Investasi Manusia Jadi Kunci

- Editor

Kamis, 12 September 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DISKUSI KOMPAS-KOALISI KEPENDUDUKAN INDONESIA
Harian “Kompas” bersama Koalisi Kependudukan Indonesia menggelar diskusi kelompok terpumpun bertema “Pembangunan Manusia Indonesia ke Depan dengan Dukungan Satu Data Kependudukan” pada 21 Agustus 2019 di Redaksi Harian “Kompas”, di Menara Kompas, Jakarta. Diskusi yang dibuka Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani ini menghadirkan pembicara Ketua Umum Koalisi Kependudukan yang juga Deputi 7 Kemenko PMK Sonny Harry B Harmadi, Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrullah, serta Deputi Bidang Kajian Pengelolaan Isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden Deni Purbasari. Diskusi dipandu oleh Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Turro S Wongkaren.

Negara maju membuktikan, tanpa sumber daya alam, mereka bisa memenangkan persaingan global. Modalnya adalah penduduk berkualitas yang dihasilkan dari investasi jangka panjang dan terarah.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani (tengah) didampingi Direktur Utama Kompas Gramedia Lilik Oetama (kanan), Wakil Pemimpin Umum Kompas Rikard Bagun (tiga dari kiri), dan Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana (dua dari kanan) membuka diskusi panel terbatas pakar kependudukan hasil kerjasama Harian Kompas dengan Koalisi Kependudukan Indonesia di Menara Kompas, Jakarta, Rabu (21/8/2019). Hadir dalam diskusi bertajuk ‘Pembangunan Manusia Indonesia Ke Depan dengan Dukungan Satu Data Kependudukan’ antara lain Kepala BPS Suhariyanto, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Ketua Umum Koalisi Kependudukan Sonny Harry B Harmadi, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrullah, dan Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden Deni Purbasari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Indonesia kini ada di simpang jalan. Kekayaan alam yang selalu dibanggakan, terutama minyak dan gas bumi serta kayu hutan mulai habis. Saat bersamaan, investasi manusia yang dilakukan sejak awal kemerdekaan belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata.

Di saat bersamaan, infrastruktur Indonesia jauh tertinggal dibanding negara-negara lain yang berdampak pada kurang berkembangnya ekonomi dan terus terjadinya ketimpangan. Wilayah luas dan kondisi geografis yang beragam senantiasa dijadikan alasan.

Presiden Joko Widodo di periode pertama kepemimpinannya berusaha mengejar ketertinggalan infrastruktur itu lewat investasi fisik yang masif. Di periode keduanya, Joko Widodo ingin fokus membangun kualitas manusia menjadi unggul. Jika sumber daya manusia tidak disiapkan dari sekarang, Indonesia tidak akan pernah siap menjadi bangsa maju.

Pendidikan dan kesehatan adalah pilar utama pembangunan manusia. Masyarakat yang terdidik dan sehat punya peluang lebih besar meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Namun dalam dua hal mendasar itu, kondisi Indonesia tidak menggembirakan.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2019 yang diterbitkan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) menempatkan kualitas manusia Indonesia tahun 2017 di ranking 116 dari 189 negara. Ranking itu ditempati bersama Vietnam dan di bawah peringkat lima negara ASEAN lain.

Di luar angka-angka yang diukur dalam IPM, mutu manusia Indonesia memang membutuhkan percepatan dan upaya khusus untuk meningkatkan kualitasnya. Upaya itu juga harus dilakukan konsisten dan berkesinambungan mengingat investasi manusia adalah program jangka panjang yang tak kompatibel dengan usia politik.

Saat ini, sekitar 40 persen angkatan kerja Indonesia, umur 15-64 tahun, berpendidikan maksimal sekolah dasar. Angka harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah memang naik, tapi kualitas pendidikan masih rendah. Situasi itu membuat keahlian tenaga kerja lulusan perguruan tinggi di Indonesia setara dengan keahlian tenaga kerja lulusan SMA di Denmark.

Tak hanya sistem pendidikan yang belum memenuhi harapan dunia kerja, masyarakat pun masih memandang pendidikan sebagai upaya peningkatan status sosial, bukan peningkatan kompetensi.

Kemampuan baca
Kemampuan baca masyarakat pun rendah. Nilai membaca anak-anak Indonesia dalam Program Penilaian Siswa Internasional (PISA) 2015 hanya 397, jauh lebih rendah nilai rata-rata anak-anak di negara anggota Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) sebesar 493.

Rendahnya kemampuan baca itu membuat anak Indonesia mudah lelah memahami teks serius yang padat informasi dan dibutuhkan kemampuan analisis. Tak mengagetkan jika kemudian untuk membaca buka panduan yang banyak digunakan di dunia kerja, banyak terjadi kesalahpahaman.

Membaca buku, surat kabar atau situs berita memang belum jadi budaya bangsa. Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Sosial Budaya dan Pendidikan 2015 menunjukkan hanya 13,11 persen warga yang membaca surat kabar dan majalah serta 18,89 persen yang baca artikel atau berita elektronik.

Kondisi kesehatan masyarakat pun belum menggembirakan. Kematian ibu melahirkan dan anak masih tinggi. Sebanyak satu dari tiga balita alami tengkes (stunting) yang berdampak pada perkembangan otak, kemampuan kognitif dan kerentanan lebih tinggi terhadap sejumlah penyakit degeneratif saat dewasa.

Sebanyak 23 dari 100 remaja laki-laki umur 13-15 tahun sudah merokok. Selain itu, 26 dari 100 kematian penduduk berumur 30-70 tahun dipicu oleh empat penyakit degeneratif yang mahal penanganannya, yaitu kanker, diabetes, kardiovaskular, dan pernapasan kronis.

Kondisi itu membuat produktivitas manusia Indonesia sulit bersaing. Situasi itu diperparah dengan rendahnya etika kerja pekerja.

Global Competitiveness Report 2017-2018, Forum Ekonomi Dunia (WEF) menyebut rendahnya etika kerja itu jadi salah satu hambatan bisnis di Indonesia. Hambatan lain terkait kualitas manusia adalah tidak sesuainya kompetensi pekerja, kriminalitas, rendahnya kemampuan inovasi dan jeleknya kesehatan publik.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani didampingi Direktur Utama Kompas Gramedia Lilik Oetama, Wakil Pemimpin Umum Kompas Rikard Bagun, dan Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana membuka diskusi panel terbatas pakar kependudukan hasil kerjasama Harian Kompas dengan Koalisi Kependudukan Indonesia di Menara Kompas, Jakarta, Rabu (21/8/2019). Hadir dalam diskusi bertajuk ‘Pembangunan Manusia Indonesia Ke Depan dengan DukunganSatu Data Kependudukan’ antara lain Kepala BPS Suhariyanto, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Ketua Umum Koalisi Kependudukan Sonny Harry B Harmadi, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrullah, dan Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden Deni Purbasari. Kompas/Hendra A Setyawan

Pengembangan karakter
Karena itu, pengembangan karakter perlu jadi bagian mendasar dalam pembangunan manusia Indonesia. Pembangunan karakter bangsa itu sebenarnya sudah ditekankan Presiden pertama RI Soekarno dalam berbagai pidatonya. Demikian pula lagu kebangsaan Indonesia Raya yang mengingatkan pentingnya membangun jiwa bangsa.

Manusia Indonesia harus memiliki kepribadian Indonesia. Untuk itu, pendidikan penguatan karakter bangsa harus diberikan dalam tiap jenjang pendidikan.

Tak hanya soal daya juang, kepercayaan diri, kerja efektif, atau berbagai karakter unggul yang dibutuhkan di kehidupan global, pendidikan karakter itu juga untuk mengingatkan beragamnya Indonesia hingga butuh toleransi dan keterbukaan. Semangat kebangsaan juga perlu terus dipupuk di tengah menguatnya politik identitas yang memecah belah masyarakat.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Siswa kelas I SD Global Sevilla, Jakarta, bermain oper bola pingpong dengan memakai sendok pada hari Jumat (2/8/2019). Permainan ini bagian dari pendidikan karakter untuk menumbuhkan watak berkesadaran, yakni siswa bisa bersabar, fokus, bekerja sama, dan tidak saling menyalahkan.

