Kebebasan Akademik Bukan Otoritas Penegak Hukum

- Editor

Selasa, 10 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik merupakan bagian dari kebebasan akademik sehingga bukan menjadi otoritas penegak hukum. Untuk itu, panggilan kepolisian terhadap peneliti tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Widjo Kongko, terkait kajiannya mengenai potensi tsunami di selatan Jawa Barat dinilai kurang tepat.

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, Senin (9/4/2018) saat dihubungi di Jakarta, berpendapat, kajian ilmiah secara akademik, terlebih yang dikemukakan dalam ranah ilmiah, tidak memuat unsur fisik (actus reus) dan mental (mens rea) yang menjadi persyaratan pemidanaan.

”Tidak selayaknya kajian ilmiah dijadikan basis pemeriksaan dugaan pidana, bahkan secara universal. Kajian ilmiah sejenisnya tidak menjadi subjek ataupun obyek pemidanaan, apalagi substansinya tidak mengandung pelanggaran terhadap keamanan negara dan ketertiban umum, ataupun penistaan dan penyebaran berita bohong,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tidak selayaknya kajian ilmiah dijadikan basis pemeriksaan dugaan pidana, bahkan secara universal.

Pada seminar ilmiah ”Sumber-sumber Gempa Bumi dan Potensi Tsunami di Jawa Bagian Barat” yang diselengarakan Badan Meteorogi, Klimatologi, dan Geofikaska (BMKG), salah satu pemaparan Widjo atas kajian dari pemodelan komputer menyebutkan ada dampak terburuk dengan terjadinya potensi tsunami 57 meter di Kabupaten Pandeglang, Banten.

Potensi daerah landaan dan ketinggian tsunami jika zona megathrust dari Bengkulu, Selat Sunda, dan selatan Jawa Barat mengalami gempa dengan magnitudo di atas M9 dan panjang runtuhan dasar laut 1.000 kilometer, maka ada satu lokasi di Pandeglang yang tinggi tsunaminya 57 meter. Skenario terburuk ini didapatkan dari hasil pemodelan.–Sumber: Widjo Kongko, BPPT, 2018

Namun, sebuah media daring menyebutnya sebagai prediksi tsunami yang kemudian dimengerti masyarakat akan segera terjadi sehingga menimbulkan kecemasan.

Terkait hal itu, Kepolisian Daerah Banten akan memanggil Widjo sebagai peneliti dan BMKG sebagai pihak penyelenggara diskusi untuk meminta klarifikasi atas kajiannya mengenai potensi tsunami tersebut. Menurut rencana, surat panggilan akan dikirimkan pada Senin (Kompas, 9/4/2018).

Menurut Indriyanto, sebaiknya penegak hukum tidak melakukan klarifikasi ini karena tidak menimbulkan potensi pelanggaran terhadap keamanan negara dan ketertiban umum. Panggilan klarifikasi justru menciptakan stigma dari pihak kepolisian terhadap kebebasan akademik dari lembaga penelitian yang seharusnya independen.

Secara terpisah, baik Widjo maupun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyampaikan hingga Senin pukul 19.00 belum menerima surat panggilan dari Polda Banten.

”Kami belum tahu surat ditujukan ke siapa, apakah langsung ke peneliti atau tembusan ke atasan peneliti, yaitu BPPT, tempat peneliti bernaung. Namun, hingga siang ini belum ada surat dari Polda yang kami terima,” ujar Ardi Matutu, Kepala Biro Hukum Kerja Sama dan Humas BPPT.

Kami belum tahu surat ditujukan ke siapa, apakah langsung ke peneliti atau tembusan ke atasan peneliti yaitu BPPT, tempat peneliti bernaung. Namun, hingga siang ini belum ada surat dari Polda yang kami terima.

Ia menyampaikan, jika memang ada panggilan dari Polda Banten terkait kajian Widjo, BPPT akan memenuhinya. Klarifikasi dan hak jawab dari peneliti akan disampaikan dalam panggilan tersebut.

”Kajian ini disampaikan berdasarkan keahlian profesional dari Pak Widjo dan disampaikan pula di forum ilmiah. Materi yang disampaikan dalam forum juga sesuai tanpa sanggahan dari pihak penyelenggara, yaitu BMKG. Jadi, tidak ada kesalahan dari pemaparan yang disampaikan dalam forum,” kata Ardi.

Literasi dan komunikasi sains lemah
Kepala Pusat Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto menilai, aspek utama yang menyebabkan permasalahan ini terjadi adalah komunikasi dan literasi sains yang terbatas dari media, khususnya reporter dan masyarakat yang menerima pemberitaan.

”Penggunaan diksi yang berbeda bisa menimbulkan arti dan persepsi yang berbeda pula. Untuk itu, komunikasi sains perlu ditingkatkan oleh peneliti dan media agar literasi masyarakat terhadap sains, terlebih soal kewaspadaan bencana, bisa lebih baik,” ujarnya.

Widjo menyampaikan, kejadian ini bisa menjadi pembelajaran bersama, baik dari peneliti, media, pemerintah, maupun masyarakat. Berbagai forum ataupun pertemuan perlu diadakan untuk meningkatkan literasi kebencanaan dan sosialisasi terkait kebaruan penelitian serta hal teknis yang memerlukan penjelasan lebih rinci.

Ia menambahkan, tujuan kajian yang disampaikan kepada publik bukan untuk menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. ”Literasi kebencanaan ini seharusnya membuat masyarakat lebih waspada dan siap saat bencana terjadi,” ucap Widjo.–DD04

Sumber: Kompas, 9 April 2018

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum
3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum
Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023
Tiga Ilmuwan Penemu Quantum Dots Raih Nobel Kimia 2023
Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023
Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Senin, 13 November 2023 - 13:46 WIB

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 November 2023 - 13:42 WIB

3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum

Senin, 13 November 2023 - 13:37 WIB

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 November 2023 - 05:01 WIB

Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:52 WIB

Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:42 WIB

Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

Berita Terbaru

Berita

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 Nov 2023 - 13:46 WIB

Berita

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 Nov 2023 - 13:37 WIB