Kembangkan Mental Wirausaha Sedini Mungkin

- Editor

Rabu, 4 Juli 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wirausaha bukan sekadar keterampilan, melainkan cara berpikir untuk mencari permasalahan yang ada di lingkungan sekitar. Sejatinya sikap kewirausahaan bisa ditumbuhkembangkan di dalam diri siswa sejak di usia SD.

“Wirausaha berarti memiliki gagasan yang merupakan jalan keluar bagi permasalahan di lingkungan sekitar ataupun masyarakat luas dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” kata Ketua Departemen Pendidikan Kewirausahaan dan Bisnis dari University Teacher College, Austria, Johannes Lindner di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Selasa (3/7/2108). Lindner yang juga pendiri Inisiatif Pendidikan Kewirausahaan di negara asalnya datang untuk memberi kuliah umum tentang kewirausahaan.

Ia mengungkapkan, wirausaha kerap dipandang sempit, yakni sebatas memiliki usaha mandiri di bidang perdagangan barang ataupun jasa. Wirausaha tidak sama dengan usaha mikro, kecil, dan menengah karena di dalam prinsip wirausaha harus ada inovasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Johannes Lindner, Kepala Departemen Pendidikan Kewirausahaan dan Bisnis University Teacher College, Austria.

“Wirausaha ada di semua bidang, tidak hanya ekonomi dan bisnis. Tujuan utama wirausaha ialah memberi nilai tambah di masyarakat, bukan mencari laba ekonomi,” jelas Lindner.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Lindner menjelaskan cara mengembangkan pendidikan kewirausahaan di sekolah kepada para dosen UNJ dalam kelas diskusi tambahan.

Berpegang pada prinsip itu, Lindner menerangkan pentingnya mendidik siswa sedari SD mengenai wirausaha. Pendidikan ini tidak membutuhkan mata pelajaran tersendiri, melainkan tersirat di semua mata pelajaran dan kegiatan di sekolah.

Langkah pertama ialah mengajak siswa mengenal diri sendiri seperti bakat dan minat masing-masing. Kemudian, dengan contoh-contoh sederhana mengajak mereka melihat masalah yang ada di kehidupan sehari-hari.

“Tidak perlu isu yang kompleks karena untuk siswa SD sebaiknya berdasarkan pengalaman pribadi. Misalnya, tantang mereka mencari cara agar tidak memproduksi sampah plastik atau cara menghemat uang jajan sehingga bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih berguna,” tutur Lindner.

Di SD-SD di Austria, papar Lindner, guru memancing rasa ingin tahu siswa dengan menantang mereka mencari cara membuat prakarya. Salah satu contoh ialah praktik memasak kue. Alih-alih memberi resep, guru meminta siswa mencari sendiri resep kue. Mereka bisa mencari di internet, bertanya kepada orangtua, ataupun membaca buku resep masakan.

“Dalam proses tersebut, siswa belajar melakukan penelitian dan mencari jalan keluar untuk membuat kue. Mereka dibebaskan berpendapat jika kue tersebut membutuhkan bahan-bahan tambahan agar lebih enak,” ujar Lindner.

Ketika siswa mempraktikkan membuat kue, mereka tidak dituntut menghasilkan kue yang enak. Justru, mereka saling belajar untuk mengenal letak kesalahan dalam proses pembuatan kue beserta cara memperbaikinya.

Pendidikan demokratis
Lindner menjabarkan, agar bisa menciptakan iklim kewirausahaan di sekolah dan di rumah, butuh pendidikan yang demokratis. Dalam hal ini, orangtua harus bisa lepas dari mental terlalu menyayangi anak sehingga tidak mau membiarkan anak repot. Tantangan-tantangan kecil sangat bermanfaat mengasah keterampilan sosial, kognitif, motorik, dan emosional anak.

Bagi guru, hal pertama yang harus dilakukan adalah menciptakan pola komunikasi yang tidak feodal. Guru harus mau mendengar ide-ide siswa, terlepas usia siswa yang masih sangat muda.

“Guru menilai secara obyektif ide tersebut dan memantau siswa menerapkannya menjadi kenyataan sambil memberi bimbingan apabila diperlukan,” ujar Lindner.

Wakil Rektor UNJ Bidang Perencanaan dan Kerjasama Achmad Ridwan mengungkapkan, menciptakan pola pikir demokratis pada calon-calon guru merupakan tantangan. Budaya timur umumnya masih sangat mengutamakan hierarki berdasarkan umur.

“Mahasiswa harus dipancing agar aktif berdiskusi dan mengutarakan pendapat. Jika mereka bisa menghargai pendapat lawan bicara, mereka berada dalam pola pikir demokratis. Memang butuh waktu untuk mengembangkan perilaku ini,” katanya.–LARASWATI ARIADNE ANWAR

Sumber: Kompas, 4 Juli 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:44 WIB

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Berita Terbaru

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB

Berita

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:44 WIB