Pegunungan Arfak Surga Keragaman Hayati

- Editor

Jumat, 9 Maret 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Daerah Kepala Burung di Papua Barat menjadi surga bagi keragaman hayati dunia. Spesies baru terus ditemukan di perairan maupun daratannya, namun diperkirakan masih banyak lagi yang belum diidentifikasi terutama di dataran tinggi Arfak.

Sepanjang tahun 2017, ditemukan spesies baru udang air tawar di Sungai Warsamson, Papua Barat, yaitu Cherax warsamsonicus.Temuan ini dilaporkan jurnal ZooKeys. Tahun yang sama juga ditemukan spesies baru anggrek, yaitu Trichotosia gabriel-asemiana di Tambrauw dan Dendrobium spiculatum di dataran tinggi Arfak, Papua Barat. Temuan Trichotosia gabriel-asemiana dilaporkan di jurnal Reinwardtia-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sedangkan Dendrobium spiculatum dilaporkan di Malesian Orchid Journal.

“Dendrobium spiculatum merupakan jenis endemik dataran tinggi Arfak. Sejauh ini hanya di temukan di sana. Tetapi bisa jadi suatu saat ditemukan juga di tempat lain,” kata Jimmy Frans Wanma, Kepala Laboratorium Biologi dan Perlindungan Hutan, Fakultas KehutananFakultas Kehutanan Universitas Papua, di Manokwari, Kamis (8/3), yang turut dalam penemuan spesies baru anggrek dataran tinggi Arfak ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/AHMAD ARIF–Sarang burung namdur polos (Amblyornis inornatus) atau yang kerap disebut sebagai burung pintar. Burung namdur ini memiliki ciri khas sarangnya di tanah yang unik dengan bentuk seperti rumah honei dan di depan sarang biasanya dijajar dengan rapi aneka jenis buah hutan hingga serangga yang dikelompokkan berdasarkan warna tertentu.

–Danau Anggi Gida merupakan satu dari dua danau di dataran tinggi Arfak yang titik tertingginya mencapai 2.940 meter dari permukaan laut.

Bersama Jimmy, Kompas menelusuri dataran tinggi Arfak hingga di sekitar Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gida dengan titik tertingginya mencapai 2.940 meter dari permukaan laut. Sepanjang perjalanan hutan lebat menyelimuti kawasan ini. Aneka jenis anggrek hutan tumbuh subur di atas pepohonan dan belukar.

“Dataran tinggi Arfak merupakan benteng utama keragaman hayati di daerah Kepala Burung, Papua Barat. Selama ini selamat dari eksploitasi karena kondisi medannya yang curam sehingga aksesnya sulit bagi pembalakan. Selain itu, pegunungan Arfak telah ditetapkan sebagai cagar alam sejak lama,” kata Jimmy.

Dataran tinggi Arfak merupakan benteng utama keragaman hayati di daerah Kepala Burung, Papua Barat.

Pemerintah telah menetapkan Cagar Alam Pegunungan Arfak melalui keputusan Menteri Kehutaan Nomor 783 Tahun 1992. Dalam keputusan ini disebutkan, luas cagar alam membentang 68.325 hektar. Kawasan ini memiliki ekosistem hutan hujan dataran rendah yang memiliki ketinggiankuarang dari 300 meter, hujan hujan kaki gunung di ketinggian 300 – 1.000 meter, dan hutan hujan dataran tinggi di ketinggian di atas 1.000 meter. Variasi zona ekosistem ini membuat kawasan Arfak memiliki keragaman hayati tinggi.

Data dari sejumlah penelitian, di kawasan ini ditemukan sedikitnya 110 spesises mamalia, 320 jenis burung dan lima di antaranya merupakan endemik di kawasan Arfak hingga Tambrauw. Di antaranya cenderawasih arfak (Astrapia nigra) dan namdur polos (Amblyornis inornatus) atau yang kerap disebut sebagai burung pintar.

Burung namdur ini memiliki ciri khas sarangnya di tanah yang unik dengan bentuk seperti rumah honei dan di depan sarang biasanya dijajar dengan rapi aneka jenis buah hutan hingga serangga yang dikelopokkan berdasarkan warna tertentu.

“Untuk jenis burung pendataannya sudah cukup baik, namun masih banyak flora dan fauna di Arfak yang belum terpetakan sehingga masih sangat terbuka bagi penelitian,” kata dia.

Sumber hidup
Tidak hanya menjadi rumah bagi keragaman flora dan fauna, hutan hujan tropis di Dataran Tinggi Arfak juga penyangga kehidupan bagi sedikitnya 12.000 jiwa empat suku yang bermukim disini yakni Hatam, Meyakh, Sough, dan Moley. Namun demikian, menurut Jimmy, keberadaan masyarakat yang lebih dulu ada sebelum cagar alam ini bukan ancaman bagi pelestarian alam.

KOMPAS/AHMAD ARIF–Cagar Alam Pegunungan Arfak yang membentang 68.325 hektar merupakan benteng keragaman hayati di Papua.

Masyarakat di kawasan lindung ini telah memiliki aturan adat untuk menjaga lingkungan. “Masyarakat di Pegunungan Arfak tidak akan berani berburu burung atau satwa yang dilindungi. Kalau sampai melanggar denda adatnya sangat mahal,” kata Hans Mandcan, tokoh masyarakat Kampung Kwau, Distrik Warmare.

Masyarakat di kawasan lindung Pegunungan Arfak memiliki aturan adat untuk menjaga lingkungan. Masyarakat tidak akan berani berburu burung atau satwa yang dilindungi. Kalau sampai melanggar denda adatnya sangat mahal.

Hans yang juga pemandu untuk wisatawan ini mengatakan, kesadaran untuk menjaga lingkungan menguat seiring mulai hidupnya usaha wisata, utamanya bird watching. Sebagian hasil usaha wisata ini akan diserahkan ke desa. “Tahun lalu saya serahkan dana ke desa Rp 70 juta dari hasil memandu wisatawan dan penginapan,” kata dia.

Jimmy mengatakan, ancaman terhadap lingkungan terutama datang dari pemekaran Kabupaten Pegunungan Arfak pada tahun 2012 yang diikuti pembukaan jalan dan gedung-gedung pemerintahan. “Ini mungkin satu-satunya kabupaten baru yang dibangun di dalam cagar alam,” kata Jimmy.

Seperti diberitakan sebelumnya, Papua Barat kini bergerak menjadi provinsi konservasi dengan mencadangkan sekitar 70 persen luas wilayahnya sebagai kawasan lindung. Selain untuk menjaga keanekaragaman hayati yang dimilikinya, paradigma pembangunan ini dinilai lebih sesuai bagi masyarakat adat Papua.–AHMAD ARIF

Sumber: Kompas, 9 Maret 2018

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum
3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum
Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023
Tiga Ilmuwan Penemu Quantum Dots Raih Nobel Kimia 2023
Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023
Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Senin, 13 November 2023 - 13:46 WIB

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 November 2023 - 13:42 WIB

3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum

Senin, 13 November 2023 - 13:37 WIB

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 November 2023 - 05:01 WIB

Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:52 WIB

Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:42 WIB

Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

Berita Terbaru

Berita

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 Nov 2023 - 13:46 WIB

Berita

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 Nov 2023 - 13:37 WIB