Misi Antariksa; ”Manusia” Mendarat di Komet

- Editor

Jumat, 14 November 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sesaat sesudah sinyal yang mengabarkan pendaratan wahana robotik Philae dikonfirmasi, tepuk tangan bergemuruh di Pusat Operasi Antariksa Eropa, Badan Antariksa Eropa, di Darmstadt, Jerman, Rabu (12/11) pukul 17.03 waktu setempat atau pukul 23.03 WIB. Wajah haru dan pelukan hangat staf pengendali operasi menandai sejarah baru keberhasilan manusia menaklukkan semesta.
Setelah menunggu tujuh jam sejak dilepaskan dari wahana antariksa Rosetta yang membawanya, Philae berhasil mendarat di daerah Agilkia di permukaan Komet 67P/Churyumov-Gerasimenko. Pendaratannya tak mulus akibat tombak yang ditanam di ketiga kakinya tak berfungsi sempurna. Philae pun terpental sekali hingga akhirnya sukses mendarat kembali di permukaan komet.

”Kita tiba di komet,” ungkap Manajer Pendaratan Philae Badan Antariksa Eropa (ESA) Stephan Ulamec. Pendaratan itu terjadi setelah Rosetta menempuh perjalanan sejauh 6,4 miliar kilometer selama lebih dari 10 tahun.

Kesuksesan pendaratan Philae di komet melengkapi keberhasilan Rosetta sebelumnya yang menjadi wahana antariksa pertama buatan manusia yang mendekati komet pada 6 Agustus lalu, selanjutnya berjalan mengiringi komet hingga misinya berakhir Desember 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Keberhasilan itu bukan hanya kesuksesan ilmuwan Eropa yang mengendalikan misi, melainkan juga keberhasilan manusia menaklukkan antariksa. Komet 67P jadi benda langit ketujuh yang didarati teknologi manusia, selain Venus, Bulan, Mars, Titan (satelit Saturnus), serta dua asteroid, 433 Eros dan Itokawa.

”Ini langkah besar bagi peradaban manusia,” kata Direktur Jenderal ESA Jean-Jacques Dordain. Proyek senilai 1,3 miliar euro atau Rp 19,7 triliun itu diluncurkan pada Maret 2004.
Kesulitan

Pendaratan di komet amat sulit. Komet 67P/Churyumov-Gerasimenko hanya berdiameter 4,1 km sehingga gravitasinya sangat kecil. Bentuk komet mirip bebek karet dan permukaannya tak rata.

Ia bergerak sambil berputar bagai peluru dengan kecepatan 66.000 km per jam. Putaran komet membuat debu, batu, dan es di muka komet terlempar. Ini mengganggu turunnya Philae.

Lokasi pendaratan di Agilkia baru dipastikan dua bulan lalu. Daerah itu dipilih karena dianggap paling aman, menyimpan banyak informasi ilmiah yang dibutuhkan, dan paling besar paparan sinar Matahari ketimbang sejumlah daerah lain di komet yang dipotret di ketinggian 30-100 km dari permukaan komet. Sinar Matahari diperlukan untuk mengisi daya Philae.

Rosetta melepaskan Philae yang dibungkus dalam kontainer berparasut di ketinggian 22,5 km di atas muka komet atau berjarak 510 juta km dari Bumi. Keputusan untuk melepaskan Philae dilakukan pengendali di Bumi setelah mengonfirmasi kesiapan berbagai tahap pemisahan.

f2a76a70a0e243e9946d260924719793Waktu dan posisi pemisahan diperhitungkan secara ketat. Sebab, kesalahan posisi pemisahan Rosetta-Philae sejauh 2,5 sentimeter akan membuat Philae meleset 250 meter dari lokasi target di muka komet.

”Salah satu kesulitan pendaratan Philae adalah ketidakpastian posisi Rosetta yang akan memengaruhi lintasan turun Philae,” kata Manajer Operasi Rosetta ESA Sylvain Lodiot.

Rosetta dan Philae sempat saling memotret untuk menunjukkan keberadaannya seusai mereka terpisah.

Setelah berpisah dari Rosetta, kontainer pembawa Philae turun berputar bak spiral dengan radius putaran 4 km. Sebelum menyentuh muka komet, tutup bawah kontainer terbuka dan Philae turun dengan kecepatan hanya 1 meter per detik. Sesudah menyentuh muka komet, ketiga kaki Philae akan mengebor untuk mencegah Philae terlempar kembali ke antariksa.

Sembari turun, Philae juga memotret daerah yang akan didarati, menggambarkan permukaan komet yang keras, penuh batu, cekungan dan tebing, serta debu dan gas yang terus terlontar di permukaannya.

Meski sempat terpental, tim ESA memastikan Philae berbobot 100 kilogram dalam kondisi baik. Buktinya, sejumlah data dapat dikirimkan dan diterima pengendali di Bumi.

Namun, analisis lebih lanjut diperlukan untuk memastikan kondisi Philae sebenarnya, khususnya apakah pengeboran di kaki Philae bekerja. Menurut Philippe Gaudon, pemimpin misi Rosetta di Badan Antariksa Perancis, jika tombak jangkar tak berfungsi baik, sulit bagi Philae menjalankan misinya.

Untuk sementara, jalur komunikasi Philae ke Bumi melalui Rosetta terhenti. Sebab, Rosetta berada di balik bagian komet tempat Philae berada.
Misi

Philae dilengkapi dengan 10 instrumen penelitian dan Rosetta 11 instrumen untuk meneliti komet, anggota kecil tata surya yang dianggap masih memiliki sisa-sisa informasi saat tata surya terbentuk.

Sebagai anggota tata surya, komet juga mengorbit Matahari. Ia terletak di bagian belakang tata surya, di daerah Awan Oort yang jaraknya dari Matahari 2.000-50.000 kali jarak Bumi dan Matahari.

Komet 67P/Churyumov-Gerasimenko ditemukan astronom Klim Ivanovych Churyumov dan Svetlana Ivanova Gerasimenko pada 1969. Suhu di permukaannya mencapai minus 70 derajat celsius dan terus menghangat saat kian mendekati Matahari. Umurnya ditaksir 4,6 miliar tahun.

Selain membawa informasi awal pembentukan tata surya, komet diyakini sebagai pembawa kehidupan pertama di Bumi. Karena itu, salah satu misi Philae adalah menentukan komposisi kimia dan mencari informasi soal air di permukaan komet. Semua data yang diperoleh akan dibandingkan dengan komposisi kimia dan air Bumi purba.

Berbagai proyek riset itu harus cepat dilakukan. Baterai Philae dirancang bertahan selama 60 jam. Jika pengisian daya baterai dengan sinar Matahari berhasil, baterai Philae sanggup bekerja beberapa bulan lagi.

Apa pun yang terjadi dengan Philae, Rosetta akan terus menemani komet mendekati Matahari hingga misi berakhir pada Desember 2015.(AP/AFP/REUTERS/SPACE/ ESA/BBC)

Oleh: M Zaid Wahyudi

Sumber: Kompas, 14 Nomvember 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB