Pendaratan di Komet; Philae Deteksi Molekul Organik

- Editor

Sabtu, 22 November 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wahana luar angkasa Philae mendeteksi keberadaan molekul organik di komet 67P/Churyumov–Gerasimenko. Temuan itu menarik para peneliti untuk mendalami proses pembentukan alam semesta, termasuk kehidupan di Bumi.

Molekul yang tersusun atas karbon itu diyakini bahan kimia yang membuka informasi sejarah planet Bumi. Dr Fred Goessmann, peneliti laboratorium mini Cosac, bagian Philae, kepada BBC, Selasa (18/11), mengonfirmasi temuan bahan organik itu.

”Kami masih menganalisis hasilnya,” katanya. Belum diketahui secara detail molekul ataupun kompleksitasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Philae adalah robot pendarat berkaki tiga dari misi wahana antariksa Rosetta yang diluncurkan 10 tahun lalu. Misi ambisius dan rumit itu di bawah kendali Badan Antariksa Eropa (ESA) yang bertujuan menyelidiki komet untuk menguak asal-usul kehidupan di Bumi.

Rosetta tiba di orbit komet 67P, Agustus 2014. Setelah melalui serangkaian persiapan dan perhitungan, 12 Oktober 2014, Rosetta melepaskan robot pendarat menuju komet.

Philae mendarat setelah 7 jam perjalanan, menjadi robot pertama yang mendarat di permukaan komet. Pendaratan tidak mulus, robot terpental tiga kali sebelum mendarat di tebing kecil, 1 kilometer dari titik pendaratan awal.

Ini membuat robot hanya bertahan beberapa hari karena baterai habis dan pengisi daya menggantungkan dari energi sinar matahari. Diperkirakan, dalam beberapa waktu mendatang, Philae dapat beroperasi setelah lokasinya memperoleh paparan sinar matahari yang cukup.

Sebelum Philae berhenti beroperasi 15 November 2014, tim ilmuwan menerima hasil pemotretan lingkungan pendaratan, analisis gas, dan melakukan pengeboran. Analisis awal ini yang mendeteksi molekul organik.

Tim ilmuwan meneliti suhu, massa jenis, dan karakteristik lain dengan sensor suhu Mupus. Namun, upaya itu gagal. Begitu menembus kedalaman 20 cm dari permukaan, instrumen menemui benda sangat keras.

”Ini spektrum model es yang sangat luas. Sangat keras, tapi masih dalam batas wajar,” kata Mark McCaughrean, penasihat senior ilmuwan ESA. (BBC/REUTERS/ICH)

Sumber: Kompas, 22 November 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:41 WIB

Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial

Berita Terbaru

Profil Ilmuwan

Mengenal Achmad Baiquni, Ahli Nuklir Pertama Indonesia Kelahiran Solo

Selasa, 29 Apr 2025 - 12:44 WIB

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB