Rasio Dosen Berbanding Mahasiswa di Perguruan Tinggi Semakin Ideal
Karier sebagai dosen semakin terbuka untuk kalangan lebih luas dengan diterapkannya nomor induk dosen khusus. Dosen tersebut bisa berasal dari berbagai jabatan, termasuk mereka yang bertitel profesor, peneliti, praktisi, dan dosen asing.
Dengan menerapkan perekrutan dosen lewat sistem multientri, perguruan tinggi berpeluang mendapatkan kandidat dosen sesuai kebutuhan dari kalangan lebih luas. Selain itu, keberadaan dosen dengan nomor induk dosen khusus (NIDK) dinilai strategis untuk membangun sinergi antara jajaran akademisi, peneliti, perekayasa, praktisi, pelaku dunia usaha, dan pemerintah. Dosen dengan NIDK diperhitungkan dalam memenuhi ketentuan soal rasio dosen dan mahasiswa di perguruan tinggi
Selama ini, proses pengangkatan dosen lewat sistem entri tunggal, yakni dimulai dari jabatan paling rendah. Mereka ini diangkat sebagai dosen tetap di perguruan tinggi negeri ataupun swasta dan diberi nomor induk dosen nasional (NIDN). Para dosen tetap itulah yang berhak meniti karier hingga mencapai jabatan tertinggi sebagai guru besar dan menerima tunjangan dosen atau guru besar dari pemerintah. Penghitungan rasio dosen dengan mahasiswa hanya mengakui dosen tetap yang memiliki NIDN yang jumlahnya tak mencukupi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG–Pengujung melihat presentasi saat acara peluncuran registrasi pendidik di perguruan tinggi di Jakarta, Selasa (12/1). Selain sudah ada nomor induk dosen nasional (NIDN), kini ada lagi identitas dosen bernama nomor induk dosen khusus (NIDK) yang diberikan kepada kalangan profesional yang diangkat menjadi pengajar di kampus berdasarkan kriteria perjanjian kerja dengan syarat-syarat tertentu.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir dalam Peluncuran Penetapan Registrasi Pendidik di Perguruan Tinggi di Jakarta, Selasa (12/1), mengatakan, kekurangan dosen yang memiliki NIDN terjadi di perguruan tinggi negeri dan swasta. Sebenarnya, di perguruan tinggi ada dosen tidak tetap yang dibutuhkan keahliannya, tetapi tidak diperhitungkan sebagai dosen yang dapat diakui dalam penghitungan rasio dosen berbanding mahasiswa yang ideal.
Peningkatan
Hadir dalam peluncuran itu Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kemristek dan Dikti Ali Ghufron Mukti, perwakilan Kopertis, perguruan tinggi, yayasan, dan kementerian lain yang memiliki perguruan tinggi. “Dengan pengakuan dosen NIDK, ada peningkatan 20-40 persen dosen sehingga rasio dosen berbanding mahasiswa bisa terpenuhi,” ujar Nasir.
Ghufron mengatakan, dosen dengan NIDK bisa berkarier hingga usia 79 tahun. Peluang dosen NIDK terbuka luas, seperti peneliti dan perekayasa dari lembaga pemerintah non-kementerian yang ada di bawah Kemristek dan Dikti, pensiunan profesor, dan praktisi.
Dosen dengan NIDK harus memiliki perjanjian kerja dengan perguruan tinggi negeri dan swasta. Mereka tak mendapat tunjangan profesi dosen/guru besar dari pemerintah. Namun, mereka dapat mencapai jabatan akademik dari bawah hingga lektor kepala (guru besar).
Thomas Suyanto, Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia, menyambut baik terobosan tersebut. Dengan demikian, persoalan kekurangan jumlah dosen yang banyak dialami perguruan tinggi swasta bisa teratasi, tetapi tetap dengan kontrol mutu dari pemerintah.(ELN)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Januari 2016, di halaman 11 dengan judul “Karier Dosen Kian Terbuka”.