Di awal pemerintahannya, Joko Widodo sempat menggemakan Revolusi Mental. Namun, program itu akhirnya hanya jadi jargon yang sulit diimplementasikan. Terlebih, tak banyak kementerian dan lembaga yang menyuarakannya. Selain melalui pendidikan formal, penguatan karakter bangsa bisa juga melalui gerakan terstruktur seperti Gerakan Disiplin Nasional yang digaungkan Presiden Soeharto tahun 1995.

Penguatan karakter juga bisa dilakukan melalui keluarga. Keluarga memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas manusia. Namun, unit terkecil masyarakat itu sering terabaikan perannya dalam berbagai program pembangunan.

Akibatnya, keluarga harus bertarung sendiri menghadapi perubahan zaman yang makin menggerus nilai-nilai keluarga. Padahal, bangsa yang kuat hanya bisa terwujud jika keluarga juga kuat.

Berbagai isu kependudukan itu hingga kini belum menjadi isu utama dalam pengambilan kebijakan. Data tunggal tentang penduduk pun belum tersedia hingga membuat program pembangunan tumpang tindih dan kurang tepat sasaran. Akibatnya, upaya percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak optimal.

Tantangan lain dalam pembangunan manusia adalah tidak mudahnya mengoordinasikan kementerian dan lembaga yang mengelola program. Padahal, koordinasi itu dibutuhkan agar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengendalian pembangunan manusia agar terpadu dan terarah.

Meski demikian, pembangunan manusia itu tak lagi bisa ditunda. Semakin Indonesia tidak fokus mengembangkan potensi penduduknya yang mencapai lebih 266 juta jiwa, makin tertinggal pula manusia Indonesia dalam persaingan global.

Investasi manusia menjadi penting karena dibandingkan investasi yang bersifat fisik, seperti infrastruktur, investasi manusia lebih efektif meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi kemiskinan.

Untuk negara miskin dan berkembang, investasi manusia itu akan berdampak lebih besar jika dibarengi sikap terbuka, termasuk terhadap bangsa atau modal asing. Negara yang menutup diri, enggan berkolaborasi, akan kurang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki.

Namun upaya pembangunan manusia itu tidak akan memberikan hasil optimal selama tidak terarah serta diikuti dengan perbaikan kelembagaan dan sistem insentif yang memadai. Karena itu, pembenahan berbagai regulasi perlu terus dilakukan secara menyeluruh dan nyata hingga ke daerah.

Hal lain yang perlu dijaga adalah konsistensi kebijakan pembangunan manusia. Siapapun presiden atau kepala daerahnya, program pembangunan manusia seharusnya tetap berjalan dan fokus. Kebijakan yang sering berubah akibat pergantian pimpinan akan membuat manusia Indonesia makin tertinggal di banding bangsa-bangsa lain.–MUCHAMAD ZAID WAHYUDI

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 12 September 2019
————————————
Membangun Manusia dengan Satu Data

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN-+Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani (tengah) didampingi Direktur Utama Kompas Gramedia Lilik Oetama (kanan), Wakil Pemimpin Umum Kompas Rikard Bagun (tiga dari kiri), dan Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana (dua dari kanan) membuka diskusi panel terbatas pakar kependudukan hasil kerja sama harian Kompas dengan Koalisi Kependudukan Indonesia di Menara Kompas, Jakarta, Rabu (21/8/2019). Hadir dalam diskusi bertajuk ”Pembangunan Manusia Indonesia Ke Depan dengan Dukungan Satu Data Kependudukan” antara lain Kepala BPS Suhariyanto, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Ketua Umum Koalisi Kependudukan Indonesia Sonny Harry B Harmadi, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrullah, dan Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden Deni Purbasari.

Manusia di abad ke-21 merayakan berlimpahnya data. Kemajuan teknologi informasi dan bioteknologi membuat produksi data terjadi setiap detik. Ini membuat keberadaan data terpadu menjadi penting terkait kebutuhan sinergi antarlembaga untuk mewujudkan pembangunan sumber daya manusia.

Selain yang dihasilkan dari aktivitas apa pun oleh manusia di jejaring virtual, data biometrik menyusul kemajuan ilmu bioteknologi juga relatif melimpah. Sidik jari, wajah, suara, detak jantung, mata, bahkan kode DNA. Sebagian kita memberikan data biometrik itu lewat pemindai saat membuka kunci telepon genggam, laptop, menggunakan jam pintar untuk berolahraga yang memantau denyut nadi atau detak jantung, hingga berpartisipasi dalam program pelacakan nenek moyang secara daring menggunakan data DNA.

Berlimpahnya data adalah satu hal. Menganalisis dan mengartikulasikannya untuk berbagai macam kebutuhan, termasuk untuk mengambil keputusan dan menentukan kebijakan, merupakan hal lain yang sama sekali berbeda.

Misalnya, di bidang kesehatan, relatif berlimpahnya data biometrik yang dipadukan dengan algoritma tertentu akan melahirkan metode pengobatan presisi (precision medicine). Sifatnya sangat personal sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu.

Gameiro, Sinkunas, Liguori, Auler-Júnior dalan jurnal Clinics Volume 73 (2018) menulis bahwa precision medicine adalah cara berpikir baru mengenai pengobatan. Transisi harus dilakukan dari model pengobatan secara tradisional yang reaktif berbasis gejala dan pengobatan menuju sistem yang menargetkan penanganan penyakit sebelum terjadi. Jika pencegahan tidak berhasil sekalipun dan penyakit tetap terjadi, pengobatan presisi dilakukan dengan metode yang dipersonalisasi berdasarkan perbedaan gen, gaya hidup, dan lingkungan seseorang alih-alih pendekatan ”satu ukuran untuk semua”.

Implementasi studi genomik memungkinkan upaya penyembuhan tertarget berbasis informasi DNA dengan obat-obatan dan metode pengobatan yang terpersonalisasi bisa dilakukan. Dengan kata lain, praktik pengobatan presisi dalam perawatan kesehatan berbasis data raksasa (big data) tentang manusia yang boleh jadi memerlukan biaya tertentu untuk investasi awal, tetapi berbuah manis karena efisiensi sangat tinggi terhadap anggaran kesehatan suatu negara.

Sebagian hal tersebut telah disadari pemerintah. Salah satu wujudnya adalah dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia oleh Presiden Joko Widodo pada 12 Juni lalu. Sekalipun memang, dalam perpres tersebut tidak secara khusus disebut mengenai data biometrik. Juga tidak ada kata ”kesehatan”, ”sehat”, ”genetik”, dan sebagainya dipergunakan dalam perpres itu.

Merujuk pada perpres tersebut, Satu Data Indonesia merupakan kebijakan tata kelola data pemerintah guna menghasilkan data akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, mudah diakses dan dibagipakaikan antar-instansi pusat dan daerah lewat pemenuhan standar data, metadata (informasi dalam struktur dan format baku untuk menggambarkan data), interoperabilitas data (kemampuan data untuk dibagipakaikan), serta menggunakan kode referensi dan data induk.

Satu Data Indonesia terkait dengan sejumlah jenis data. Hal tersebut antara lain data statistik yang terkait ciri khusus suatu populasi, data geospasial yang terkait lokasi geografis, dan data keuangan negara tingkat pusat. Bagian lain dalam perpres tersebut yang juga penting diperhatikan adalah keberadaan walidata dengan tugas mengumpulkan, memeriksa, dan mengelola data dari produsen data serta menyebarluaskan data. Dibedakan pula produsen data, yakni unit instansi pusat dan daerah serta pengguna data yang terdiri atas instansi pusat, daerah, perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum.

Satu Data Indonesia akan dilaksanakan dengan koordinasi oleh dewan pengarah. Dewan pengarah terdiri atas menteri urusan pemerintahan bidang perencanaan pembangunan nasional, menteri urusan pendayagunaan aparatur negara, menteri bidang komunikasi dan informatika, menteri pemerintahan dalam negeri, menteri bidang keuangan, kepala badan di bidang kegiatan statistik, dan kepala badan di bidang informasi geospasial.

Pembangunan manusia
Terkait dengan hal tersebut, pada Rabu (21/8/2019) lalu diselenggarakan diskusi panel terbatas pakar kependudukan yang diadakan Harian Kompas dan Koalisi Kependudukan Indonesia di Menara Kompas, Jakarta. Diskusi tersebut mengambil tema “Pembangunan Manusia Indonesia ke Depan dengan Dukungan Satu Data Kependudukan.”

Perkembangan di sejumlah negara maju dengan diandalkannya registrasi penduduk alih-alih sensus penduduk turut dibahas dalam kesempatan tersebut. Di negara maju dengan registrasi penduduk yang telah bagus, manusia bisa dilacak hingga identitas khusus asal-usul leluhurnya. Selain itu, dapat pula dideteksi kemungkinannya untuk berpeluang terkena penyakit tertentu berdasarkan rekam medis penyakit serupa yang dialami salah seorang anggota keluarga.

Meskipun demikian, Indonesia masih perlu melakukan sensus penduduk, terutama dalam kaitannya dengan tidak semua data yang dibutuhkan untuk perencanaan pembangunan di Indonesia dapat ditangkap dengan baik oleh data registrasi penduduk. Misalnya, data mengenai fertilitas, mortalitas, dan seterusnya.

Indonesia, lewat Badan Pusat Statistik (BPS), akan melakukan sensus penduduk pada 2020. Ini kali ketujuh Indonesia melakukan sensus setelah pertama kali diselenggarakan pada 1960. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, Resolusi PBB 2020 tentang World Population and Housing Programme, dan Perpres Nomor 39/2019 tentang Satu Data Indonesia menjadi dasar hukumnya.

KOMPAS/TRI AGUNG KRISTANTO.–Inilah suasana pembukaan rakor evaluasi hasil Pilot SP2020 di Yogyakarta, Rabu (28/11/2018). Rapat diisi pula dengan pameran persiapan sensus penduduk 2020.

Sensus penduduk merupakan salah satu instrumen penting untuk mengetahui keadaan penduduk atau sumber daya manusia pada suatu waktu. Hal tersebut juga penting dilakukan agar kebijakan pembangunan yang dihasilkan bisa tepat guna karena didasarkan pada data akurat terbaru.

Pada 2020, Sensus penduduk ke-7 itu akan menggunakan data administrasi kependudukan dari Ditjen Dukcapil sebagai basis data dasar. Lantas dilengkapi pada sensus penduduk 2020. Ini merupakan pertama kalinya sensus penduduk di Indonesia dilakukan dengan memanfaatkan data registrasi penduduk sebagai langkah awal mewujudkan satu data kependudukan Indonesia.

Registrasi penduduk untuk bisa menangkap dengan baik data kependudukan yang dibutuhkan untuk perencanaan pembangunan di Indonesia diperkirakan baru akan terjadi pada 2030. Ini dengan prasyarat, data BPS bisa digabungkan dengan data Kementerian Dalam Negeri (Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil/Ditjen Dukcapil), dan lantas dikelola dengan ideal.

Jika itu terjadi, Indonesia tidak lagi memerlukan sensus penduduk secara komplet, melainkan cukup dengan registrasi. Untuk sejumlah kebutuhan khusus, misalnya guna informasi detail peserta program keluarga berencana dan atau kualitas pendidikan, dan sebagainya, cukup diambil sampel dengan metode statistik tertentu.

Konsep satu data kependudukan ideal seperti itu akan menguntungkan semua pihak. Efisien dari sisi tenaga, waktu, biaya, dan lain sebagainya.

Ini menyusul kunci utama perencanaan di segala bidang yang adalah satu data kependudukan. Perencanaan pembangunan terkait ketahanan pangan, kesehatan, ketersediaan perumahan, dan semua terkait dalam satu data kependudukan.

Gambarannya adalah, data Ditjen Dukcapil bisa dikaitkan dengan data mengenai kemiskinan, ketimpangan, dan sebagainya. Ini dimungkinkan mengingat nantinya sampel data milik BPS juga akan memiliki NIK (nomor induk kependudukan).

Sejumlah kendala
Oleh karena itulah, satu data kependudukan dengan penggunaan NIK sama yang dikelola dan diperbaharui secara terus menerus perlu dipikirkan pemanfaatan dan integrasinya. Sayangnya, sejauh ini hal tersebut memang belum didiskusikan mendetail, melainkan lebih ingin dilaksanakan terlebih dahulu.

Hal lain yang juga relatif masih menjadi tantangan adalah jumlah penduduk antar provinsi di BPS yang perbedaannya cukup tajam dengan data milik Dukcapil. Hal itu karena adanya perbedaan konsep de facto dan de jure dalam isu kependudukan yang merujuk pada keberadaan penduduk secara faktual di suatu tempat dan secara administratif. Keberadaan satu data kependudukan yang bisa menunjukkan di mana data de facto dan di mana data de jure, oleh karena itu, menjadi sangat dibutuhkan.

Pada titik itulah, satu data kependudukan menemukan salah satu tantangannya. Konteks berbeda dalam pengumpulan data kependudukan itu, mestinya tidak terjadi dalam perencanaan pembangunan secara keseluruhan.

Diperlukan adanya formulasi terkait hal tersebut menjelang diselenggarakannya Sensus Penduduk 2020. Satu data kependudukan yang belum didefinisikan dengan baik, harus segera diselesaikan.

Selain itu, penting juga untuk mengurangi ego kelembagaan dan segera menyepakati serta menentukan siapa pemegang walidata terkait satu data kependudukan. Ini sebagaimana diamanahkan pula dalam Perpres Nomor 39/2019.

Hal lain yang tidak kalah penting ialah memastikan adanya perubahan pola pikir di tingkatan aparatur pelaksana dan masyarakat terkait praktik satu data kependudukan. Perilaku aparat dan masyarakat, menjadi tantangan tersendiri yang harus diacuhkan.

Setelah itu dilakukan, sinergitas dan keberlanjutan satu data kependudukan juga harus dijamin. Maka, sistem yang baik menjadi penting, untuk memastikan konsep dan praktik satu data kependudukan tidak tergantung dan tidak ditentukan pejabat yang tengah berkuasa.

Upaya untuk mewujudkan sinergitas sebagaimana kondisi ideal yang diharapkan dalam satu data kependudukan telah juga didorong pemerintah lewat Perpres Nomor 39/2019 tentang Satu Data Indonesia. Sinergi itu terhubung dengan keterpaduan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia.

Hal ini menyusul konsep keterpaduan yang membutuhkan koordinasi, dan ternyata relatif tidak mudah untuk dilakukan di Indonesia. Koordinasi bahkan bisa disebut sebagai suatu hal yang ”paling mahal” di Indonesia. Tantangan hari ini adalah bagaimana menggabungkan semua potensi yang ada untuk membuat sebuah rencana pembangunan yang ideal. Tidak parsial.

Kebutuhan pada data yang akurat, mutakhir, dan terpadu menjadi sangat besar, bahkan sangat menentukan, karena akan sangat memengaruhi berjalan atau tidak berjalannya perencanaan.

Nomor identitas tunggal
Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan data tunggal dalam kaitannya dengan konsep kependudukan, tengah dalam proses diwujudkan. Indonesia sedang menuju era single identity number (nomor identitas tunggal). Masa di mana data kependudukan diimplementasikan untuk semua keperluan.

Pergeseran paradigma terkait hal itu terjadi mulai 2014. Ini dimulai dengan dipergunakannya data kependudukan untuk pelayanan publik, alokasi anggaran, perencanaan pembangunan, demokratisasi, dan penegakan hukum. Akses data kependudukan dalam konteks tersebut, dipergunakan untuk pembuatan surat izin mengemudi, pembuatan berbagai izin, pembukaan rekening bank, pencocokan data nasabah dengan data penduduk, kebutuhan Bappenas, dan Bappeda.

Selain itu, untuk merencanakan pembangunan terkait jumlah penduduk usia tertentu dan tingkat pendidikan tertentu yang dimiliki penduduk, pembagian DAU (dana alokasi umum), DAK (dana alokasi khusus), alokasi dana desa, dan kepentingan penyelenggaraan pemilu.

