Pemahaman Seksualitas Cegah Pernikahan Dini

- Editor

Jumat, 22 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kehamilan Tidak Dikehendaki Penyebab Menonjol Perkawinan Anak
Pemahaman anak tentang seksualitas perlu digalakkan agar anak-anak tidak terjerumus pada pernikahan dini. Saatnya pelajaran kesehatan reproduksi berbasis pemahaman relasi jender diperkenalkan sejak dini.

Hal itu dikemukakan Direktur Rumah Kita Bersama (Rumah Kitab) Lies Marcoes seusai Seminar dan Peluncuran Monografi Film Dokumenter Kawin Anak: Fenomena Kerja Kuasa Tersamar dan Yatim Piatu Sosial, Kamis (21/4), di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.

Lies mengatakan, lembaga riset dan advokasi Rumah Kitab melakukan penelitian selama satu tahun di wilayah-wilayah yang secara statistik berkontribusi pada tingginya perkawinan anak, yakni di Banten; Jawa Barat (Bogor, Cirebon, dan Sukabumi); Jawa Timur (Lamongan dan Sumenep); Sulawesi Selatan (Makassar); serta Nusa Tenggara Barat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dari 52 sampel perempuan yang diwawancara, terungkap penyebab paling menonjol perkawinan anak adalah kehamilan tidak dikehendaki (KTD). Hal ini berujung pada kawin paksa. Para perempuan tidak paham mengenai hal-hal seperti penyebab kehamilan, masa subur, dan kontrasepsi.

Lies menuturkan, pendidikan kesehatan reproduksi masih dianggap tabu bagi masyarakat Indonesia. Dia mencontohkan, penggunaan torso (alat peraga anatomi tubuh manusia)di sebuah sekolah di Banjarmasin dilarang digunakan dalam pembelajaran karena dianggap haram untuk diajarkan kepada murid. Padahal, pengenalan pada kesehatan reproduksi bisa menciptakan sikap saling menghormati antara perempuan dan laki-laki. Hal ini pun menopang kesehatan secara mental.

”Perempuan bisa menghormati dirinya sendiri dan menjaga alat reproduksinya. Pria pun akan menghormati kesucian perempuan,” kata Lies menegaskan.

Pengajaran ini bisa dilakukan secara berjenjang sejak SD melalui metodologi yang sesuai dengan umur anak. Misalnya, murid SD diajari hal-hal umum terlebih dahulu mengenai pembuahan pada hewan untuk menanamkan pemahaman akan reproduksi.

Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi IX DPR, Nihayatul Wafiroh, menyatakan setuju tentang hal itu. Para guru diminta untuk tidak menganggapnya sebagai beban.

”Jangan sampai guru hanya membahas mengenai apa itu retina atau telinga. Para murid harus memahami segalanya tentang tubuh mereka, termasuk alat reproduksi,” ujar Nihayatul.

Mengenalkan hak tubuh
Menurut Nihayatul, guru juga perlu mengajarkan mengenai hak-hak akan tubuh agar anak terhindar dari praktik perkawinan anak, pelecehan, dan kekerasan.

Selain Nihayatul, hadir sebagai narasumber adalah Ketua Umum Badan Penasihat, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Wahyu Widiana serta Ketua Yayasan Pondok Pesantren Aqidah Usymuni Sumenep Dewi Khalifah.

Sementara itu, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Nusa Tenggara Barat Wismaningsih, saat ditemui di Mataram, mengatakan, pada 2015, ada 34,9 persen Perempuan di NTB menikah pada rentang usia 10-19 tahun. Hal ini tak lepas dari interpretasi adat, agama, faktor kemiskinan, dan ketidaktahuan mengenai penanganan perkembangan hormon remaja.

Maraknya Pernikahan Dini di NTB
Kepala Bidang Pembina Layanan KB dan Kesehatan Reproduksi BP3AKB Nusa Tenggara Barat Dini Haryati menuturkan, maraknya pernikahan diniberdampak tingginya angka kematian ibu (AKI) di daerah tersebut.Tahun 2013 ke atas belum ada data mengenai jumlah AKI di NTB. Namun, data Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 menunjukkan AKI NTB adalah 370 per 100.000 kelahiran. Jumlah ini lebih tinggi dari AKI nasional, yakni 359 per 100.000 kelahiran.

”Berdasarkan pengamatan, kematian terjadi kepada ibu-ibu usia muda yang hamil di kala kandungannya belum siap karena belum berkembang sempurna. Selain itu, juga pada perempuan yang terlalu sering hamil dan melahirkan.

Rentan manipulasi
Pada kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Persatuan Keluarga Berencana Indonesia NTB Satyawanti memaparkan, anak-anak yang lahir di keluarga berekonomi lemah umumnya tidak memiliki akta kelahiran. Ketika anak perempuan menginjak usia remaja awal, orangtua merasa terbebani membiayai kehidupan dia. Akibatnya, anak perempuan dinikahkan untuk meringankan beban ekonomi keluarga karena kini ia adalah tanggung jawab suami.

”Orangtua memanfaatkan Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan batas usia minimal untuk menikah ialah 16 tahun. Mereka juga memanipulasi usia anak dan mengatakan kalau dia sudah 16 tahun. Tidak ada yang bisa membuktikan usia anak yang sebenarnya karena tidak ada akta kelahiran,” kata Satyawanti.

b294696a6f3140c5a948e15f3d6a89b8Selain anak perempuan, anak laki-laki juga menjadi korban pernikahan dini. Orangtua ketakutan ketika anak-anak menginjak masa puber dan mulai tertarik dengan lawan jenis. Ketika kedua anak mulai berpacaran, orangtua menikahkan mereka agar tidak terjadi hubungan seksual di luar nikah. Akibatnya, baik anak laki-laki maupun perempuan putus sekolah.

Presiden ucapkan selamat
Presiden Joko Widodo di sela kunjungan kenegaraan di Brussels, Belgia, Kamis (21/4) pagi waktu setempat, menyampaikan selamat Hari Kartini kepada seluruh perempuan Indonesia di mana pun berada.

”Masa depan bangsa ada di tangan para Kartini, tiang negeri dan motor kemajuan. Habis gelap terbitlah terang. Selamat Hari Kartini,” ujar Presiden Jokowi. Presiden juga menuliskan pernyataan ini pada akun Twitter- nya yang memiliki 4,8 juta pengikut. (C04/DNE/HAM)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 April 2016, di halaman 12 dengan judul “Pemahaman Seksualitas Cegah Pernikahan Dini”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB