Sejak tahun 1980 dukuh yang berada di lereng Gunung Slamet ini memanfaatkan terjunan air dari Sungai Mengaji di dekat permukiman mereka untuk menggerakkan kincir air sebagai penghasil listrik. Oleh karena itu, walau di daerah terpencil mereka bisa menikmati listrik seperti di kota.
Dusun yang didiami 106 keluarga ini berada di lereng Gunung Slamet dan dikelilingi hutan lindung di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut sehingga tak mudah menjangkaunya.
Kondisi jalan yang menanjak dan dan curam serta badan jalan hanya dilapisi batu-batu besar hanya bisa dijangkau dengan mobil yang memiliki penggerak roda ganda. Boleh juga menggunakan sepeda motor. Akan tetapi, tak semua orang mampu melalui jalur yang terjal sepanjang sekitar dua kilometer. Jarak dukuh ini dari Purwokerto sebenarnya tak lebih dari 25 kilometer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
PLN tidak masuk ke dukuh ini karena selain lokasinya yang sulit dijangkau, jalur yang tersedia cukup membahayakan bagi keselamatan jaringan listrik.
Hingga awal tahun 2010, masih ada beberapa dusun di lereng Gunung Slamet, Kabupaten Banyumas, yang memanfaatkan sungai sebagai sumber penggerak kincir untuk memproduksi listrik, termasuk Dukuh Pesawahan.
Namun, mulai pertengahan tahun, Pemerintah Kabupaten Banyumas dan Pemerintah Provinsi Jateng mulai membuka jaringan listrik PLN di dusun-dusun sekitar lereng gunung itu. Ditambah lagi dengan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) seperti yang baru dioperasikan di Dukuh Pesawahan sekitar empat bulan ini.
Berbeda dengan kincir, PLTMH menggunakan turbin untuk memproduksi listrik. Listrik yang dihasilkan pun jauh lebih stabil dibandingkan listrik yang dihasilkan dari kincir air. Oleh karena itu, warga Dukuh Pesawahan mulai dapat menggunakan peralatan elektronik lebih aman karena tak perlu khawatir tegangan listriknya akan turun.
Kemandirian sebagian warga Banyumas di lereng Gunung Slamet memanfaatkan sungai sebagai sumber energi listrik ini menjadi petunjuk adanya potensi besar pada sungai-sungai di lereng gunung itu sebagai sumber energi listrik. Bahkan, Pemkab Banyumas mulai meliriknya sebagai potensi bagi pengembangan pembangkit listrik tenaga mini dan mikrohidro.
Dinas Sumber Daya Energi dan Mineral (ESDM) Banyumas memetakan setidaknya ada tujuh daerah aliran sungai (DAS) di Banyumas yang berpotensi sebagai sumber tenaga listrik, yakni DAS Cihaur Hulu, DAS Tajum, DAS Logawa, DAS Pelus, DAS Serayu Hilir, DAS Ijo, dan DAS Tipar. Itu masih ditambah lagi dengan potensi terjunan air di tujuh air terjun lainnya.
11 lokasi PLTM
Namun, untuk saat ini, menurut Kepala Bidang Minyak Gas Listrik dan Pemanfaatan Energi Dinas ESDM Banyumas Saptono Purwo, Pemkab Banyumas baru membuka 11 lokasi untuk pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTM). Skala produksi listrik PLTM ini di atas 1 megawatt, lebih besar dibandingkan kemampuan PLTMH yang kurang dari 1 MW.
Hingga saat ini, kata Saptono, 11 lokasi itu telah terjual kepada sejumlah investor dengan nilai investasi mulai dari Rp 2,5 miliar sampai Rp 31 miliar. Kemampuan produksinya dimulai dari 1 MW sampai 16 MW. ”Sekarang baru memasuki proses perizinan. Belum ada pembangunan,” jelasnya.
Sampai saat ini pun Pemkab Banyumas masih membahas regulasi pajak yang dapat dipungut dengan Pemprov Jateng.
PLTMH juga dikembangkan di Kabupaten Banjarnegara. Daerah ini sejak tiga tahun lalu menjual 60 titik saluran irigasi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber PLTMH.
Hingga 2009 ada 23 investor yang tertarik dengan pembangunan PLTMH. Namun karena terganjal harga pembelian listrik PT PLN yang terbatas Rp 444 per kilowat, belum ada yang melaksanakan pembangunan.
Baru akhir 2010 ini, menurut Kepala Bagian Perekonomian Pemkab Banjarnegara Mulyanto, lima investor di antaranya mulai melaksanakan pembangunan karena PLN menaikkan harga pembelian listrik jadi Rp 656 per kw. (Madina Nusrat)
Sumber: Kompas, Kamis, 9 Desember 2010 | 05:12 WIB