Karier Dosen Kian Terbuka

- Editor

Rabu, 13 Januari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Rasio Dosen Berbanding Mahasiswa di Perguruan Tinggi Semakin Ideal
Karier sebagai dosen semakin terbuka untuk kalangan lebih luas dengan diterapkannya nomor induk dosen khusus. Dosen tersebut bisa berasal dari berbagai jabatan, termasuk mereka yang bertitel profesor, peneliti, praktisi, dan dosen asing.

Dengan menerapkan perekrutan dosen lewat sistem multientri, perguruan tinggi berpeluang mendapatkan kandidat dosen sesuai kebutuhan dari kalangan lebih luas. Selain itu, keberadaan dosen dengan nomor induk dosen khusus (NIDK) dinilai strategis untuk membangun sinergi antara jajaran akademisi, peneliti, perekayasa, praktisi, pelaku dunia usaha, dan pemerintah. Dosen dengan NIDK diperhitungkan dalam memenuhi ketentuan soal rasio dosen dan mahasiswa di perguruan tinggi

Selama ini, proses pengangkatan dosen lewat sistem entri tunggal, yakni dimulai dari jabatan paling rendah. Mereka ini diangkat sebagai dosen tetap di perguruan tinggi negeri ataupun swasta dan diberi nomor induk dosen nasional (NIDN). Para dosen tetap itulah yang berhak meniti karier hingga mencapai jabatan tertinggi sebagai guru besar dan menerima tunjangan dosen atau guru besar dari pemerintah. Penghitungan rasio dosen dengan mahasiswa hanya mengakui dosen tetap yang memiliki NIDN yang jumlahnya tak mencukupi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

ab4fee4b263c48eb93f5a5fd5063d9faKOMPAS/YUNIADHI AGUNG–Pengujung melihat presentasi saat acara peluncuran registrasi pendidik di perguruan tinggi di Jakarta, Selasa (12/1). Selain sudah ada nomor induk dosen nasional (NIDN), kini ada lagi identitas dosen bernama nomor induk dosen khusus (NIDK) yang diberikan kepada kalangan profesional yang diangkat menjadi pengajar di kampus berdasarkan kriteria perjanjian kerja dengan syarat-syarat tertentu.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir dalam Peluncuran Penetapan Registrasi Pendidik di Perguruan Tinggi di Jakarta, Selasa (12/1), mengatakan, kekurangan dosen yang memiliki NIDN terjadi di perguruan tinggi negeri dan swasta. Sebenarnya, di perguruan tinggi ada dosen tidak tetap yang dibutuhkan keahliannya, tetapi tidak diperhitungkan sebagai dosen yang dapat diakui dalam penghitungan rasio dosen berbanding mahasiswa yang ideal.

Peningkatan
Hadir dalam peluncuran itu Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kemristek dan Dikti Ali Ghufron Mukti, perwakilan Kopertis, perguruan tinggi, yayasan, dan kementerian lain yang memiliki perguruan tinggi. “Dengan pengakuan dosen NIDK, ada peningkatan 20-40 persen dosen sehingga rasio dosen berbanding mahasiswa bisa terpenuhi,” ujar Nasir.

Ghufron mengatakan, dosen dengan NIDK bisa berkarier hingga usia 79 tahun. Peluang dosen NIDK terbuka luas, seperti peneliti dan perekayasa dari lembaga pemerintah non-kementerian yang ada di bawah Kemristek dan Dikti, pensiunan profesor, dan praktisi.

Dosen dengan NIDK harus memiliki perjanjian kerja dengan perguruan tinggi negeri dan swasta. Mereka tak mendapat tunjangan profesi dosen/guru besar dari pemerintah. Namun, mereka dapat mencapai jabatan akademik dari bawah hingga lektor kepala (guru besar).

Thomas Suyanto, Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia, menyambut baik terobosan tersebut. Dengan demikian, persoalan kekurangan jumlah dosen yang banyak dialami perguruan tinggi swasta bisa teratasi, tetapi tetap dengan kontrol mutu dari pemerintah.(ELN)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Januari 2016, di halaman 11 dengan judul “Karier Dosen Kian Terbuka”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB