Menaksir El Nino Tahun 2017

- Editor

Jumat, 5 Mei 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization pada 28 April lalu merilis peringatan tentang potensi menguatnya kembali fenomena El Nino mulai pertengahan tahun ini dengan kemungkinan 50-60 persen. Menguatnya El Nino biasanya berdampak pada kekeringan panjang.

El Nino secara alami dipengaruhi oleh memanasnya suhu perairan di Pasifik bagian timur (sekitar Peru dan Ekuador), yang akan memengaruhi kondisi cuaca secara global, termasuk di Indonesia. Menurut laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), suhu permukaan laut di perairan timur Pasifik meningkat 2 derajat celsius atau di atas rata-rata sejak Februari dan Maret lalu.

“Ingatan kita masih segar bahwa El Nino yang kuat pada tahun 2015-2016 telah menyebabkan kekeringan, banjir, dan memutihnya karang di berbagai belahan dunia yang berbeda, dan kombinasi perubahan iklim jangka panjang menyebabkan kenaikan suhu global mencapai rekor tertinggi pada tahun 2015 dan 2016,” ujar Maxx Dilley, Direktur WMOs Climate Prediction and Adaptation. Oleh karena itu, katanya, prediksi El Nino yang akurat akan menyelamatkan banyak nyawa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menanggapi peringatan WMO ini, Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ramlan mengatakan, kemungkinan besar El Nino tahun ini masih kategori normal hingga lemah. Hal ini sejalan dengan prediksi beberapa institusi meteorologi dunia yang lain, seperti BoM (Australia) dan NOAA (Amerika Serikat).

“Hanya Jamstec (Jepang) yang memprediksi El Nino kategori moderat. Jadi sejauh ini, kesimpulan kami, menguatnya El Nino untuk tahun ini tidak begitu signifikan,” katanya.

Jepang
Kepala BMKG Andi Eka Sakya menjelaskan, sejumlah negara mencoba memperkirakan peluang El Nino tahun ini, mengingat dampak fenomena cuaca ini yang besar. Misalnya Jepang, melalui Jamstec yang merupakan bagian dari Japan Meteorological Agency (JMA), telah mengeluarkan prediksi pada 10 April 2017 (gambar 1).

Gambar tersebut (warna kuning) menunjukkan prediksi El Nino berdasarkan perhitungan model Five-month running mean deviasi SST (Sea Surface Temperature) El Nino-3. Dari selang yang tergambar (warna kuning), tampak bahwa range prakiraan JMA, ASST (Anomaly Sea Surface Temperature) berselang antara (garis vertikal kanan) sebesar 0,2 <ASST<1,6. Maknanya, prakiraan JMA masih berkisar antara El Nino dan intensitas netral (ASST<0,5) hingga moderat (>1,5).

Menurut Andi, jika dibandingkan dengan perkiraan lembaga meteorologi dunia yang lain, perhitungan Jamstec ini relatif lebih tinggi (lihat tabel).

Jika dilihat dari perhitungan yang ada di tabel tersebut, menurut Andi, hingga Agustus 2017, kecuali Jamstec, hasil prakiraan menunjukkan tren intensitas El Nino lemah. “Hasil prakiraan BMKG sedikit di atas BoM dan NOAA,” kata Andi.

Prakiraan yang dibuat BMKG tersebut di atas, kata Andi, didasarkan pada kondisi hasil prakiraan ASST global yang dihitung secara numerik oleh NCEP (National Center for Environmental Prediction), NOAA, USA (gambar 2).

Dari gambar ASST (gambar 2) tersebut dapat disimpulkan bahwa, dari Mei hingga Oktober 2017, anomali permukaan laut di perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi anomali negatif (biru) sampai normal. Saat ini, perairan Indonesia mulai mendingin (anomali negatif) terutama di bagian selatan Sumatera dan menyebar sampai perairan Laut Banda dan Laut Arafuru di selatan Papua.

Kondisi ini berkorelasi dengan berkurangnya pasokan uap air akibat musim kemarau. Wilayah El Nino kondisi ASST diprediksi stabil menghangat (warna kuning sampai dengan coklat di wilayah Pasifik Tropis bagian Timur) sampai Oktober 2017.(AHMAD ARIF)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Mei 2017, di halaman 14 dengan judul “Menaksir El Nino Tahun 2017”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB