Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berencana menaikkan batas usia minimal perempuan menikah. Itu dilakukan untuk mencegah pernikahan dini yang selama ini marak terjadi dan berkontribusi pada tingginya angka kematian ibu melahirkan dan bayi.
“Revisi batas usia minimal perempuan akan kami lakukan dengan merevisi Undang-Undang Perkawinan atau membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang khusus tentang itu. Semuanya akan kami lakukan untuk menyelamatkan anak- anak dari pernikahan dini,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise saat berkunjung ke Kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (2/12).
Dalam UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia minimal perempuan menikah ditetapkan 16 tahun. Yohana mengatakan, saat ini pihaknya membuka diri terhadap masukan dan saran dari masyarakat tentang rencana revisi itu, termasuk batasan usia minimal tepat untuk menikah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Agar anak-anak bisa menikmati haknya bersekolah dan mengurangi risiko kematian pada ibu melahirkan, ia mempertimbangkan menaikkan batasan minimal usia perempuan menikah menjadi 18 tahun. Sementara Kementerian Kesehatan dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengusulkan agar batasan usia minimal itu dinaikkan menjadi berkisar 20-21 tahun.
Kematian ibu
Batasan usia minimal perempuan menikah perlu direvisi karena batasan usia dalam UU Perkawinan memicu maraknya pernikahan dini. Selain merenggut hak anak menikmati pendidikan hingga minimal SMA, dalam banyak kejadian, pernikahan dini berdampak kematian pada anak perempuan yang sebenarnya belum siap untuk menjadi ibu.
“Alat reproduksi mereka sebenarnya belum siap sehingga kehamilan yang terjadi pada anak-anak yang menikah dini pada akhirnya akan membahayakan nyawa ibu dan bayi yang dikandungnya,” ujarnya.
Pemicu kematian perempuan Indonesia terbesar adalah hamil dan melahirkan di usia anak. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia menyebut dari setiap 100.000 kelahiran hidup, ada 359 ibu meninggal. Angka tersebut termasuk salah satu yang tertinggi di Asia (Kompas, 2 Desember 2017).
Anggota Komisi VIII DPR, Choirul Muna, mengatakan, DPR saat ini akan merevisi UU Perkawinan dengan mengubah batasan minimal usia perempuan menikah. Sama seperti yang diungkapkan Yohana, upaya merevisi batasan usia minimal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya pernikahan dini.
Pernikahan usia dini sebisa mungkin harus dicegah karena pernikahan tersebut melahirkan kehidupan keluarga yang kurang harmonis. “Dengan kehidupan kurang baik, pernikahan usia dini biasanya akan berakhir menjadi pernikahan dini,” ujarnya.
Pernikahan anak masih banyak terjadi di Jawa, terutama di wilayah Jawa Barat. Pernikahan ini banyak terjadi karena perjodohan dilakukan orangtua sejak pasangan pengantin masih kecil.
Elis (19), warga Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, mengatakan, dirinya menikah saat berusia 17 tahun. Niat menikah, menurut dia, bahkan tebersit sejak dirinya lulus SMP, pada usia 15 tahun. “Setelah lulus SMP, banyak teman sebaya di kampung ramai membicarakan pernikahan. Jika menunda, saya khawatir tidak laku dan nantinya jadi pembicaraan orang di kampung,” ujarnya. (EGI)
Sumber: Kompas, 4 Desember 2017