Home / Berita / Infeksi Masih Terjadi Setelah Vaksinasi Covid-19

Infeksi Masih Terjadi Setelah Vaksinasi Covid-19

Studi terbaru menunjukkan, mereka yang telah menjalani vaksinasi Covid-19 hingga dosis kedua masih bisa terserang penyakit ini. Karena itu, protokol kesehatan mesti tetap diterapkan secara ketat.

Vaksinasi Covid-19 terbukti bisa menurunkan tingkat kejadian infeksi. Namun, mereka yang telah mendapatkan suntikan vaksin hingga dua dosis masih bisa tertular. Karena itu, penting untuk tetap menjalankan protokol kesehatan.

Bukti masih terjadinya infeksi terhadap mereka yang telah mendapatkan vaksin Covid-19 dilaporkan dalam The New England Journal of Medicine edisi 23 Maret 2021. Laporan ini ditulis tim peneliti dari University of California San Diego (UCSD) School of Medicine dan the David Geffen School of Medicine, University of California Los Angeles (UCLA). Kajian difokuskan pada tingkat infeksi Covid-19 untuk petugas kesehatan yang telah divaksinasi.

”Peluncuran vaksin Covid-19 di California bertepatan dengan lonjakan kasus infeksi. Kami mengamati tingkat kepositifan keseluruhan yang rendah di antara petugas perawatan kesehatan yang telah diimunisasi lengkap, mendukung tingkat perlindungan yang tinggi dari vaksin ini,” kata penulis Jocelyn Keehner, peneliti penyakit menular di UC San Diego School of Medicine, dalam keterangan tertulis.

Namun, menurut laporan riset mereka, infeksi Covid-19 masih terjadi pada tenaga kesehatan (nakes) yang telah mendapat vaksin setelah suntikan pertama maupun setelah suntikan kedua. Vaksin yang diberikan kepada nakes di California ini berbasis messenger Ribonucleic acid (mRNA).

Data dari uji klinis fase tiga dari vaksin Covid-19 buatan Moderna pada November 2020 menunjukkan kemanjuran 94,1 persen untuk pencegahan infeksi Covid-19 bergejala parah pada 14 hari setelah suntikan dosis kedua. Sementara kemanjuran vaksin produksi Pfizer mencapai 95 persen pada tujuh hari setelah dosis kedua.

Para peneliti kemudian mengkaji data yang dikumpulkan dari tenaga kesehatan yang menerima vaksin Pfizer atau Moderna antara 16 Desember 2020 dan 9 Februari 2021, yaitu 36.659 orang yang mendapat dosis pertama dan 28.184 mendapat dosis kedua. Dalam kelompok ini, 379 orang dinyatakan positif Covid-19, setidaknya satu hari setelah vaksinasi, dengan mayoritas (71 persen) dinyatakan positif dalam dua minggu pertama setelah dosis pertama.

Sebanyak 37 nakes dinyatakan positif Covid-19 setelah menerima suntikan dosis kedua di saat perlindungan kekebalan maksimum diharapkan telah dicapai dengan kedua vaksin tersebut. Dari nakes ini, 22 orang positif Covid-19 antara 1-7 hari setelah suntikan dosis kedua dan 8 nakes positif Covid-19 antara 8-14 hari setelah vaksinasi kedua, dan 7 positif Covid-19 selama 15 hari atau lebih setelah vaksinasi kedua.

Pada 9 Februari, total 5.455 petugas kesehatan di UCSD dan 9.535 di UCLA telah menerima dosis kedua setidaknya dua minggu atau lebih. Sebanyak 0,05 persen positif Covid-19.

Dengan data ini, para peneliti memperkirakan, risiko absolut hasil tes positif SARS-CoV-2 setelah vaksinasi 1,19 persen untuk nakes di UCSD dan 0,97 persen di UCLA. Kedua tingkat infeksi ini lebih tinggi dari risiko yang diidentifikasi dalam uji klinis Moderna dan Pfizer, yang tak terbatas pada nakes.

”Ada beberapa penjelasan yang mungkin untuk risiko yang meningkat ini,” kata rekan penulis Lucy E. Horton, profesor di Divisi Penyakit Menular dan Kesehatan Masyarakat Global di UCSD.

Alasan pertama, nakes yang disurvei memiliki akses ke tes tanpa gejala dan gejala secara teratur. Kedua, ada lonjakan infeksi regional yang tumpang tindih dengan kampanye vaksinasi selama periode ini. Dan ketiga, ada perbedaan dalam demografi nakes dibandingkan peserta dalam uji klinis vaksin.

”Petugas nakes cenderung lebih mudah dan memiliki risiko keseluruhan lebih besar untuk terpapar SARS-CoV-2 di masyarakat,” kata Horton.

Dengan temuan ini, Horton dan tim menyimpulkan, kemanjuran vaksin tetap bisa diandalkan. Meski demikian, risiko infeksi bukan berarti tidak ada sama sekali. Oleh karena itu, para peneliti merekomendasikan pentingnya langkah-langkah mitigasi kesehatan masyarakat yang berkelanjutan, seperti memakai masker, menjaga jarak fisik, pemeriksaan gejala harian, dan tes rutin sampai kekebalan kelompok tercapai secara luas.

Dipengaruhi efikasi
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, kajian ini sangat penting untuk mengetahui kemanjuran vaksin dalam skala luas di masyarakat. Riset sejenis seharusnya juga dilakukan di Indonesia, termasuk untuk mengetahui berapa lama perlindungan bisa didapatkan dari vaksin ini. ”Ini hanya bisa dilakukan kalau pendataan pascavaksinasi kita bagus,” ujarnya.

Menurut Dicky, risiko infeksi Covid-19 di komunitas bisa dipengaruhi oleh perbedaan efikasi vaksin. ”Logikanya, vaksin dengan efikasi lebih rendah, tentu kasus terinfeksinya pascavaksinasi bisa lebih banyak,” katanya.

Sebagaimana diketahui, efikasi vaksin Covid-19 buatan Sinovac dalam laporan interm uji klinis fase tiga di Bandung sebesar 65,3 persen. Sementara mengacu studi di jurnal Lancet, efikasi AstraZeneca sebesar 70,4 persen dari laporan interm uji klinis fase tiga di Brasil, Inggris, dan Afrika Selatan.

Sekalipun tetap berisiko terinfeksi, lanjut Dicky, vaksin Covid-19 masih sangat penting, karena bisa menurunkan risiko secara signifikan, dibandingkan tidak mendapatkan vaksin. Vaksin juga bisa menurunkan risiko keparahan dan kematian jika terpapar. Namun, sekalipun sudah divaksin, tetap wajib menjalankan protokol kesehatan.

Sementara itu, data Pusara Digital LaporCovid-19 menunjukkan, tren kematian nakes di Indonesia cenderung menurun. Rekor tertinggi kematian nakes dalam sebulan terjadi pada Januari 2021 dengan 152 orang meninggal, disusul Desember 2020 sebanyak 140 orang meninggal. Pada Februari 2021, jumlah nakes yang meninggal 77 orang dan yang meninggal selama Maret hingga 24 Maret 2021 sebanyak 20 orang.

Oleh AHMAD ARIF

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 24 Maret 2021

Share
%d blogger menyukai ini: