Mekanisme tsunami Teluk Palu, Sulawesi Tengah, yang tiba dalam hitungan menit setelah gempa bumi dengan mekanisme sesar geser telah lama menarik perhatian para peneliti. Dengan menganalisis video yang beredar di media sosial, sejumlah peneliti luar negeri menyimpulkan bahwa penyebabnya adalah longsor bawah laut.
”Ini adalah contoh penting dari ilmu pengetahuan warga,” kata ahli geofisika Jennifer Haase di Scripps Institution of Oceanography di La Jolla, California, yang memimpin penelitian ini, seperti ditulis Nature pada Kamis (16/5/2019). Kajian ini telah dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters.
KOMPAS/AHMAD ARIF—Masjid Apung di tepi Pantai Talise, Kota Palu, benar-benar terapung di tengah laut setelah gempa dan tsunami yang melanda kawasan ini pada 28 September 2018. Pergeseran tanah di Lembah Palu mencapai 6 meter dan penurunan tanahnya secara vertikal mencapai 3 meter setelah gempa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Disebutkan dalam kajian ini, tsunami yang melanda Teluk Palu pada 28 September 2018 sangat mengejutkan. Selain karena waktu tiba tsunami yang sangat cepat dan ketinggian gelombangnya hingga di atas 2-8 meter, hal ini juga karena gempa bumi berkekuatan M 7,5 yang mendahului mekanismenya sesar geser dan pusatnya di daratan. Gempa dengan mekanisme sesar geser selama ini diketahui tidak akan menyebabkan tsunami tinggi.
Mekanisme tsunami yang tidak lazim ini yang menyebabkan kekeliruan produk peringatan dini tsunami. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menunjukkan, sekitar lima menit setelah gempa telah dikeluarkan peringatan dini tsunami 1 dengan level tertinggi Siaga di Donggala Barat dengan estimasi ketinggian gelombang tsunami 0,58 meter dan estimasi waktu tiba pukul 17.22.43 atau sekitar 22 menit setelah gempa. Sementara di Kota Palu, statusnya Waspada dengan ketinggian tsunami sekitar 36 cm. Ketinggian tsunami yang diperkirakan ini jauh lebih rendah dibandingkan yang kemudian terjadi.
Menurut Haase, sebelumnya banyak peneliti tsunami menduga bahwa gempa telah memicu tanah longsor di Teluk Palu, yang kemudian menyebabkan tsunami. Akan tetapi, hipotesis ini tidak didukung data memadai karena Indonesia tidak memiliki banyak alat pengukur pasang surut untuk mengetahui dengan presisi waktu tiba tsunami.
Hal ini yang mendorong Haase dan timnya pergi mencari sumber informasi lain. ”Kami mulai melihat berbagai platform media sosial, seperti Youtube, Twitter, Facebook, Instagram,” kata Matías Carvajal, seismolog dari Millennium Nucleus the Seismic Cycle along Subduction Zones, Chile, yang turut dalam kajian ini.
Para peneliti ini menemukan 38 video amatir dan kamera pengintai yang mendokumentasikan tsunami Palu. Mereka kemudian menentukan lokasi video pada peta untuk kemudian merekonstruksi bagaimana tsunami bergerak melalui Teluk Palu.
Rekonstruksi menunjukkan bahwa genangan tsunami terjadi hanya beberapa menit setelah gempa bumi berguncang dan gelombang yang datang berturut-turut hanya berselang 1-2 menit. ”Ini menunjukkan bahwa sumber itu dekat dengan pantai, yang merupakan indikasi tanah longsor di bawah laut,” kata Carvajal.
KOMPAS/AHMAD ARIF–Peneliti paleotsunami Pusat Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Purna S Putra, menemukan empat lapisan endapan tsunami tua di lokasi terdampak tsunami 28 September 2018 lalu di Pantai Talise, Teluk Palu, Senin (12/11/2018). Temuan ini menunjukkan bahwa tsunami telah berulang kali terjadi di kawasan ini.
Evakuasi mandiri
Sekalipun memberikan perspektif baru, kajian ini dinilai belum menjawab sepenuhnya mekanisme tsunami di seluruh Teluk Palu. ”Mekanisme longsor bawah laut belum bisa menjelaskan fenomena tsunami yang terjadi di daerah Wani dan Pantoloan,” kata Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia Gegar Prasetya, Jumat (17/9/2019).
Dia menduga, ada mekanisme lain yang mendahului longsor bawah laut sebelum terjadi tsunami di Teluk Palu. ”Saat ini, kami juga menyiapkan paper dengan bukti-bukti lebih rinci dan sudah tahap review,” katanya.
Gegar dan tim telah melakukan survei batimetri untuk mengetahui perubahan dasar laut di Teluk Palu setelah gempa bumi. Mereka memang menemukan bukti-bukti adanya longsor bawah laut, selain adanya penurunan dasar laut.
Peneliti tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Widjo Kongko mengatakan, waktu tiba tsunami ke daratan yang sangat cepat seperti terjadi di Teluk Palu juga bisa terjadi di banyak pantai lain di Indonesia. ”Mayoritas sumber tsunami kita ini dekat daratan dengan waktu tiba tsunami bisa 15 menit atau kurang,” ujarnya.
Dengan mekanisme tsunami seperti ini, edukasi masyarakat untuk evakuasi mandiri menjadi sangat penting. Masyarakat tidak lagi harus menunggu peringatan dini tsunami yang bisa jadi datang terlambat, tetapi harus menjadikan guncangan gempa sebagai penanda untuk segera menjauh dari pantai.
Oleh AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 20 Mei 2019