo Mardiyanto, serta Direktur Jenderal Penguatan Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Dimyati.
Seminar dihadiri sekitar 450 peserta dari berbagai kalangan. Pembahasan diskusi menjadi masukan bagi Bappenas, Kemristekdikti, dan Pansus RUU Sisnas Iptek untuk memperkuat kebijakan yang terkait iptek dan inovasi di Indonesia.
Daryatmo mengatakan, benang kusut dalam penyelenggaraan litbang harus diurai. Banyak lembaga yang melakukan litbang, mulai dari kementerian, lembaga, hingga perguruan tinggi. Namun, hasil riset yang menghadirkan inovasi yang mendukung daya saing bangsa belum dirasakan manfaatnya. Untuk itu, perlu payung hukum lewat RUU Sisnas Iptek untuk mendukung ekosistem riset.
“Sudah satu tahun RUU Sisnas Iptek dibahas pemerintah dan DPR. Mudah-mudahan Oktober bisa disahkan,” ujar Daryatmo.
KOMPAA/ESTER LINCE NAPITUPULU–Sesi diskusi penguatan iptek untuk kemajuan bangsa oleh Bappenas menghadirkan sejumlah narasumber untuk berbagi pemikiran.
Jembatan
Ketua Akademi Ilmu Pengetahuian Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan banyak riset yang dihasilkan tidak mampu jadi inovasi yang dapat diproduksi massal. Banyak terhenti di prototipe saja. Karena itu, AIPI menggagas Inovating Indonesia.
“Harus ada jembatan dari riset ke inovasi yang bisa diproduksi. Mengharapkan perguruan tinggi atau litbang sulit. Demikian juga industri, pasti tidak mau ambil resiko jika belum terbukti secara komersial bisa profit. Kita bisa buat satu unit di luar pemerintah untuk menghimpun dana masyarakat/investor lalu mengantarkan hasil riset untuk bisa sampai ke tahap produksi,” kata Satryo.
Bappenas, kata Bambang, mendorong supaya sinergi triple helix dalam mengembangkan sistem inovasi yang berkontribusi pada peningkatan produktivitas dan perekonomian. Triple helix ini merupakan sinergi dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian sebagai penghasil dan pengguna inovasi, dengan pemerintah sebagai regulator, fasilitator, penghasil, dan pengguna inovasi, serta dunia usaha/industri sebagai penghasil, pendorong, dan pengguna hasil inovasi.–ESTERLINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 31 Agustus 2018