Di bidang keamanan dan pertahanan serta penegakan hukum, data kependudukan dipergunakan TNI/Polri yang dipadukan dengan teknologi pengenalan wajah (face recognition). Ini dilakukan untuk mendeteksi dan mencari orang-orang yang diduga melakukan tindak kejahatan. Metode itu sudah dipakai TNI/Polri dalam pengamanan perhelatan Asian Games 2018.

Hingga kini tercatat sudah ada 1.227 lembaga yang bekerja sama dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil guna mengakses dan memverifikasi data. Dalam hal ini bukan data kependudukan yang diberikan, akan tetapi akses untuk melakukan verifikasi.

Penunggalan data kependudukan juga dilakukan lewat penggunaan KTP elektronik. Praktik ini memungkinkan penyisiran dan penghapusan data ganda atau bahkan beberapa data ganda yang dimiliki seorang penduduk.

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI–KTP elektronik

Upaya boleh jadi bisa menurunkan angka kemiskinan. Pasalnya, ada kemungkinan sebagian penduduk dengan kategori miskin pada masa lalu dengan identitas kependudukan ganda, saat ini terus disigi datanya dan ditetapkan hanya memiliki satu identitas kependudukan tunggal.

Kunci pertama untuk memastikan identitas kependudukan tunggal ialah dengan NIK. Kunci kedua adalah dengan keberadaan KTP elektronik.

Identitas tunggal yang diintegrasikan dalam sebuah sistem ideal satu data kependudukan merupakan alat berisikan berbagai parameter dan indikator yang bisa mengukur tingkat keunggulan sumber daya manusia Indonesia. Perencanaan pembangunan, dengan demikian diharapkan bisa diimplementasikan, diawasi, dan dievaluasi dengan baik.

Namun, sebagaimana layaknya sebuah sistem, satu data kependudukan membutuhkan pula sumber daya manusia untuk menjalankannya. Dalam hal ini, kita berharap individu-individu dengan kualitas terbaik menjadi pelaksananya. Tidak bisa tidak.–INGKI RINALDI

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 12 September 2019
————————————-
Menyelamatkan Bonus Demografi

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani (kiri) didampingi Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana membuka diskusi panel terbatas pakar kependudukan hasil kerjasama Harian Kompas dengan Koalisi Kependudukan Indonesia di Menara Kompas, Jakarta, Rabu (21/8/2019). Hadir dalam diskusi bertajuk ‘Pembangunan Manusia Indonesia Ke Depan dengan Dukungan Satu Data Kependudukan’ antara lain Kepala BPS Suhariyanto, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Ketua Umum Koalisi Kependudukan Sonny Harry B Harmadi, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrullah, dan Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden Deni Purbasari.–KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN (HAS)–21-08-2019

Indonesia memiliki jumlah angkatan kerja yang besar, lebih 136 juta orang. Namun, kompetensi, produktivitas, dan etos kerjanya belum memenuhi kebutuhan industri. Tanpa upaya khusus mendongkrak kualitas mereka, bonus demografi yang mencapai puncak pada 2020-2024, bisa terlewat.

Kegagalan mengambil manfaat bonus demografi tak hanya mengancam kesinambungan pembangunan, tetapi bisa menjebak Indonesia dalam berbagai persoalan ekonomi, sosial, dan politik. Meski waktu yang tersedia sedikit, Indonesia masih punya kesempatan berbenah setidaknya sampai era bonus demografi selesai tahun 2037.

Upaya segera yang bisa dilakukan guna menyelamatkan bonus demografi adalah meningkatkan kualitas tenaga kerja. Sekitar 85-90 persen tenaga kerja yang dibutuhkan industri adalah tenaga pelaksana. Nyatanya, sebagian besar lulusan perguruan tinggi dicetak jadi perencana dan pemikir.

Tenaga pelaksana umumnya diproduksi politeknik atau program diploma perguruan tinggi. Namun, jumlah politeknik hanya 6 persen dari total perguruan tinggi. Minat masyarakat masuk politeknik juga rendah karena pendidikan masih dipandang sebagai upaya peningkatan status sosial.

Untuk mendukung penciptaan manusia unggul di periode kedua kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo menekankan pada penciptaan tenaga kerja terampil dengan memperbanyak jumlah sekolah menengah kejuruan, politeknik, dan balai latihan kerja (BLK).

Selain itu, jumlah penerima beasiswa bidik misi akan ditingkatkan dari 463.000 mahasiswa jadi 818.000 orang guna mendorong makin banyak anak mengenyam pendidikan tinggi. Program Indonesia Pintar pun diperkuat sehingga semua anak Indonesia bisa mengenyam pendidikan dasar 12 tahun.

Sementara bagi penduduk usia kerja yang tidak lagi masuk usia sekolah, BLK bisa dimanfaatkan. Pemerintah telah menyiapkan Kartu Pra-Kerja untuk 2 juta orang penerima tiap tahunnya. Sebanyak 500.000 penerima program tersebut akan mengikuti pelatihan kerja secara reguler dan 1,5 juta orang sisanya secara daring.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Komposisi Tenaga Kerja Tingkat Pendidikan seperti dipaparkan Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial Bappenas Maliki dalam diskusi bertema “Pemindahan Ibukota Negara: Sudut Pandang Ekologi dan Kearifan Lokal (Sosial Politik)”, Selasa (3/9/2019) di Bina Graha Kantor staf Kepresidenan, Jakarta yang menghadirkan sejumlah pakar dan organisasi masyarakat sipil, maupun individu profesional.

Pendidikan vokasi
Untuk itu, kurikulum pendidikan vokasi perlu dibenahi bersama industri hingga 70 persen materinya adalah praktik. Fasilitasnya pun harus dilengkapi dengan laboratorium yang memadai dan teaching factory. Lulusan pendidikan vokasi pun diwajibkan memiliki sertifikat kompetensi tertentu.

Kualitas guru dan dosen pun perlu ditingkatkan mengingat sebagian besar guru SMK dan dosen politeknik bukan lulusan SMK atau politeknik. Mereka juga tidak memiliki sertifikat kompetensi atau kemampuan praktis hingga sulit mengajarkan hal praktis pada siswa.

Namun, pendidikan vokasi itu diharapkan tak hanya mencetak anak Indonesia sebagai pekerja pelaksana semata. Mereka juga diharapkan bisa membangun usaha mandiri yang bisa menyerap tenaga kerja.

Selain itu, peningkatan kompetensi itu ditargetkan mampu menyiapkan anak Indonesia menghadapi revolusi industri 4.0. Namun, pelaksanaan industri 4.0 di Indonesia harus dihati-hati karena model industri itu didasari atas mahalnya biaya tenaga kerja di negara maju.

Sementara di Indonesia, memiliki jumlah tenaga kerja yang melimpah dan gaji jauh lebih rendah dibanding negara lain. Kemampuan mereka pun masih banyak yang sesuai dengan pola industri 1.0 hingga 3.0.

Selain upaya-upaya jangka pendek dan menengah untuk menyelamatkan bonus demografi, upaya jangka panjang pembangunan manusia Indonesia juga harus ditata. Pendekatan pembangunan manusia sesuai siklus hidupnya bisa diterapkan.

Pendekatan itu berarti pembangunan manusia harus disiapkan sejak sebelum perkawinan, selama 1.000 hari pertama kehidupan, masa kanak-kanak, usia sekolah, penduduk usia produktif, hingga masa lanjut usia (lansia). Pendekatan itu tak hanya menghasilkan manusia Indonesia dengan kesehatan fisik prima, namun juga mental dan emosi yang baik.

Pemerataan pembangunan juga menjadi isu penting. Butuh strategi dan kebijakan khusus dalam pembangunan sumber daya manusia di daerah karena tantangan yang dihadapi setiap daerah berbeda-beda.

Selain itu, fokus pembangunan penduduk pun mulai harus melirik lansia. Selama ini, investasi pemerintah masih terfokus pada anak dan kelompok penduduk usia produktif. Jika lansia tak disiapkan sejak dini, mereka bisa jadi beban penduduk produktif hingga mengurangi manfaat bonus demografi hingga investasi negara pada anak dan penduduk produktif menjadi tidak optimal.–M ZAID WAHYUDI

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 12 September 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB